Tidak ada Tanggal Kadaluarsa untuk Duka, Tapi Kamu akan Baik-baik Saja

Tanya

Dear Mojok dan Tim Pijar,

Halo kak, salam kenal dari mahasiswi tingkat akhir yang tinggal di Bandung. Sebut saja nama saya Yasmin. Sebetulnya, di tulisan ini saya akan lebih banyak bercerita daripada bertanya. Mungkin kakak bisa bantu saya untuk meyakinkan diri saya hehe.

Begini kak, baru beberapa hari ini, saya ditinggalkan seseorang yang saya sayangi. Dia orang baik, tentu bukan saya saja yang merasa kehilangan, tapi banyak orang. Saya baru mengenalnya akhir Desember 2017 lalu, waktu itu kami bertemu di salah satu kegiatan di Bandung. Setelah kegiatan itu, kami jadi lebih dekat sebab saya merasa ‘klik’ sebab kami memiliki rutinitas yang sama: aktif berorganisasi di pers mahasiswa kami masing-masing. Dia tinggal di pulau Sumatera, sehingga kami sudah terbiasa untuk berkontak jarak jauh.

Akhir Juli lalu, kami kembali bertemu. Dia mengikuti salah satu kegiatan di pulau Jawa, dan menyempatkan diri untuk menjenguk saya, dan berkenalan dengan orang tua saya. Hingga dalam tahap itu, dia adalah laki-laki (pertama) yang seserius itu dengan saya. Dia juga laki-laki yang berani saya kenalkan ke teman-teman organisasi saya, sebab selama ini saya dikenal sebagai jomblo menahun yang sering galau sebab sering di PHP-in atau mem-PHPin orang.

Saya bahkan sampai berpikir, kalau bukan dengan dia, saya harus bersama siapa? Tapi, ternyata kehidupan memang penuh kejutan. Saya merasa sedang hidup di kisah novel atau film. Dua minggu setelah mengunjungi saya, dia pergi dengan tiba-tiba, bukan karena sakit atau kecelakaan. Tuhan, mengambil apa yang memang milik-Nya. Padahal, baru pagi hari kami saling berbalas pesan. Pukul 11.00 WIB saya ditelfon oleh rekannya yang mengabarkan bahwa dia sudah pergi untuk selama-lamanya.

Tentu itu kabar duka, bukan hanya bagi saya tapi keluarga saya, orang-orang yang mengasihinya bahkan orang yang baru mengenalnya lewat kabar duka itu. Untuk satu hari itu, saya memang merasa benar-benar kosong. Malah, saya merasa dia hanya belum membalas pesan WhatsApp saya, bukan pergi untuk selama-lamanya.

Keluarga, sahabat saya, sahabatnya, serta orang-orang baik terus menguatkan saya. Sebetulnya, saya juga merasa hidup saya akan baik-baik saja. Toh, sebelum mengenal dia pun, saya memang kategori jomblo menahun dan sudah terbiasa sendiri kemana-mana. Saya dan dia juga sudah terbiasa berjarak. Tetapi tetap saja rasanya berbeda. Kadang, saat saya tidak memikirkannya, sedang bercanda dengan sahabat-sahabat saya, justru tiba-tiba saja dia hadir di pikiran saya.

Memori-memori waktu kami bersama, juga rutinitas harian kami, seperti potongan-potongan film yang diputar oleh otak saya terus menerus. Katanya, saya harus sering mencari kesibukan. Pun, menulis salah satu yang saya pilih. Sebelumnya, saya juga suka pergi ke event gratis, berdiskusi dengan teman-teman, berorganisasi, lalu pulang ke rumah saat menjelang malam. Saya tentunya akan melakukan aktivitas itu seperti biasanya.

Kak, tapi tetap saja saya merasa ada hal yang selepas dia benar-benar tidak lagi di dunia yang sedang saya pijak, saya merasa kosong ketika saya berkendara. Jauh lebih kosong dari sebelumnya. Banyak yang bilang, hidup masih panjang dan harus tetap dijalani. Ya, saya juga mengamini itu. Banyak rencana dan hal yang tadinya sudah kami rencanakan, pada akhirnya hanya menjadi rencana saya.

Pertanyaan saya akhirnya hanya berupa upaya untuk meyakinkan diri sendiri: “Apakah benar saya akan baik-baik saja?”

Jawab

Hi Yasmin, terima kasih telah berbagi kisahmu kepada Mojok dan Pijar Psikologi.

Rasanya pasti tak terdeskripsikan ya, ditinggal orang baik yang baru saja mengisi hidupmu. Orang baik yang baru kali ini dengan yakin bisa kamu ceritakan ke temanmu dan orang tuamu. Namun, tiba-tiba dia menghilang. Tanpa kabar dan pesan yang ditinggalkan.

Saat ini, mungkin memang tak banyak yang bisa Yasmin lakukan selain menerima duka atas kepergiannya. Duka adalah respons alamiah kita akan kehilangan. Izinkan dirimu berduka untuk menghargai memorimu tentangnya. Izinkan dirimu berduka mengenai kebaikan dan keramahannya.

Tak perlu kamu merasa lemah karena berduka. Jangan juga diabaikan duka itu. Mengabaikan duka artinya membohongi dirimu sendiri. Semakin kamu mengabaikan, apalagi menolak duka itu. Semakin lama duka itu bersemayam dalam dirimu.

