Sejumlah Elitenya Mundur, Bagaimana Nasib Partai Ummat?

Partai Ummat besutan Amien Rais sedang diterpa isu tak sedap. Sejumlah pengurusnya beramai-ramai dikabarkan mengundurkan diri.

Isu ini terendus pertama kali ketika Waketum Partai Ummat, Agung Mozin yang juga loyalis Amies Rais di PAN mengundurkan diri pada akhir Agustus lalu. Agung Mozin menyampaikan surat pengunduran dirinya kepada Ketua Majelis Syuro Amien Rais. Surat itu juga ditembuskan kepada Ridho Rahmadi, Ketum Partai Ummat yang juga menantu Amien Rais. Surat yang sama kemudian dibagikan kepada wartawan.

“Atas nama pribadi yang diamanahkan sebagai Wakil Ketua Umum Partai Ummat, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan tak terhingga kepada segenap pihak, khususnya para sahabat pengurus, anggota, dan simpatisan Partai Ummat, yang telah bekerja keras hingga terbitnya Pengesahan Badan Hukum Partai Ummat tersebut. Teriring doa Allah SWT memberkahi ikhtiar dan ibadah kita, aamiin,” ucap Agung Mozin dalam surat pengunduran dirinya.

“Selanjutnya memperhatikan dengan saksama dinamika internal partai, sekat-sekat informasi dan komunikasi elitis yang tidak mengedepankan akhlakulkarimah, seraya mempertimbangkan beragam informasi dan aspirasi para sahabat Partai Ummat di berbagai daerah, termasuk sahabat-sahabat aktivis demokrasi yang istiqomah konsisten-konsekuen melawan feodalisme dan dinasti politik, dengan ini saya Agung Mozin menyatakan berhenti sebagai pengurus dan anggota Partai Ummat sebagai bentuk pertanggungjawaban etika dan moral.”

Tak berselang lama pasca pengunduran diri Agung Mozin, Neno Warisman juga ikut mengundurkan diri sebagai Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Ummat. Mundurnya Neno Warisman dari Partai Ummat tentu saja mengagetkan karena Neno selama ini juga dikenal dekat dengan Amien Rais.

Mundurnya Neno dikonfirmasi oleh Sekretaris Majelis Syuro Partai Ummat Ansufri Idrus Sambo. Kepada Detik.com Ustaz Sambo menjelaskan bahwa Neno Warisman saat ini ingin fokus mengurus anaknya yang berada di Turki. “Kemarin, ya dia kirim WA ke kita, kirim surat mundur karena mau fokus ngurus anaknya di Turki. Karena tidak bisa aktif, jadi khawatir tidak bisa aktif, fokus ngurus anaknya, jadi mundur,” kata Ustaz Sambo.

Tak hanya itu, setelah dua elitenya mundur, beberapa pengurus daerah juga ikut mundur. Terbaru, Ketua DPD Partai Ummat Cirebon Diyanto, Wakil Ketua DPD Partai Ummat Kota Depok Syahrial Chan, dan Sekretaris Umum DPD Partai Ummat Bengkulu Uwoh Pramijaya mengundurkan diri. Surat pengunduran sejumlah pengurus daerah itu dibagikan Mantan Wakil Ketua Umum Agung Mozin.

“Dengan ini saya sampaikan pengunduran diri saya karena kesibukan saya di unit usaha kerja, sebagai Ketua DPP Partai Ummat Kota Cirebon sekaligus sebagai pengurus,” tulis surat pengunduran diri yang diteken Ketua DPD Partai Ummat Cirebon Diyanto dan ditujukan ke Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi seperti yang dikutip dari Sindonews.com.

Menakar Kiprah Partai Ummat

Amien Rais. Mojok.co.

Wasisto Raharjo Jati, pakar politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), punya analisa sendiri atas peristiwa mundurnya beberapa elite Partai Ummat. Pertama, aksi eksodus yang dilakukan oleh pengurus Partai Ummat menunjukkan ada semacam tendensi dinasti di dalam pembentukan Partai Ummat. Artinya Amien Rais berusaha membuat Partai Ummat ini menjadi semacam partai personal.

“Hal itu yang memicu elite-elite lain kurang sepakat dengan langkah ini apalagi ketua umumnya masih menantunya Amien Rais yang itu mekanismenya (pemilihannya) secara aklamasi elitis daripada musyawarah mufakat,” ucap Wasis saat berbicang dengan Mojok via telepon, Rabu (6/10).

Faktor kedua menurut Wasis adalah soal pudarnya karisma Amien Rais. Jika kita lihat eksistensi Amien Rais dalam kancah politik hanya bergulir jika ada benturan muslim versus non-muslim. Di luar itu eksistensi Amien Rais jarang muncul. Apalagi kalau menyambung Partai Ummat ini butuh yang namanya rekognisi dan eksistensi jangka panjang.

“Kalau misalnya fungsionarisnya saja hanya dikenal ketika ada isu tertentu maka itu bisa berdampak pada popularitas partai ini yang naik pada isu tertentu saja. Itu tidak cukup kuat untuk menarik elektabilitas bagi para pemilih muslim itu sendiri,” katanya.

Selain itu, dari kasus ini juga bisa dilihat bahwa Agung Mozin dan Neno Warisman yang notabene loyal pada Amien Rais kini bisa pecah kongsi. Menurut Wasis ini menunjukkan loyalitas yang dibangun oleh kedua elite tersebut hanya sebatas militansi. Militansi ini belum tentu itu berdampak panjang karena yang namanya militansi sifatnya hanya jangka pendek. Oleh karena itu ketika Amien Rais membentuk Partai Ummat yang konon katanya mempersatukan umat islam tapi justru praktiknya belum seperti itu membuat relasi dekatnya pindah ke lain hati.

“Sebenarnya partai yang mengklaim sebagai rumah besar umat muslim kan tidak hanya Partai Ummat. Maksud saya dulu ada partai idaman, partai bulan bintang. Justru narasi-narasi ini dibangun oleh kalangan muslim urban dan muslim reformis. Hanya saja ketika itu ditransformasikan dalam bentuk partai kekuatannya cenderung mengendur. Karena narasi yang mengandung unsur agama itu kadang berbenturan dengan realita yang ada,”

“Maksudnya itu hanya berlaku di geografis daerah yang memang kantung pemilih konservatif seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Tetapi itu belum tentu bisa menjangkau seluruh Indonesia apalagi bagian timur yang kita tahu mayoritas non-muslim.”

Faktor lainnya menurut Wasis yang memprediksi partai ini nantinya agak kurang laku adalah sosok dari Amien Rais itu sendiri. Amien Rais dikenal seperti free rider politik. Ia hanya naik sebagai politisi ketika momen-momen krusial. Semisal ketika dulu menjadi Ketua MPR itu karena ia menjadi salah satu tokoh Cipayung yang menginisiasi pertemuan lintas tokoh, setelahnya tidak ada lagi.

“Saya pikir faktor-faktor itu yang membuat publik agak apatis dengan kehadiran partai ini. Apalagi pentolan 212 setelah isu Ahok tidak ada lagi isu yang membuat kelompok ini kembali terlebih setelah Prabowo masuk ke pemerintahan,” pungkas Wasis.

BACA JUGA Nama Pejabat Indonesia di Pandora Papers dan artikel Kilas lainnya. 

 

 

Exit mobile version