Gudeg Koyor Mbak Tum Membuktikan, Kuliner Malam di Semarang Itu Enak 

Ilustrasi Gudeg Koyor Mbok Tum Membuktikan Kuliner Malam di Semarang Itu Enak. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Lembutnya otot sapi di Gudeg Koyor Mbak Tum itu membuktikan kuliner malam di Semarang itu memang enak. Cita rasa gudegnya berbeda dengan gudeg Jogja yang manis.

***

Rasa lapar yang paripurna membuat saya memesan koyor dengan porsi dobel di Gudeg Koyor Mbak Tum Peterongan, Semarang. Semua gara-gara bus yang membawa saya dari Jogja molor lebih dari dua jam dari jadwal seharusnya. 

Sesuai jadwal di tiket yang saya pegang, harusnya saya tiba di Semarang, Jumat 1 September, pukul 22.00. Pikir saya, masih ada waktu untuk menikmati kuliner malam di Semarang. 

Namun, ada perbaikan jalan selepas Magelang yang membuat laju bus sangat lambat. Saya tiba di Semarang haru sudah berganti, sudah pukul 00.30. Begitu tiba di pemberhentian bus di sekitar Jalan Pemuda, ojol yang saya pesan langsung melaju ke Gudeg Koyor Mbak Tum di Jalan MT Haryono, Peterongan, Kota Semarang, Jawa Tengah. 

Tidak ada pilihan lain tempat makan yang enak karena selain keterbatasan informasi saya tentang semarang, energi saya juga sudah habis. Paling aman yang sudah pasti-pasti saja. Pasti masih buka dan pasti enaknya.

Kuliner malam di Semarang yang melegenda

Saya tiba sekitar pukul 01.00 WIB. Tepat ketika lagu terakhir dari pemusik keroncong melantunkan lirik penghabisan. Saya bahkan tidak bisa mengingat, lagu apa yang mereka mainkan. 

Saya bahkan tak sempat mengambil gambar karena mereka sudah langsung membereskan peralatannya.

Sebuah notifikasi muncul di hape saya, mengingatkan kalau saya pernah makan di tempat ini dua tahun sebelumnya. Saya masih ingat waktu itu. Datang di akhir pekan pas waktunya makan malam. Antrean cukup panjang untuk bisa menikmati gudeg dengan lauk otot sapi yang lembutnya masih saya ingat. 

Jadi ada untungnya juga saya datang terlambat. Setidaknya sudah tidak ada antrean di warung ini seperti biasanya. Berbeda kalau saya tiba jam 22.00, pengunjung pasti masih ramai.

Warung Makan Mbak Tum Semarang, ikon kuliner malam di Semarang MOJOK.CO
Warung Makan Mbak Tum Semarang, ikon kuliner malam di Semarang. (Agung P/Mojok.co)

“Jam 2 tutup, Mas,” kata tukang parkir mengingatkan saya. Untungnya meski jam tutup tinggal satu jam lagi, lauk dan sayur di warung ini masih komplit.

Rasa lapar yang hebat membuat saya memesan lauk koyornya dobel, tambah limpa goreng serta teh tawar panas. 

Tidak banyak pengunjung yang saya lihat. Ada rombongan bapak-bapak yang kelihatannya  tengah ngobrol soal politik. Saya tak ada energi untuk mencuri dengar. 

Otot sapi bernama koyor yang jadi ikon Gudeg Koyor Mbak Tum

Perhatian saya hanya tertuju pada piring berisi nasi dan koyor atau otot sapi yang seperti menantang untuk segera diganyang. 

Gurih. Cita rasanya memang agak berbeda dengan koyor yang saya nikmati di Jogja. Gudeg Koyor Mbak Tum lebih bercita rasa gurih. Gudegnya juga nggak terlalu manis. Kuahnya menggunakan kuah opor yang kental.

Malam itu, rasa lapar saya menghilang berganti kenyang tengah malam. Saya lantas ngobrol dengan salah satu pegawai di sana. Dia keponakan Mbak Tum. Rupanya, Mbak Tum sudah pulang ke rumah. Sekarang kalau pun ada di warung tidak sampai tengah malam. 