Selain itu, Yasmin perlu ingat, =. Setiap orang membutuhkan waktu yang berbeda untuk berduka. Tidak perlu diburu-buru. Izinkan duka itu selesai dengan sendirinya. Menangis dan merasa kosong bukan pertanda kamu lemah, tetapi pertanda bahwa kamu manusia yang mempunyai hati dan rasa.

Akan ada saat-saat susah konsentrasi, hilang nafsu makan, dan lainnya. Hal itu wajar. Namun jangan lupa, pelan-pelan cobalah bangkit dan menjadi Yasmin yang semakin positif dari hari ke hari.

Yakinlah bahwa dirimu akan baik-baik saja. Jika Yasmin mengetuk pintu setiap rumah dan bertanya “apakah keluarga ini pernah sedih karena kehilangan orang yang dicintai?” Jawabannya pasti sudah. Entah itu ditinggal orang tua, kakek-nenek, teman, mantan dan siapapun.

Karena setiap dari kita pernah merasakan ditinggal dan merasakan perpisahan. Setiap dari kita juga menemukan jalan untuk menjadi “baik-baik saja”. Namun, jika kamu merasa duka itu mulai menyita waktumu terlalu lama. Mungkin ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan.

 1. Beri Waktu Spesifik untuk Berduka

Jika duka itu terlalu lama mengalihkan perhatian dari hal-hal yang seharusnya kamu kerjakan, cobalah mulai beri waktu untuk berduka. Misal, di pagi hari ketika hening dan di sore hari ketika suasana sedang tenang. Berdukalah untuknya, Rasakan kosong dalam hatimu. Tutuplah dukamu dengan doa agar dia baik-baik saja di “sana”. Tutuplah dukamu dengan doa agar kamu baik-baik saja di sini. Sisanya, jalanilah aktivitasmu seperti sebagaimana mestinya

2. Menulis Diary

Coba tuliskan perasaan serta apa yang terjadi padamu setiap harinya pada sebuah diary. Kenali dan tuliskan seberapa besar rasa duka yang muncul serta ada atau tidaknya kejadian menyenangkan pada hari itu. Dengan terbiasa menuliskan itu, perlahan kamu menyadari bahwa ada hal menyenangkan yang senantiasa datang dalam hidupmu. Kamu juga akan lebih memerhatikan hal baik yang hadir dalam hidupmu. Meskipun bayang-bayang dia bisa hadir kapanpun, kamu sudah lebih kuat untuk menghadapi dan melihat bahwa hidupmu tidak hanya diselimuti oleh rasa kehilangan.

3. Tuliskan Surat

Di dalam waktu berduka, kadang isi pikiran kita terlalu penuh. Sesak dengan segala memori tentangnya. Otak kita mampu mengingat setiap detail gerakannya, kata-katanya, bahasa matanya. Jika rasanya terlalu penuh dan kompleks, ambilah secarik kertas dan tuangkan semua isi hati dan pikiranmu pada kertas itu. Buatlah dalam bentuk gambar, puisi, atau kata-kata yang sembarang kamu taruh di sudut-sudut kertas.

4. “Berbicaralah” padanya

Jika itu menulis masih tak cukup. “berbicaralah” kepadanya.

Pejamkan matamu dan bayangkan ia ada di dekatmu atau di sekitarmu. Sampaikan perasaanmu, isi hatimu. tumpahkan amarahmu dan katakan rindumu. Ekspresikan dirimu dan jujurlah terkait segala rasa yang melingkupi dirimu semenjak ditinggal pergi olehnya.

Sampaikanlah padanya semua perasaanmu dan tutuplah dengan ucapan terima kasih karena ia pernah singgah di hidupmu. Memberi warna baru dan mengajarkanmu pembelajaran berharga di hidup ini.  Ucapkanlah terima kasih bahwa karenanyalah kamu yakin akan bisa bertemu orang baik lagi suatu saat nanti. Kamu yakin bahwa suatu hari nanti akan ada lagi orang baik yang akan hadir di kehidupanmu.

5. Lakukan Hal Baik yang Biasa Dia Lakukan

Berduka bisa kita lakukan dengan cara yang sehat. Kenanglah dia dengan melakukan hal-hal baik yang biasa dia lakukan. Teruskanlah legacy­-nya di dunia ini. Jadilah perpanjangan tangannya dalam berbuat baik. Dengan begitu, kamu akan merasa lebih baik juga dalam hidupmu karena seolah-olah ada kehadirannya dalam melanjutkan kebaikan yang dia lakukan. Orang terdekatnya pun turut merasakan kebaikan yang pernah dia lakukan.

6. Karena Rindu Tak Pernah Usai

Duka dapat menjadi luka, namun bukan berarti membiarkan diri terus terluka. Rindu terhadap seseorang yang telah hilang dalam hidup kita pun akan terus hadir tanpa kita minta. Ingatlah, kita juga manusia yang punya sisi lemah di dalamnya. Sebesar apapun orang lain menguatkan, kita juga meyakinkan bahwa kita akan baik-baik saja, semua itu akan goyah saat rindu datang.

Karena pada akhirnya, kita hanya bisa merasakan rindu. Tanpa benar-benar merasakan kembali sosoknya betul-betul hadir dalam hidup kita. Tapi tidak apa-apa. Hidup kita akan terus berjalan ditemani dengan rasa rindu kita terhadap dirinya.

*Regis Machdy, co-founder Pijar Psikologi

_____________________________________________________________________________

Punya masalah psikologis yang ingin dikonsultasikan? Tim Pijar Psikologi siap menjawab semua keresahan, kegelisahan, dan kebrutalan hidup kalian dengan serius (iya, seriusan)

 

 

 

Exit mobile version