Sejumlah pengusaha Pertashop di bawah payung Pertamina ditengarai mengalami kerugian. Namun, di tengah kondisi itu, beberapa pengusaha berhasil mencapai tren baik melebihi target harian. Salah satunya di Condongcatur, Sleman, Yogyakarta yang rata-rata penjualannya sampai 2.500 liter per hari.
***
Sejak pagi, hilir mudik kendaraan roda dua terlihat memasuki Pertashop di Jalan Pondok Raya, Sanggrahan, Condongcatur, Sleman. Lokasinya terbilang strategis, meski terletak di tepi jalan raya kabupaten yang tak terlalu lebar, tapi volumenya kendaraan yang melintas cukup tinggi.
Setelah melakukan pengamatan beberapa hari tampak Pertashop ini terbilang cukup ramai. Meski tidak sampai menimbulkan antrean namun jarang kosong dari pembeli.
Seorang pengendara ojek online berseragam kuning yang sedang mengisi Pertamax, Agnata Ranu (27) mengaku sudah langganan membeli BBM di tempat ini sejak setahun terakhir. Rute jelajahnya saat bekerja memang di sekitar Condongcatur.
“Di sekitar sini nggak ada SPBU. Jaraknya mungkin empat kilometer lebih jadi keberadaan Pertashop ya cukup membantu,” ujarnya setelah mengisi BBM. SPBU terdekat ada di Jalan Kaliurang, Jalan Gejayan, dan Maguwoharjo, Sleman.
Sejak menekuni profesi ojek online, ia mengaku rutin menggunakan BBM jenis Pertamax. Alasan utamanya adalah dampak pada mesin yang terasa halus. Terlebih, jarak harga antara Pertamax dengan Pertalite di distributor resmi Pertamina kini hanya berjarak Rp2.500.
“Saya narik dari jam 6 pagi sampai 6 sore,” ujar lelaki yang tinggal di Plosokuning ini.
Di outlet tersebut, juga tampak sesekali ada kendaraan roda empat yang mampir mengisi bahan bakar. Areanya memiliki luas 900 meter persegi dengan dua moduler BBM, sehingga mobil ukuran kecil dan sedang bisa mudah mengaksesnya.
Tuntutan pengusaha Pertashop
Kondisi tersebut memang tidak dialami semua pengusaha Pertashop. Senin (10/7) lalu, Ketua Umum Pengusaha Pertashop Jateng-DIY dan Perhimpunan Pertashop Merah Putih Indonesia melakukan audiensi dengan Komisi VII DPR RI di Senayan. Mereka mendiskusikan perlindungan hukum bagi para pengusaha yang mengalami kerugian.
Melansir rilis resmi DPR RI, ada beberapa harapan dari perwakilan perhimpunan pengusaha ini. Mulai dari kontrol disparitas harga antara Pertamax dan Pertalite, penertiban hukum pengecer BBM illegal, dan percepatan revisi Perpres No 191 2014 yang jadi acuan penyaluran BBM bersubsidi.
Selain itu, mereka berharap agar Pertashop menjadi pangkalan resmi elpiji tiga kilogram, penyederhanaan izin PBG SLF, hingga pembenahan regulasi jarak antara Pertashop dengan SPBU.
Berdasarkan permohonan itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI DOny Maryadi Oekon akan mengajak Pertamina, Kementerian ESDM, dan Pertamina Patra Niaga untuk rapat dengar pendapat.
“Pemerintah wajib untuk menertibkan, ini yang harus kita dorong dari BPH Migas,” tegas Dony saat memimpin audiensi tersebut.
Kunci Pertashop tetap raih keuntungan
Pemilik Pertashop Condongcatur, Kuwat, mengaku bahwa perlu waktu supaya usahanya bisa meraih omzet stabil di atas target. Ia mengaku saat ini rata-rata per hari bisa menjual 2.300 hingga 2.500 liter Pertamax. Outletnya menjadi salah satu Pertashop dengan omzet tinggi di Jateng-DIY.
“Untuk kondisi sekarang memang melampaui batas minimal saya. Untuk standar kami BEP itu harian minimal 1.500 liter,” ujar Kuwat kepada wartawan di outletnya.
Outlet miliknya sudah buka sejak awal 2022 silam dengan modal awal yang ia sebut mencapai Rp2 miliar. Jumlah itu untuk menutup berbagai kebutuhan termasuk sewa lahan. Ia mengambil paket Pertashop dengan dua moduler BBM dengan kapasitas masing-masig 3.000 liter supaya bisa menampung banyak kendaraan.
Selain itu menurutnya yang membutuhkan biaya lantaran lahan tersebut dahulu merupakan kebun dengan kontur tanah yang dalam. Kondisi itu membutuhkan pengurugan tanah sebelum proses konstruksi berjalan.
