Tak jarang mahasiswa yang kuliah di jurusan Pendidikan banting setir dan memilih profesi lain sewaktu lulus. Tapi, bagaimana jadinya kalau banting setir betulan? Inilah cerita Mas Popo, lulusan PBI UNY dan mantan ketua BEM yang menekuni profesi sopir bus pariwisata di Jogja.
***
Butuh waktu yang lumayan lama untuk menemukan jadwal wawancara yang pas dengan Mas Popo. Kesibukannya sebagai sopir bus jelas bikin waktu senggang jadi mahal, tapi akhirnya ketemu jadwal yang cocok dan wawancara ini pun terlaksana.
Mas Popo adalah senior saya sewaktu kuliah (meski beda prodi). Dari kuliah, saya heran dengan beliau, kok bisa cah PBI UNY jadi sopir bus pariwisata. Beliau memang penuh keunikan, dari namanya yang amat unik, hingga statusnya sebagai mantan ketua BEM yang bikin tambah unik.
Jadi sopir bus sebenarnya bukan hal yang mengagetkan jika tahu sedikit sejarah kehidupan beliau. Mas Popo sudah tertarik dengan bus sejak kecil, dan menekuni dunia bus sejak masih kuliah. Bahkan beliau sudah jadi sopir bus sejak 2010, sejak masih kuliah. Banting setir yang dilakukannya kini adalah hal yang masuk akal, mengingat rekam jejak yang ada.
Disuruh jadi PNS, milih jadi sopir bus
Berawal dari suka, dan bisa jadi penghasilan, Mas Popo akhirnya mantab masuk ke dunia ini, jadi sopir bus pariwisata. Tapi tentu saja tidak tanpa pertentangan. Sebagai seorang sarjana pendidikan, orang tuanya berharap beliau jadi guru atau PNS. Beliau juga sempat jadi guru, tepatnya guru homeschooling dan sempat jadi guru honorer. Tapi, pemasukan dari guru tidak menghasilkan uang yang cukup untuk biaya hidup.
Akhirnya, sebagai win-win solution, beliau mengambil dua pekerjaan sekaligus. Dunia pariwisata sebagai sumber pemasukan, dan beliau masih jadi guru, sebagai pengamalan ilmu serta menjaga ilmu yang didapat tidak hilang begitu saja.
Bekerja di dunia pariwisata memang bisa diandalkan untuk pemasukan. Dikutip dari Harian Jogja, Pada 2023, perputaran uang pariwisata di Sleman saja sekitar 19 triliun. Dari 19 triliun tersebut, 34 persennya dihabiskan untuk akomodasi. Penyedia jasa transportasi tentu kecipratan uang tersebut, yang otomatis menunjukkan bahwa pekerjaan Mas Popo ini jelas bisa diandalkan.
Tak kesulitan jadi sopir bus
Dari awal banting setir, Mas Popo tak pernah merasa kesulitan jadi sopir bus. Sebagai orang yang suka belajar, Mas Popo menganggap tantangan yang ada sebagai lahan belajar dan kewajaran. Ketersediaan informasi yang gampang dan relasi yang banyak mempermudah pekerjaan beliau. Intinya, tidak ada yang amat susah. Ya, namanya kerja.
Beliau menekankan pentingnya mau berusaha dalam mengerjakan sesuatu. Seperti cek lapangan, cek apa pun yang berhubungan dengan customer dan akomodasi, dia lakukan dengan benar-benar detil. Tak kaget, beliau mantan ketua BEM, urusan kayak gini jelas bukan hal baru.
Itulah yang bikin dia tak pernah merasa kesulitan menghadapi customer yang “kritis”. Bekerja di dunia hospitality tentu akan bertemu dengan berbagai jenis manusia. Dari manusia yang iya-iya saja, sampai yang banyak tanya. Mas Popo nggak kesulitan dengan hal tersebut, alasannya ya seperti yang saya sebutkan di atas.
Baca halaman selanjutnya
Potensi cuan pariwisata
Saya kembali menanyai tentang potensi cuan di dunia pariwisata pada alumni PBI UNY satu ini. Mas Popo tak secara gamblang menyatakan bahwa dunia pariwisata penuh cuan, tapi bisa diandalkan untuk kehidupan. andai tidak, tentu dia tak akan menekuni profesi ini penuh waktu.
Saya juga bertanya wisata Jogja apa yang paling sering dia kunjungi selama jadi sopir bus pariwisata. Mas Popo menjawab kalau Lava Tour Merapi masih jadi juaranya, tiap dapat customer, hampir pasti mengunjungi Merapi. Selain itu dia juga bilang bahwa wisata dengan baju adat lagi ngetren. Sesuai dengan tren sekarang, lah.
Tak mengagetkan jika Lava Tour jadi wisata yang paling sering Mas Popo kunjungi, sebab memang Lava Tour jadi top of mind. Untuk jadi contoh, pada libur Lebaran 2023, ada 9 ribu wisatawan menggunakan jasa wisata ini. Pada libur Lebaran 2024 hari kedua, tercatat 1200 pengunjung yang memacu adrenalin dengan jip tersebut.
Tak ingin berhenti
Saya iseng bertanya, apakah Mas Popo pernah punya keinginan untuk berhenti. Mengingat, pekerjaan jadi sopir bus tak punya jam kerja yang tetap. Capek pasti terasa, dan mungkin malah menjemukan, mengingat tempat yang dia datangi itu-itu saja. Hari ini Merapi, besok Merapi lagi, besoknya bisa Merapi lagi.
Mas Popo tak memungkiri bahwa capek jelas dia rasakan, tapi itu bagian dari pekerjaan. Dia juga nggak kepikiran untuk berhenti, mengingat ini pemasukan utamanya. Alumni PBI UNY ini, lagi-lagi menjelaskan bahwa dunia ini adalah dunia yang sudah dia cintai sejak lama. Jadi, rasa capek yang manusiawi dia rasakan tak menghalanginya untuk kembali mengaspal.
Mahasiswa PBI UNY, jadi ketua BEM, lalu banting setir beneran ke sopir bus pariwisata Jogja memang bukan hal biasa, diterima nalar pun sulit. Tapi inilah yang dijalani Mas Popo dan ribuan mahasiswa pendidikan yang lain, yang justru menemukan kebahagiaan di bidang lain.
Sebenarnya, saya kepikiran untuk nanya apakah dia punya klakson basuri di busnya, tapi saya urungkan.
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA Penjelasan Sopir tentang Anggapan Mending Hilang Satu Nyawa Ketimbang Satu Bus
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.