Merapi Masih Siaga, tapi Aman untuk Wisata

gunung merapi mojok.co

Gunung Merapi. (IG @bpptkg)

MOJOK.CO – Gunung Merapi masih berada di masa fase erupsi. Namun potensi terjadinya erupsi berupa letusan besar amat kecil. Di luar area potensi bahaya, Merapi aman dikunjungi untuk wisata di musim libur Lebaran kali ini.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida dalam siaran informasi ‘Aktivitas Merapi Terkini’ oleh BPPTKG secara virtual, Jumat (29/4).

“Jadi di luar area potensi bahaya, Merapi aman. Silakan untuk datang ke Merapi, tetapi tetap di dalam area yang sudah kami tetapkan, di luar area potensi bahaya hingga 5 kilometer. Apalagi ke Jogja (jarak dari Merapi ke kota) jauh sekali. Silakan datang ke Jogja,” tutur Hanik.

Merapi masih berstatus siaga sejak 5 November 2020. Hanik mengakui periode erupsi ini cukup lama. Namun ia tidak dapat memprediksi berakhirnya fase ini.

“Fase erupsi ini cukup lama sehingga kami ingin update terus dan supaya tidak bosan menghadapi merapi. Kewaspadaan harus terus dilakukan,” ujarnya.

Hanik menyatakan aktivitas Merapi masih naik turun dengan kecenderungan intensitas yang tinggi, yakni mencapai 100 kejadian tiap hari. Seperti luncuran awan panas dan lava pijar yang masih terjadi dan dominan ke arah barat daya, yakni ke Kali Boyong dan Bebeng.

Namun begitu, potensi luncuran ke arah tenggara, seperti ke Kali Gendol, juga ada. Hal ini sesuai bukaan kawah yang mengarah ke tenggara. “Terakhir awan panas yang terjadi juga ke arah tenggara. Jarak luncuran ke tenggara ini bahkan paling jauh,” ujarnya.

Potensi bahaya awan panas ini ke arah barat daya ke Kali Boyong sejauh 5 kilometer dan ke Kali Bedog, Krasak, Bebeng hingga 7 kilometer. Sementara ke arah tenggara ke Kali Gendol 5 kilometer dan Kali Woro 3 kilometer.

Selain itu, Hanik menjelaskan, migrasi magma dari dalam gunung menuju permukaan juga terus berlangsung. BPPTKG mendeteksi tiga kali fase intrusi-ekstrusi ini.

Pertama, pada Oktober 2020 –Januari 2021, sebagai fase erupsi efusif atau lelehan yang ditandai aktivitas vulkanik dangkal hingga muncul kubah lava pada 4 jan 2021. Kedua, fase April–Agustus 2021 saat terjadinya migrasi magma ke permukaan yang diikuti rangkaian APG (awan panas guguran) pada 10 Agustus ke Kali Bebeng.

Ketiga, fase September 2021 – Maret 2022 yakni dimulainya lagi intrusi magma menuju permukaan yang diikuti APG pada 9-10 Maret yang mengarah ke Kali Gendol.

“Dari Maret sampai saat ini indikasi migrasi magma ke permukaan juga masih ada. ini ditandai kegempaan internal dan deformasi yang masih terjadi. Walau datanya tidak signifikan,” paparnya.

Kendati demikian, potensi terjadinya eksplosif atau letusan besar terbilang kecil. Yang lebih mungkin terjadinya eksplosif kecil dengan radius luncuran 3 kilometer.

“Sampai kapan (migrasi magma) berhenti kami tidak bisa memastikan. Ini kondisi alam, tidak tahu berhentinya kapan. Magma akan terus mengalir setelah (jalurnya) kosong,” ujarnya.

Hanik juga membantah informasi bertambahnya kubah lava. Hingga kini hanya ada dua kubah lava yakni di barat daya dengan volume 1,6 juta meter kubik dan kubah lava tengah 2,5 juta meter kubik. “Yang diduga kubah lava baru itu tumpukan material,” katanya.

Hanik juga meminta untuk mewaspadai terjadinya hujan di puncak Merapi, mengingat BMKG memprediksi hujan akan turun hingga awal Juni. “Hujan bisa memicu banjir lahar dan ketidakstabilan kubah, terutama longsornya kubah barat daya. Masyarakat agar tidak beraktvitas sungai di wilayah rawan bencana,” imbaunya.

Sebelumnya kesiapsiagaan warga sekitar Merapi diapresiasi secara nasional karena menjadi lokasi puncak Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB), Selasa (26/4) lalu. Kawasan Merapi dipilih karena warga setempat paham langkah dan konsep jika terjadi bencana.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Suharyanto, menyatakan, pengalaman bertahun-tahun warga yang tinggal harmonis di kaki Merapi membentuk kearifan lokal, seperti dibuatnya pengungsian ternak.

“Masyarakat sudah paham langkah-langkah yang harus dilakukan apabila Merapi mengalami erupsi.  Ini dapat menjadi contoh daerah lain, khususnya bagi warga yang tinggal di kawasan gunung  berapi,” tutur dia.

Reporter: Arif Hernawan
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Minta Jangan ‘Digoreng’, Muhammadiyah Tentukan 1 Syawal Jatuh Pada 2 Mei 2022 dan kabar terbaru lainnya di KILAS.

Exit mobile version