Kenapa “Pulang Pergi” Tidak Ditulis “Pergi Pulang”?

MOJOK.CO Gabungan kata “pulang pergi” menunjukkan sifat bahasa yang arbitrer alias manasuka. Tapi, ia ternyata nggak manasuka-manasuka banget, kok. Penasaran?

“Kenapa disebut ‘pulang pergi’ dan bukannya ‘pergi pulang’, ya?”

Seorang teman bertanya sambil lalu sembari kami memesan tiket perjalanan. Saya termangu sambil berpikir, “Benar juga,” dan menyadari bahwa istilah yang sama dalam bahasa Inggris hanya berupa “round trip”.

Lantas, kenapa round trip ini menjelma menjadi pulang pergi? Kalau memang tidak ada istilah yang sepadan, sebagaimana kata sarapan menggantikan kata breakfast, kenapa urutannya harus pulang dulu, baru pergi???

Dalam bahasa Indonesia, gabungan kata ini tidak sendiri. Kamu pasti pernah mendengar gabungan kata berikut ini, selain pulang pergi:

– turun naik

– keluar masuk

– maju mundur

– tarik ulur

Kalau dipikir-pikir pakai logika, mana ada orang yang turun dulu, baru naik? Mana ada orang yang keluar dulu, baru masuk???

Tapi, jika diperhatikan kembali, contoh berikutnya sebenarnya cukup masuk akal. Pada gabungan kata maju mundur cantik, misalnya, tentu kita sepakat bahwa seseorang harus maju dulu, baru mundur. Di gabungan kata tarik ulur pun demikian; kita bisa tarik dulu selembar tali, sebelum akhirnya kita ulur—persis seperti taktik dalam mendekati gebetan.

Lantas, kenapa ada gabungan kata yang urutannya logis, sementara yang tidak logis juga tersebar dengan bebas?

Perpaduan gabungan kata yang bertentangan (oksimoron) ini ternyata bisa kita jadikan bukti bahwa bahasa memiliki sifat tak terduga. Saya pernah menuliskan bahwa salah satu sifat bahasa adalah konsisten dengan ketidakkonsistenannya. Pada kasus ini, saya rasa kita bisa sepakat bahwa sifat bahasa manusia ternyata adalah arbitrer, alias manasuka, alias suka-suka kita, alias sebodo amat apa katamu~

Contoh gabungan kata lain yang muncul dalam bahasa Indonesia dan bersifat arbitrer bisa kita lihat pada daftar berikut:

– suami istri

– pria wanita

– tua muda

– besar kecil

Perhatikan bagaimana kata suami, pria, tua, dan besar dituliskan terlebih dulu, seakan-akan begitulah peraturan tak tertulis dalam bahasa Indonesia. Nyatanya, hal ini memang cukup menjadi kelejasan (transparan) dalam bahasa kita bahwa pria dan kesenioran lazim didahulukan.

Sampai di sini, jelas ya; ada gabungan kata yang terkesan ‘sistematis’, ada pula yang manasuka dan bikin kita berkerut-kerut.

Tapi, tetap saja, teman saya di awal tulisan ini masih bertanya-tanya kenapa ke-manasuka-an tadi tidak meletakkan kata pulang di belakang kata pergi. Toh, lebih mudah membuat gabungan kata yang logis daripada tidak, katanya.

Padahal, menurut beberapa sumber, kata pulang pergi dan keluar masuk tidak manasuka-manasuka amat karena mereka diciptakan dengan tingkat logis dari perspektif berbeda. Pada kata keluar masuk, misalnya, kata keluar dituliskan terlebih dulu karena menempatkan urutan kronologis di mana pelakunya berada di dalam rumah. Jadi, si pelaku harus keluar rumah dulu, kan, sebelum bisa masuk lagi?

Pada kata pulang pergi, kelejasan bahasanya dilihat dari sisi psikologis. Meski ada beberapa pihak yang tetap menggunakan kata pergi pulang karena tak setuju dengan urutan gabungan kata ini, ternyata ada penjelasan yang tak kalah penting disimak dari sudut pandang ini. Konon, secara naluriah, manusia manapun lebih ingin sampai di rumah daripada bepergian tak tentu arah.

Itu sebabnya, kata pulang pergi lebih banyak diterima karena kebanyakan dari kita tentu ingin pulang cepat-cepat, baik pulang ke rumah maupun pulang ke hati yang merengkuh kita dalam hangatnya cinta.

Eaaaaa~

Exit mobile version