Wacana Pemutaran Film Pengkhianatan G30S/PKI, dari Kantor Militer, Pesantren, Sampai Mall

Film “Pengkhianatan G30S/PKI” boleh jadi merupakan salah satu film paling membosankan bagi banyak orang Indonesia. Tentu bukan soal jalan cerita pada filmnya, namun lebih karena seringnya ia diputar dan ditonton hampir setiap tahun, utamanya di masa pengakhiran bulan September. Ia tak ubahnya seperti film “Ayat-Ayat Cinta” saat Idulfitri, atau film “Home Alone” saat hari Natal.

Pasca reformasi, film Pengkhianatan G30S/PKI (selanjutnya disebut film G30S/PKI saja) perlahan mulai kehilangan otoritasnya sebagai sebuah film wajib. Kebebasan dan keterbukaan akses informasi pasca reformasi memang membuka banyak fakta baru, termasuk tentang peristiwa 30 September.

Banyak adegan dalam film G30S/PKI yang dianggap tidak relevan dan tidak lagi sesuai dengan fakta dan kenyataan yang ada. Bahkan, Jajang C. Noer, istri dari Sutradara film G30S/PKI Arifin C. Noer pun mengakui bahwa film besutan suaminya itu minim data.

Kendati demikian, wacana tentang pemutaran film G30S/PKI ternyata masih saja terus menggelora. Ia menjadi semacam senjata ampuh untuk menggambarkan atau sekadar “mengingatkan” kepada masyarakat akan kebiadaban PKI. Partai yang sudah musnah sejak lama namun selalu ditakuti kebangkitannya itu.

Maka, tak heran jika kemudian wacana tentang pemutaran bareng film G30S/PKI selalu bisa menjadi bahan pembicaraan yang hangat di sosial media. Perdebatan tentangnya pun hampir selalu ramai.

Setiap tahun, selalu ada pihak yang menentang pemutaran dan nonton film G30S/PKI, jumlah mereka tak sedikit. Namun, jauh lebih banyak yang mendukung dan menyarankan pemutaran film ini.

Nah, di tahun ini, ada beberapa tokoh pendukung film G30S/PKI yang cukup menyita perhatian. Salah satunya tentu saja adalah Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo.

Gatot Nurmantyo dengan blak-blakan menantang Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal TNI Mulyono untuk mengadakan acara nobar film G30S/PKI. Tak tanggung-tanggung, Gatot bahkan sampai menyuruh KSAD untuk pulang kampung saja kalau tak berani menggeral nobar film G30S/PKI.

“Kalau KSAD tidak berani memerintahkan nonton bareng film G-30S/PKI, bagaimana mau mimpin prajurit pemberani dan  jagoan-kagoan seperti Kostrad, Kopassus, dan semua prajurit TNI AD. Kok KSAD-nya penakut… Ya sudah pantas lepas pangkat. Ingat! Tidak ada hukuman mati untuk perintah nonton bareng, paling copot jabatan, bukan copot nyawa. Kalau takut, pulang kampung saja. Karena kasihan nanti prajuritnya nanti disamakan dengan pemimpinnya penakut. Kan bisa menjatuhkan harga diri prajurit TNI AD yang terkenal di dunia pemberani plus super nekat,” begitu kata Gatot melalui akun Twitternya.

Sosok lain yang tak kalah kontroversial dalam menunjukkan dukungannya terhadap film G30S/PKI adalah Habib Rizieq Shihag. Sosok pemimpin Front Pembela Islam ini, melalui sebuah poster digital menyerukan kepada masyarakat untuk menonton film G30S/PKI.

“Ayo nonton bareng film Pengkhianatan G30S/PKI setiap tanggal 30 September,” kata Habib Rizieq. “Kumpul di rumah, majelis, madrasah, pesantren, kantor, gedung pertemuan, lapangan terbuka, alun-alun, hotel, restoran dan sebagainya. Ayo ganyang PKI!! Diserukan semua TV untuk menayangkan Film G30S/PKI agar generasi muda paham bahaya PKI.”

Nah, selain Gatot Nurmantyo dan Habib Rizieq, sosok lain yang juga cukup menyita perhatian atas dukungannya terhadap pemutaran film G30S/PKI adalah Din Syamsuddin. Tokoh Muhammadiyah ini menyambut baik wacana pemutaran dan nonton bareng.

Jika habib Rizieq menyerukan pemutaran film G30S/PKI di madrasah, pesantren, kantor, dan juga gedung-gedung pertemuan, maka Din Syamsuddin jauh lebih “spartan” lagi. Ia menyebut pemutaran film G30S/PKI kalau perlu dilakukan di mall-mall atau pusat perbelanjaan.

“Film G30S PKI itu sangat penting ditonton untuk generasi baru yang jelas tidak mengalami dan berjarak jauh dari peristiwa kita,” ujar Din Syamsuddin. “Maka sangat bagus sekali kalau ditayangkan baik di televisi, di tempat umum, bahkan bila perlu di mall-mall.”

Gimana? Kurang dahsyat apalagi coba? Memutar film tentang “Pengkhianatan” Partai Komunis di tempat yang menjadi simbol kapitalis.

Mantap. Wacana nonton bareng film G30S/PKI benar-benar menunjukkan tanda-tanda yang sangat agresif, dari yang tadinya sebatas di institusi militer, kemudian merembet ke madrasah dan juga pesantren, sampai akhirnya ke mall-mall dan tempat perbelanjaan.

Dengan melihat perkembangan yang sangat menggeliat ini, kelihatannya dalam dua tahun depan, film G30S/PKI bakal ditayangkan sebagai iklan Youtube yang tidak bisa di-skip.

Wahai rakyat Indonesia, bersiaplah. Bersiaplah. (A/M)

Exit mobile version