Saya lantas berbincang dengan Pak Ji (46), nama lengkapnya Suparji. Dia adalah karyawan paling lama di Gudeg Koyor Mbak Tum yang berdiri tahun 1991. “Saya mulai kerja tahun 1998,” katanya. 

Ia melayani obrolan saya sambil memberesi piring di dapur. Semua karyawan mulai beberes. “Warung tutup jam 2 mas, kalau dulu tahun 1998 sampai beberapa tahun lalu masih buka sampai jam 3 pagi,” kata Pak Ji. 

Pak Ji mengingat, dulu pengunjung belum seramai sekarang. Jualannya masih di depan warung yang sekarang. “Mulai ramai ya tahun 2000-an. Banyak orang luar daerah sampai artis ke sini,” kata Pak Ji. 

Seporsi gudeg dengan lauk koyor dobel di Warung Gudeg Koyor Mbak Tum Semarang. (Agung P/Mojok.co)

Langganannya artis dan pejabat

Ia mengingat, artis idolanya, Inul datang suatu malam ke Gudeg Koyor Mbak Tum. Namun, ia tidak punya keberanian untuk minta foto bareng. “Isin, Mas…,” katanya tertawa. Selain Inul banyak artis yang ia tak bisa hapal satu persatu datang ke warung gudeg itu. Begitu juga dengan pejabat.

Sayang saya tidak bisa ngobrol dengan Mbak Tum karena beliaunya sudah pulang ke rumah. Kata Pak Ji, Mbak Tum sekarang di warung hanya sebentar. Faktor usia mungkin jadi pertimbangan. 

Saya berusaha menghubungi Mbak Tum lewat nomor telepon di kartu nama, tapi tidak juga tersambung. Di kartu nama berwarna kuning itu tertulis aneka menu yang disediakan Warung Mbak Tum. Selain nasi gudeg, juga ada lontong opor, koyor, ayam goreng, babat goreng, dan sambel pete.  

Sebagai tempat kuliner malam di Semarang, menu-menu di sini menantang untuk diganyang. Salah seorang pengunjung saya temui sedang membayar di kasir. Namanya Aming (56). Ia merupakan pelanggan tetap Gudeg Koyor Mbak Tum. Dalam seminggu dia bisa dua sampai tiga kali makan di tempat itu. 

Semua menu di warung itu ia suka. Gudegnya menurutnya pas dengan seleranya yang nggak terlalu suka rasa manis. 

“Wah wis ora keitung makan di sini. Sejak jualannya masih di emperan saya sudah jadi langganan,” kata Aming. Ia bersaksi, dulu Gudeg Koyor Mbak Tum belum sebesar seperti sekarang. 

Warung Makan Mbak Tum dengan menu utama gudeg koyor dan lontong opor. (Agung P/Mojok.co)

Berawal dari warung kecil di daerah “gelap”

Tempat jualannya dulu juga belum senyaman sekarang. Apalagi daerah tempat jualan termasuk daerah “gelap”. Di sekitar itu, sudah biasa banyak orang mabuk. 

Mas Supri (45) yang asli Wonodri, tukang parkir di Gudeg Koyor Mbak Tum juga menjadi saksi bagaimana warung dengan kuliner khas sajian otot sapi ini kini jadi terkenal. Ia membenarkan, dulunya kawasan warung tempat jualan termasuk daerah “gelap”. 

Sekarang berubah menjadi tempat yang ramai dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan dari berbagai daerah. Bahkan menjadi salah satu ikon kuliner makan legendaris di Kota Semarang. “Rumah saya cuma di belakang situ, jadi saya tahu gimana dulu warungnya cuma kecil, sekarang yang datang kalau ramai pakai bis. Datang dari mana-mana, artis juga sering ke sini,” kata Supri. 

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Sego Koyor Bu Parman, Kuliner Malam di Jogja untuk Adu Otot 

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version