Ngopling Asek jadi salah satu street bar baru yang meraih perhatian di Jogja. Nauval, mahasiswa PJKR UNY angkatan 2021 adalah owner Ngopling Asek sekaligus baristanya. Kepada Mojok, ia berbagi lika-liku dunia street bar yang ia buat.
***
Saya memulai proses liputan ini dengan melakukan hal yang bodoh: saya muter Terban-Tugu dua kali karena tidak menemukan di mana street bar ini berada. Saya baca alamatnya, tapi saya mengira bahwa Terban yang dimaksud adalah Mirota UGM ke selatan, padahal Bunderan UGM ke selatan itu juga masih masuk Terban. Alhasil, saya telat datang gara-gara terjebak macet karena kebodohan saya sendiri. Dua kali.
Barulah ketika saya sadar saya salah jalan, saya mengambil jalan depan Gramedia lalu ke utara, dan menemukan motor Astrea di trotoar di seberang jalan. Pasti itu Ngopling Asek. Saya memutar, lalu berhenti di pinggir jalan.
Mas Nauval, pemilik street bar Ngopling Asek sedang menyeduh pesanan beberapa orang yang sudah datang duluan di situ. Tahu saya datang, beliau lalu menghentikan pekerjaannya sejenak dan menyambut saya.
Saya pesan kopi gula aren (apa lagi kalau bukan itu?), lalu menunggu di trotoar sembari melihat motor lalu lalang. Tempatnya ternyata menyenangkan, meski hanya berada di trotoar. Saya jadi setuju juga kalau ada yang bilang Jogja itu romantis. Meski ya, setelah itu ada rombongan ngabers Vespa yang atraksi di jalanan bikin konten.
Berawal dari belajar latte
Setelah sejam menunggu, barulah Mas Nauval selo. Tak berlama-lama, saya langsung bertanya apa alasan dia bikin Ngopling Asek ini. Sembari menyulut Avolution, beliau menjawab semua berawal dari usaha dia belajar latte secara otodidak. Meski otodidak, tentu saja ada modal yang keluar. Lalu dia berpikir, modal yang dia keluarkan bisa jadi penghasilan. Akhirnya, dia belajar ke beberapa bakul starling dan street bar yang lain. Setelah modal terkumpul, barulah dia berani buka.
Awalnya, dia buka di depan Rektorat UNY. Tapi karena pemilik ruko tempat dia berjualan keberatan, akhirnya terpaksalah dia pindah.
“Aku ngomongin tentang sewa aja nggak digubris, Mas.”
Setelah itu dia berkeliling cari tempat. Dia sempat meminta izin untuk jualan di bunderan UGM dan depan Rektorat UNY. Tapi, izin tak turun. Setelah berkeliling, dia menemukan tempat yang dia rasa pas: seberang BRI Terban. Langsung saja dia parkir motor di situ, dan sejak saat itu, Ngopling Asek berdiri di situ.
Tapi ini bukanlah pekerjaan atau usaha pertama yang Nauval buat. Mahasiswa PJKR UNY angkatan 2021 ini ternyata sudah pernah bekerja di angkringan. Dari situlah dia meraih pengalaman dan kepercayaan diri. Dia mengaku, statusnya sebagai mahasiswa Bidikmisi membuat dia harus memutar otak untuk mencari penghasilan tambahan.
“Aku merasa uang bulanan yang ada kurang, Mas. Aku mencukupi diriku sendiri, tak lagi minta orang tua, mau tak mau ya aku harus usaha, kerja apa saja yang aku bisa.”
Ngopling Asek vs 3000 kafe lain di Jogja
Ngopling Asek benar-benar sederhana, tapi mencukupi ceklis tempat ngopi yang dibutuhkan: tempat duduk, kopi, dan mudah diakses. Untuk mudah diakses, ini jadi keunggulan yang bisa kalian lihat sendiri karena amat unik. Barnya berada di motor Astrea, dilengkapi payung dan dua lampu estetik yang jelas mencuri pandangan Anda saat lewat jalan tersebut. Jika kalian penasaran, alamat Ngopling Asek ada di Jalan Cik Di Tiro 3, Terban, Yogyakarta.
Kalau kalian bingung, mudahnya, Bunderan UGM ke selatan. Masih bingung? Liat Merapi ada di mana, ambil sebaliknya.
Saat saya datang, tempatnya memang belum begitu ramai. Tapi setelah saya datang, barulah beberapa orang berdatangan, dan seketika tempat tersebut begitu hidup, begitu ramai.