Ia mengakui turut terdampak saat terjadi disparitas harga Pertalite Rp10 ribu dan Pertamax Rp14 ribu. Namun, saat itu menurutnya masih bisa meraih penjualan 2.000 liter per hari.
“Beruntung saat itu masih bisa di angka 2.000 per hari paling maksimal,” katanya.
Baginya, kunci utama untuk menjaga omzet adalah pemilihan lokasi. Kuwat melihat banyak Pertashop yang berada di lokasi kurang strategis sehingga minim pembeli.
Ia sendiri sempat melakukan kajian mandiri, selama hampir dua minggu untuk melihat volume lalu lintas yang ada di sekitar calon outletnya. Setelah mengamati secara detail baru ia mantap menekan kontrak kerja sama.
“Saya tongkrongin dulu agak lama. Benar-benar dikaji lokasinya,” terangnya.
Lokasinya memang cukup strategis, meski status jalan kabupaten, namun merupakan rute menuju arah Klaten dan Solo dari Sleman utara. Sekitarnya pada permukiman dengan nilai plus merupakan area dekat perguruan tinggi. Jarak dengan SPBU juga relatif ideal, sekitar empat kilometer.
Baginya, minyak merupakan usaha padat modal dengan risiko tinggi. Kuncinya supaya bertahan dan berkembang adalah pemilihan lokasi yang tepat.
“Kadang ada yang nekat buka di jalan tikungan atau turunan,” ujarnya menanggapi beberapa Pertashop yang omzetnya kurang.
Memanfaatkan diversifikasi bisnis
Kuwat juga menegaskan bahwa kemampuan modal awal harus kuat saat hendak membangun Pertashop. Sehingga bisa membangun dengan pemilihan lokasi yang optimal.
“Persiapan cash keras memang harus cukup,” katanya.
Sebagai usaha kerja sama dengan Pertamina, menurutnya penting untuk selalu menjaga performa. Baik dari segi pelayanan dan juga fasilitas. Inilah yang menurutnya menjadi pembeda dengan penjual bensin eceran yang ilegal.
Pelanggan menurutnya akan memilih tempat dengan harga sekaligus pelayanan yang prima. Selama disparitas harga BBM masih terjaga, setidaknya jarak Rp2.000, baginya masih besar peluang untuk berkembang.
Di outletnya, pembelian dengan nominal berapa pun tetap dilayani. Selain itu pembayaran juga menerapkan metode QRIS untuk memudahkan pelanggan.
Dengan kondisi saat ini, ia menaksir bisa balik modal dalam kurun waktu lima tahun. Sedikit lebih lama dari penawaran promosi dari Pertamina yakni empat tahun balik modal. Namun, hal ini memang sangat bergantung dengan omzet harian.
Ia juga memanfaatkan area Pertashop dengan melakukan diversifikasi lini bisnis non fuel. Salah satunya dengan membangun mini market sejak awal outlet beroperasi.
Selain itu, terdapat pula penyewa area yang memanfaatkan Pertashop untuk usaha isi nitrogen. Hal inilah yang jadi sumber pendapatan selain penjualan BBM.
Kini ia juga telah menjadi agen resmi elpiji tiga kilogram bersubsidi dengan kuota 90 tabung per pekan. Kuwat mengurus sendiri perizinan agen LPG di luar izin Pertashop.
Potensi usaha di Pertashop
Pada saat audiensi dengan komisi VII DPR, salah satu harapan sejumlah pengusaha adalah integrasi izin distributor elpiji bersubsidi dengan usaha Pertashop. Hal itu yang hingga kini masih menjadi kajian pemangku kebijakan terkait.
Pada keterangan terpisah, Area Manager Communication, Relations, & CSR Jawa Bagian Tengah Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho mengungkapkan sedang mensosialisasikan pengembangan bisnis non fuel bagi pengusaha Pertashop. Ada sejumlah potensi usaha seperti mini market, kafe, tambal ban, hingga jasa ekspedisi yang bisa berjalan di area outlet.
“Kuncinya selama masih bisa menjaga dan sesuai prosedur keselamatan di Pertashop,” terang Brasto.
Saat ini, Brasto menerangkan ada 1.300 outlet Pertashop di wilayah Jateng dan DIY. Tujuan awal program ini adalah untuk mewujudkan penyaluran BBM ke desa dan lokasi yang jauh dari SPBU.
Sampai saat ini, program yang awalnya menggaungkan slogan one village one pertashop masih banyak terpusat di sejumlah daerah di Pulau Jawa. Menteri BUMN, Erick Thohir tahun lalu sempat mengungkapkan menargetkan ada 10 ribu Pertashop di seluruh Indonesia. (**)
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Pengalaman Melakoni Tradisi Mbrandu di Gunungkidul, Daging Murah dari Ternak Sekarat
Cek berita dan artikel lainnya di Google News