Jogja Jadi Salah Satu Supermarket Bencana, Pemda DIY Kaji Asuransi Bencana Alam

Jogja Jadi Salah Satu Supermarket Bencana, Pemda DIY Kaji Asuransi Bencana Alam. MOJOK.CO

Kepala BPKA DIY, Wiyos Santosa menyampaikan tentang asuransi kebencanaan alam di Yogyakarta, Senin (10/07/2023). (Yvesta Ayu/Mojok.co)

MOJOK.COBerada di ring of fire atau lingkaran api Pasifik, Indonesia, termasuk Yogyakarta menjadi kawasan yang langganan bencana alam. Bahkan negara ini mendapatkan predikat supermarket bencana karena saking banyaknya bencana yang terjadi.

Contohnya di Yogyakarta, gempa bumi Bantul yang terjadi pada 30 Juni 2023 lalu mengakibatkan sebanyak 143 titik dari 16 kapanewon di Kabupaten Bantul mengalami kerusakan. Sedangkan di Gunungkidul, sebanyak 166 rumah dan fasilitas publik rusak terdampak gempa bumi dan tujuh orang terluka. Kerugian di Bantul mencapai Rp127.665.000. 

Tingginya biaya penanganan bencana alam ini dirasakan menjadi beban dan sangat memberatkan. Karenanya Pemda DIY mewacanakan adanya asuransi kebencanaan. 

“Asuransi kebencanaan ini hal baru, karena Indonesia banyak terjadi bencana alam. Kita harapkan bagaimana bencana alam tak jadi beban pemda maupun pemerintah tapi bisa terkover asuransi,” papar Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY, Wiyos Santosa dalam  Seminar on Disaster Risk Financing and Insurance and Adaptive Social Protection Implementation in Indonesia di Yogyakarta, Senin (10/07/2023).

Hanya manfaatkan APBD/APBN

Wiyos menyebutkan, selama ini penanganan kebencanaan di Yogyakarta hanya memanfaatkan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) ataupun APBD. Dalam kasus gempa bumi di Bantul misalnya, Pemda DIY harus mengeluarkan APBD untuk merehab bangunan rusak tembok SMAN 7 Yogyakarta yang hampir roboh.

Selain APBD/APBN, tidak ada ada bantuan dari pihak lain dalam penanganan bencana alam. Karenanya munculnya wacana asuransi kebencanaan tersebut perlu respon sesegera mungkin oleh ekosistem asuransi di Indonesia. Dengan demikian bencana alam tidak hanya menjadi beban pemerintah pusat maupun daerah.

Sebab selama ini belum ada klausul asuransi yang akibat bencana alam. Aturan yang ada baru bencana seperti kebakaran atau kerusakan akibat huru-hara. Di sisi lain masih banyak daerah yang belum memiliki kesadaran akan asuransi kebencanaan alam.

“Ekosistem asuransi di Indonesia bisa menangkap atau tidak, ini yang juga kita tunggu. Gedung pemerintah sudah kita asuransikan tapi belum untuk kebencanaan karena belum ada. Premi mungkin akan naik tapi kalau ada bencana bisa terkover, ini yang penting. Kalau kita asuransikan kan bisa biaya dari pihak asuransi. Nah apakah perusahaan asuransi berani membuka klausul kebencanaan atau tidak,” tandasnya.

Konsep premi asuransi bencana perlu dikaji

Wiyos menambahkan, konsep premi asuransi bencana alam perlu kajian. Hal ini penting agar Pemda maupun pihak asuransi bisa saling berbagi dalam penanganan bencana. 

Masyarakat pun bisa ikut serta dalam sistem tersebut. Namun, apakah ke depan perlu meminta masyarakat membayar premi asuransi bencana alam secara mandiri, Pemda belum memiliki gambaran.

“Polanya seperti apa belum tahu, masyarakat bisa saja ikut mandiri, tapi dampak dari infrastruktur daerah kan tinggi sekali seperti gempa 2006 yang mencapai kerugian triliunan tapi tidak ada yang mengkover karena kita belum mengenal asuransi kebencanaan,” ungkapnya.

Susun strategi pembiayaan

Sementara, Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementrian Keuangan RI, Parjiono mengungkapkan BNPB mencatat lebih dari 300 ribu unit rusak akibat bencana di Indonesia yang mengakibatkan kerugian besar di sektor ekonomi. Contohnya bencana di Palu, Cianjur dan lainnya mengakibatkan 10 juta orang mengungsi dengan kerugian ekonomi mencapai Rp100 triliun.

“Pemerintah lantas menyusun strategi pembiayaan dampak kebencanaan dengan tujuan meningkatkan kemampuan pembiayaan dan membangun resiliensi ekonomi,” jelasnya.

Melalui inisiasi pembiayaan resiko kebencanaan, lanjut Parjiono maka Indonesia berusaha meningkatkan pemahaman baik di level nasional maupun kawasan ASEAN terkait penanganan bencana alam.

Parjiono menuturkan selama ini Indonesia telah menyusun Strategi Pendanaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) atau “Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI)” yang memberi peluang pemerintah untuk mengatur strategi pendanaan risiko bencana melalui APBN/APBD.

Strategi itu mendapat pengakuan dari berbagai organisasi internasional sebagai pencapaian yang signifikan untuk memperkuat pendanaan risiko bencana.

“Indonesia merupakan satu dari sedikit negara yang telah memiliki strategi nasional terkait dengan pendanaan dan asuransi risiko bencana,” imbuhnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Kenali 15 Bentuk Penyalahgunaan Anak dalam Politik, Bawa Anak ke Area Kampanye Bisa Dikenai Sanksi

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version