eFootball? Astagfirullah, Mending Saya Main Winning Eleven!

Rilisnya eFootball yang banjir kritikan ini tentu jadi angin segar bagi EA.

eFootball? Astagfirullah, Mending Saya Main Winning Eleven! MOJOK.CO

eFootball? Astagfirullah, Mending Saya Main Winning Eleven! MOJOK.CO

MOJOK.COBaru saja dirilis sejak resmi berubah nama dari Pro Evolution Soccer menjadi Konami eFootball, game anyar ini langsung banjir kritikan dan rekor buruk!

Dilansir dari Steam 250, game free to play ini diberi nilai 8%, rating terburuk dalam sejarah Steam. Terakhir, angka terburuk dipegang oleh game Flatout 3 yang rilis pada 2011 lalu, yakni 15%.

Dari sekian review buruk soal game ini, satu yang paling nggateli adalah kritik dari akun bernama Hypnora di Steam yang bertuliskan. Hypnora menulis kayak gini: “eFootball adalah game yang sempurna untuk mereka yang ingin membanting keyboard atau sekalian membuang stick PS keluar jendela saat bermain.”

Grafis amburadul!

Salah satu aspek yang mendapat sorotan buruk adalah perkara grafis. Sebuah tuntutan yang wajar. Mengingat semakin majunya teknologi, grafis dalam game tentu diharapkan semakin meningkat.

Namun, Konami sepertinya punya pendapat berbeda. Jika EA dan game FIFA bermasalah dengan glitch, seiring waktu, hal seperti ini bisa dimengerti. Namun untuk urusan grafis, astagfirullah, Konami seperti mempersiapkan eFootball untuk dimainkan di PlayStation 1 ketimbang PlayStation 4 atau bahkan Xbox One. Suram sekali.

Kalau penasaran, silakan search saja dengan keywordgraphic eFootball” di media sosial dan siap-siaplah tertawa. Kamu akan menemukan muka Lionel Messi yang tampak seperti penderita gizi buruk, ekspresi Cristiano Ronaldo yang seperti orang baru kelar makan Indomie Abang Adek yang pedasnya kayak nyinyiran mertua, hingga grafis buruk Raphael Varane dengan mata meremnya seperti orang sedang uji nyali dan tiba-tiba lihat pocong muncul di depannya.

Satu yang bikin perut saya kemeng karena tertawa lepas tentu saja aadalah cuplikan gameplay eFootball yang menampilkan bintang muda Barcelona, Ansu Fati.

Dalam video di gameplay tersebut, tampak Ansu Fati berlari sangat kencang dengan kedua tangannya diangkat ke belakang, persis seperti gaya Naruto kalau lagi lari. Apakah Konami, karena berasal dari Jepang, percaya bahwa Ansu Fati tak hanya suksesor tepat bagi Messi, namun juga calon Hokage untuk Konoha di masa depan?

Kira-kira kalau Ansu Fati merapal mantra Kuchiyose no Jutsu, apa yang bakal keluar ya? Kayaknya yang bakal muncul adalah Ronald Koeman raksasa dengan badan siput, di tangan kanannya membawa kekalahan. Hehehe….

eFootball adalah komedi untuk EA dan FIFA

Rilisnya eFootball yang banjir kritikan ini tentu jadi angin segar bagi EA. Tepat di peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2021, EA merilis FIFA22.

Soal grafis, jangan ditanya. Sudah sejak empat atau lima tahun lalu, grafis FIFA selalu lebih bagus. Perkara gameplay, saya rasa itu soal selera. Namun, soal grafis, saya berani bilang, perbandingan Konami eFootball dengan FIFA 22 ibarat bumi dan langit. Kayak bandingin performa PDIP dengan Partai Damai Sejahtera di Pemilu.

Okelah, glitch seolah jadi masalah laten di FIFA. Namun itu bukan masalah yang besar seperti bug atau kualitas grafis yang ancur-ancuran. Sederhananya kayak gini, ya. Glitch di FIFA kerap muncul karena beberapa player memaksa memainkan game tersebut di peralatan yang kemungkina besar tidak sesuai dengan minimum requirement.

Bagi saya, it’s not a big deal. Dengan utak-atik sedikit seperti upgrade RAM, perkara glitch akan sembuh dengan sendirinya. Pokoknya, ketika bisa memenuhi minimal spesifikasi yang diminta oleh game, kita bisa memainkan FIFA dengan lancar.

Meski harus membayar untuk membeli gamenya, saya rasa, EA tak akan kesulitan memasarkan FIFA22. Apalagi kalau lawannya “cuma” sekelas eFootball, yang notabene adalah free to play game alias gretongan. Saya, sih, kalau sama-sama gratis, ya mending install emulator di laptop dan main Winning Eleven (WE) PS1.

Iya, kualitas grafis WE memang ala kadarnya. Tapi kan sudah sesuai dengan spesifikasi untuk main di PS1. Meski muka Roberto Carlos kayak pixel art, seenggaknya masih mending kita bisa bahagia memainkan WE demi nostalgia masa kecil dan hasrat memainkan kembali Roberto Carlos yang normalnya seorang bek kiri, tapi biasa dipasang jadi striker tengah itu.

Kalau ada dua pilihan gratis antara WE dan eFootball, saran saya, sudahi galaumu, install emulator-mu, dan pilihlah Winning Eleven. Jangan buang waktumu untuk mencoba eFootball sebab hidup cuma sekali, kenapa kalian bikin ruwet buat mangkel sama game bosok?

BACA JUGA 4 Aturan Tak Tertulis ketika Bermain Winning Eleven dan ulasan game lainnya di rubrik KONTER.

Exit mobile version