Sebagai sebuah partai baru, PSI atau Partai Solidaritas Indonesia begitu gencar bermanuver. Maklum saja, sebagai sebuah partai baru, PSI memang harus menyeruak tampil ke permukaan dengan berbagai gebrakan-gebrakan politis yang punya daya tarik bagi masyarakat.
Namun, manuver sporadis yang dilakukan oleh PSI ini pada titik tertentu ternyata bukan hanya bisa mendatangkan popularitas, namun juga bisa mendatangkan panggilan Bawaslu (yang ini termasuk mendatangkan popularitas juga, sih).
Baberapa waktu yang lalu, Bawaslu memang resmi memanggil Partai Solidaritas Indonesia atas dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal melalui media cetak.
“Ada dugaan pelanggaran yang dilakukan PSI, khususnya masalah penanyangan iklan yang (berisi susunan) kabinet. Ini sudah dipantau teman-teman. Jadi, ini temuan dan akan diperdalam,” kata anggota Bawaslu Rahmat Bagja.
Menurut Bagja, PSI diketahui memang mengisi slot konten di beberapa media cetak. Dalam konten tersebut tercantum logo serta nomor urut yang menggambarkan jelas citra PSI. Hal tersebutlah yang dipermasalahkan oleh Bawaslu sebab logo serta nomor urut PSI terpampang jelas dan bisa diindikasikan sebagai bagian dari kampanye.
Hal tersebut tentu saja tidak diperbolehkan, bisa dikategorikan sebagai “curi start”, sebab menurut aturan, masa kampanye pemilu memang baru akan berlangsung mulai 23 September 2018 sampai 13 April 2019.
Terkait dengan pemanggilan ini, ketua umum PSI Grace Natalie mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh pihaknya bukanlah kampanye, melainkan pemberitahuan informasi kepada masyarakat terkait poling cawapres dan menteri yang memang sedang diadakan oleh PSI.
“Itu sebenarnya pemberitahuan saja bahwa kami sedang polling. Pollingnya sendiri ada websitenya. Jadi secara elektronik, nanti masyarakat mengisi di website. Kalau tidak diberitakan kan orang tidak tahu bahwa sedang ada poling,” kata Grace.
Seperti diketahui, PSI memang sedang mengadakan polling terkait cawapres dan susunan kabinet Joko Widodo (Jokowi) periode 2019-2024.
Yah, mungkin PSI memang sedang mencoba mengejawantahkan jargon kampanye yang dulu pernah diusung oleh Pak JK: “Lebih cepat lebih baik,” atau Partai Gerinda: “Kalau bukan sekarang, kapan lagi?”
Siapa tahu.