Di Jogja, ada 3000 ribu kafe per 2022, yang bisa dianggap memang tempat ngopi adalah kebutuhan bagi warga DIY. Tapi juga bisa berarti, persaingan usaha kopi di Jogja akan benar-benar gila. Saya pun menanyakan hal ini ke Nauval, kenapa dia tetap membuka bisnis kopi di Jogja?
“Aku asik dan enjoy di dunia kopi ini, Mas. Ya aku nyari untung, tapi nggak segede itu. Plus semua pelaku bisnis kopi di Jogja itu nggak pada besar kepala, semua merangkul.”
Sejak Desember 2023 hingga kini, Nauval tak merasakan ada hambatan berarti saat buka di Terban. Pernah didatangi satpol PP, tapi tak jadi masalah. RT dan warga tak sekitar pun tak ada masalah. Bahkan jadi tempat ngopi bagi warga sekitar. Saat saya datang, ada satpam yang sedang mengantre kopi.
“Masalahnya cuma hujan, sih, Mas. Selain itu, nggak ada.”
Saya tak menanyakan tentang klitih. Tapi, ya, harusnya klitih pun tidak sebodoh itu lewat di jalan paling ramai dan penuh satpam di kiri-kanan jalan.
Ngopling Asek dan cuan
Malam makin pekat, tapi keriuhan di Ngopling Asek tak memudar. Tapi keramaian bisnis kerap memakan korban. Entah korban waktu, tenaga, atau apa pun. Nauval, mahasiswa PJKR UNY pun membenarkan bahwa dia pun mengorbankan banyak hal. Seperti waktu, tenaga, dan harus membagi pikirannya dengan kuliah.
“Ini nanti pagi aja aku ada praktik di kampus. Praktik Pramuka. Coba, anak kuliahan masih ada pramuka.”
Tapi pengorbanan Nauval tak sia-sia. Pemasukan yang dia dapat lumayan, setidaknya bisa menghidupi dirinya dan adiknya di Jogja. Bahkan bisa memberi kiriman uang pada orang tuanya di Lampung. Dia mengaku, tak pernah mendapat pemasukan yang kecil semenjak pindah ke Terban.
“Nggak pernah dapet di bawah 150 ribu lah, Mas. Itu udah keuntungan bersih.”
Nauval juga mengaku bahwa semua orang support dengan usahanya. Jadinya, dia makin mantab melanjutkan bisnis ini setelah lulus.
“Mas, nggak pengin jadi PNS?”
“Waduh, nggak, Mas.”
“Dadi pegawai bea cukai mosok ra gelem, Mas?”
Dia tertawa ngakak. Padahal saya nggak bercanda.
Street bar belum mencapai peak
Street bar coffee di Jogja memang menjanjikan secara bisnis. Riyanto, konten kreator dunia perkopian mengatakan bahwa street bar di Jogja belum menemui peak. Masih ada potensi yang belum tergali, dan bertambahnya pelaku bisnis tidak membuat orang-orang bosan.
Riyanto menekankan bahwa street bar punya hal yang selama ini kerap diabaikan oleh pebisnis coffee shop, yaitu identity. Selama orang tak merasa punya alasan jelas ke kafe tersebut, bisnis akan gagal.
“Yang bikin street bar ramai itu ya baristanya. Ada kedekatan, ada value-nya. Kalau mulai jadi industri atau jadi brand ya, nasibnya bakal sama kayak coffee shop konvensional.”
Senada dengan Riyanto, Nauval juga tidak terpikir untuk membesarkan Ngopling Asek lewat investor. Ada orang yang sempat menawarkan untuk membesarkan usahanya, tapi dia belum berani untuk menerimanya karena tanggung jawabnya kelewat besar.
“Gini aja aku seneng, Mas.”
***
Ngopling Asek dan street bar lain adalah opsi yang patut dicoba bagi para pencinta kopi dan nongkrong di Jogja. Untuk Nauval, mahasiswa PJKR UNY yang berstatus Bidikmisi, jelas ini tak hanya opsi. Ini adalah hidupnya, dan akan seperti itu untuk beberapa waktu ke depan.
Jika kalian penasaran, nanti malam, sila ke selatan Bundaran UGM, dan liat apakah ada Astrea terparkir. Kalau menemukannya, sila nikmati kopi murah dan experience berbeda yang selama ini kalian rasakan selama di Jogja.
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA 5 Kafe Ramah Anak di Jogja
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.