Mie yang penuh taburan ayam
Tak sampai 10 menit pesanan datang. Kali ini saya bersiap untuk kejutan lain. Begitu sampai di meja, terkesima dengan porsi ayamnya. Sejenak saya menghela nafas. Lalu menghela lagi. Lalu istigfar dan mengucap, “Ya Allah iki mie ne endi? Kok ra ketok?!” (Ya Allah, ini mie-nya mana? Kok nggak kelihatan?!)
Anda pernah melihat porsi brutal Mie Ayam Pakde Wonogiri? Nah sekarang bayangkan itu dengan ayam yang guedhe tadi! Ini mah bukan mie ayam, tapi ayam penuh taburan mie!
Ritual sebelumnya saya ulang. Kacang atom dan bakso goreng menggelinding gembira di atas hamparan semur ayam. Mie keriting ku sruput. Hmmm! Harus saya akui, ada sensasi berbeda dan menyenangkan ketika menyeruput mie keriting.
Bentuknya yang seperti zig-zag seolah memijat-mijat lidah. Beda dengan mie lurus yang langsung masuk seolah main perosotoan.
Sensasi memijat ini tentu bisa karena mie dimasak dengan tingkat kematangan sempurna juga! Jujur, aku menyesal pernah meremehkan mie ayam pake mie keriting instan. Ternyata kalau eksekusinya pas, rasanya bikin puas!
Mie tandas. Tapi ayamnya masih memenuhi setengah mangkok! Ya Allah pake nasi enak ini! Padahal segede gaban tadi juga dimakan satu utuh tiap satu suapan tetap saja masih sisa. Tak habis pikir memang.
Pantaslah mie ayam ini jadi legenda di Bantul. Jadi primadona banyak orang. Rasanya juara, porsinya sultan punya. Mungkin namanya memang pembawa hoki. Mie ayam ini sekuat benteng Takeshi, buktinya mampu bertahan bahkan melebihi umur saya sendiri!
Melindungi perut dari rasa lapar
Selain itu, warung ini menawarakan porsi yang mampu “melindungi” perutmu dari rasa lapar sekaligus “mengamankan” dompetmu dari hilangnya banyak cuan.
Untuk satu porsi mie ayam normal, baik lurus ataupun keriting, cukup membayar Rp10 ribu saja. Kalau ingin ekstra, 1 ekstra tambah Rp5 ribu. Jadi misal tadi aku memesan ekstra ayam ya bayar Rp15 ribu. Kalau ekstra mie dan sawi, ya bayar Rp20 ribu. Kalau mau ekstra semua ya Rp25 ribu.
Mie pun habis. Sembari menunggu perut agak tenang, saya berdendang menyanyikan lagu-lagu Denny Caknan yang kebetulan sedang diputar. Tibalah pada lagu “Satru 2”. Salah satu liriknya berbunyi “Opo kurang lehku ngerteni karepmu?!” (Apa kurang aku dalam memahami keinginanmu?). Sontak memantik pikiran bahwa Mie Ayam Takeshi ini tidak ada kurangnya, bahkan sangat berlebih dalam memahami para pelanggannya. Mantab!
Selesai 3 lagu, saya membayar. Sedikit bercanda dengan mak e. Senyum merekah di wajahnya, tetapi tetap malu kalau di foto. Beliau ingat kalau aku pernah ke situ juga. Aku membayar lalu pulang sambil tersenyum. Selalu menyenangkan mendatangi warung mie ayam yang tidak hanya enak, tetapi ada interaksi hangat plus santai antara penjual dan pelanggan. Sebuah warung yang “hidup”.
Penulis: Oktavolama Akbar Budi Santoso
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: 10 Warung Mie Ayam yang Perlu Dicoba untuk Tahu Varian Mie di Jogja dan reportase menarik lainnya di rubrik Liputan.