Jadi Provinsi Termiskin di Jawa, Pemda DIY Didesak Fokus Tangani Dua Kabupaten

Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana menyampaikan angka kemiskinan di DIY. (Yvesta Ayu:Mojok.co)

Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana menyampaikan angka kemiskinan di DIY. (Yvesta Ayu/Mojok.co)

MOJOK.COMeski perekonomian mulai tumbuh pasca-pandemi, angka kemiskinan di DIY masih saja tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) DIY baru saja merilis, angka kemiskinan di DIY justru naik di awal tahun dibandingkan periode yang sama pada 2022 lalu. Saat ini DIY jadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa.

BPS mencatat, pada Maret 2022 lalu, angka penduduk miskin sebesar 11,34 persen atau sebanyak 454,76 ribu orang. Sedangkan pada awal tahun ini angka kemiskinan di DIY naik menjadi 11,49 persen atau terdapat sebanyak 463,63 ribu orang.

“Pemda perlu fokus pada penanganan kemiskinan (yang naik) ini,” papar Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana di Yogyakarta, Rabu (18/01/2023).

Penanganan kemiskinan dirasa Huda menjadi program yang mendesak dilakukan. Sebab naiknya angka kemiskinan membuat DIY menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa karena angka kemiskinan di atas rata-rata nasional sebesar 9,57 persen.

Menurutnya, penanganan kemiskinan harus difokuskan pada daerah termiskin di DIY seperti Kulon Progo dan Gunung Kidul. Hal ini penting karena Garis Kemiskinan pada September 2022 tercatat sebesar Rp551.342,00 per kapita per bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp398.363,00 (72,25 persen).

Sedangkan dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp152.979,00 (27,75 persen). Rata-rata rumah tangga miskin di DIY pada September 2022 juga memiliki 4,20 orang anggota rumah tangga. Bila ditinjau secara rumah tangga, maka Garis Kemiskinan Rumah Tangga mencapai Rp2.315.636,00 per rumah tangga per bulan.

“Ini sangat jelas garis kemiskinan makanan mendominasi sebesar 72,25 persen. Sehingga solusinya perlu fokus pada pemenuhan kalori makanan pada warga miskin,” tandasnya.

Tak hanya kedua kabupaten tersebut, lanjut Huda, Pemda perlu memastikan pemenuhan kalori makanan. Kebijakan ini diberlakukan bagi warga miskin yang ekstrem atau sangat miskin.

Hal itu mendesak karena walaupun berbagai bantuan yang diberikan kepada warga miskin, bantuan kalori makanan yang  diberikan baru sekitar 40 persen KK di DIY. Padahal jumlah KK miskin di DIY dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), hanya sekitar 160 ribu KK. Jadi bantuan per makanan yang diberikan sudah dua kali lipat dari DTKS.

“Kalau kita lihat lebih dalam ternyata bantuan tersebut besaran nya haya sekitar Rp200 ribu per KK per bulan, sehingga belum bisa mengangkat warga miskin yang ekstrem ke atas garis kemiskinan,” jelasnya.

Upaya yang berkelanjutan perlu dilakukan agar angka kemiskinan di DIY bisa segera menurun drastis. Namun,  pemanfaatan anggaran Pemda untuk membantu makanan warga miskin ekstrem harus dilakukan dengan mekanisme yang baik. 

“Dengan alokasi ini kita sedang melaksanakan amanat UUD 1945, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara,” tandasnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Pemda DIY Tolak Disebut Provinsi Termiskin, Angka Kebahagiaan Justru Naik 

Exit mobile version