Tiga Saran Menghadapi Dilema Ekonomi karena Pandemi Virus Corona

tips keuangan virus corona MOJOK.CO

MOJOK.COVirus corona melahirkan dilema yang menyusahkan, terutama soal ekonomi. Berikut tiga saran yang mungkin bisa kamu ambil. Syarat dan ketentuan berlaku, lho.

Sahabat Celenger yang kekhawatirannya menghadapi Covid-19 seperti saat melihat tipisnya saldo.

Dunia tengah sibuk dengan peperangan melawan pandemi virus corona.  Makhluk mikroskopis itu tidak hanya mengganggu kesehatan manusia dan memperburuk LDR saja, tetapi secara umum juga mengganggu kegiatan ekonomi global. Perdagangan antar-negara terganggu, proses produksi terhambat, dan akhirnya mengakibatkan ekonomi merosot.

Sadar atau tidak, benih-benih krisis karena pandemi virus corona telah tersemai dengan baik. Apa yang tidak terpikirkan beberapa minggu lalu, kecuali kalian seorang paranormal, bakal terjadi di hari-hari mendatang.

Harga pangan merambat naik karena supply terganggu, ruang gerak semakin terbatas karena tuntutan social distancing. Imbasnya, penghasilan bakal turun. Ya, kecuali kalian ASN yang dijamin negara atau kerja di perusahaan swasta yang tetap membukukan profit.

Lantas, bagaimana dengan yang mengandalkan upah harian atau bekerja di perusahaan yang hanya hidup kalau ada order?

Dalam ilmu ekonomi, sebaik apapun kondisi kita saat ini, tetap akan menganggap masa depan sebagai ketidakpastian, uncertainty. Boleh saja mengatakan takdir sudah ada yang mengatur. Itu benar, tetapi sebagai makhluk Tuhan yang keren, sebenarnya kita perlu melatih intuisi juga.

Mengapa penting? Pertama, karena pada dasarnya kita kesulitan memprediksi masa depan. Kedua, tidak memiliki informasi yang cukup. Informasi yang ada malah tersembunyi, disembunyikan, atau memang kita malas menguliknya.

Bulan Januari-Februari 2020, kalau kita mampu memprediksi yang bakal terjadi di bulan Maret, tentunya kita sudah membeli masker dan hand sanitizer yang melonjak hingga ratusan persen akibat pandemi virus corona. Seandainya membelanjakan uang di bulan-bulan tersebut, tentu kita tidak perlu melakukan pengeluaran ekstra di Maret. Ya ini bukan soal benar dan salah, tetapi soal kesiapan.

Sampai sejauh ini, virus corona yang mengganggu kegiatan pelaku eknomi belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Apa yang perlu dilakukan untuk menghadapi situasi yang tidak pasti ini? Berikut beberapa saran.

Hemat di tengah pandemi virus corona

Untuk urusan pekerjaan, anggap saja kita sudah di depan pintu krisis virus corona yang terbuka. Bagi mereka dengan pendapatan tetap dan perusahaannya masih berjalan baik, hal yang perlu dilakukan adalah mengelola rencana keuangannya. Tujuannya supaya daya belinya tetap bagus.

Bagi yang punya uang lebih, tapi juga nggak lebih-lebih amat, tunda dulu penempatan portofolio investasi di surat berharga, saham, dan lainnya. Simpan dulu uangnya dalam bentuk tabungan. Jauh lebih tenang pegang uang dibanding membelanjakannya untuk saham. Sudah deg-degan serangan virus corona, masih memikirkan saham yang terus ambrol. Kapan bahagianya?

Solidaritas atau kesetiakawanan sosial bagaimana pun tetap perlu kita kembangkan ketika pandemi virus corona seperti ini. Prinsipnya, kita untung mendapatkan barang atau jasa, pemilik jasa yang kita manfaatkan dapat mengambil untung.

Artinya, walau tengah berhemat di tengah pandemi virus corona, kita masih tetap dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Ckckck, idealis sekali, ya? Nggak juga, kegiatan perekonomian secara umum dapat berjalan dengan baik kalau proses konsumsi dan produksinya terjaga.

Pindah tempat kerja

Ada hal yang jauh lebih perlu dipikirkan di situasi pandemi virus corona daripada berhemat, yaitu kelangsungan kerja. Apakah kita siap jika penghasilan turun? Iya, kalau sekadar turun saja. Bagaimana kalau hal yang kita tekuni selama ini tidak bisa kita lakukan lagi? Bagaimana kalau perusahaannya tutup?

Pindah kerja. Ini pilihan rasional yang mudah dilakukan oleh orang yang punya kemampuan atau keluwesan yang banyak dibutuhkan. Maka, pilihannya tinggal menetapkan perusahaan yang diingankan dan memenuhi harapannya.

Masalahnya, tidak semua orang memiliki banyak “kemewahan” seperti itu di tengah pandemi virus corona. Ada sopir yang pinginnya jadi sopir terus sampai pensiun. Tetapi, ada pula sopir visoner yang kelak jadi ketua Ferrari Indonesia, misalnya Ahmad Sahroni.

Kalau seorang motivator ngomongnya enak, “Gali kemampuan terbaik kita. Itu yang akan membuat kita sejahtera. Saya lihat suara Anda empuk dan bagus. Sebaiknya Anda jadi makelar saja daripada nyanyi juga jarang naik panggung.”

Kuliah    

Cara lain yang bersembunyi, tapi elegan saat krisis sementara saat mencari kerja, kemampuan di bawah kualifikasi karena keilmuan atau pengalaman kerja kurang adalah sekolah lagi. Dengan catatan, ada yang membiayai atau punyai tabungan. Syukur-syukur dapat beasiswa PP, bukan Pemuda Pancasila ya, tapi “Pas Pasan”. Pas uang habis, pas nganggur pula, pasrah deh.

Sekolah lagi setidaknya memiliki dua manfaat. Pertama, memperpanjang batas usia saat mengantongi gelar tambahan. Kedua, menambah keilmuan untuk meningkatkan kompetensi. Ya, kita semua tahu kuliah bukan jaminan. Apalagi kalau sudah menghadapi perusahaan yang memiliki kecenderungan lebih menghargai personal description.

“Iya, saya tau kamu dari fakultas kedokteran ternama. Tapi kalau kamu beraninya hanya nyuntik ayam dan selalu nangis setiap menyuntik pasien, rumah sakit ini tentu akan lebih memilih lulusan fakultas kedokteran hewan sekalian. Paham ya, jangan bikin KZL!”

Tapi buat sekarang karena pandemi virus corona, kuliahnya online dulu, sih. Sebuah tantangan, bukan. Selain tentu saja: menjaga kesehatan.

BACA JUGA Pedoman Mengatur Pengeluaran Bagi Mahasiswa yang Nggak Pengin Keuangannya Defisit Kayak Negara atau tulisan soal dilema cuan lainnya di rubrik CELENGAN.

Exit mobile version