MOJOK.CO – Entah kenapa banyak beredar teori cerita Doraemon yang sedih-sedih. Yang baru-baru ini muncul di Twitter, ada spekulasi Nobita adalah anak kecil penderita skizofrenia.
Sewaktu kecil, saya nonton Doraemon tanpa banyak mikir. Cukup tunggu hari Minggu pukul 8 pagi di RCTI, lalu nikmati. Begitu beranjak gede, banyak pertanyaan mendesak di kepala saya terkait eksistensi pemilik kantung ajaib ini di hidup Nobita.
Salah satu pertanyaan saya, mengapa warga kota tidak heboh begitu tahu ada robot kucing dari masa depan? Padahal Doraemon ini sering wara-wiri borong dorayaki dan belanja komik yang notabene termasuk bersosialisasi dengan manusia selain Nobita. Hal aneh begini, kenapa tidak diberitakan? Ya, tapi kalau disiarkan berita kemunculan robot kucing, bisa bikin militer Amerika Serikat mengepung rumah Nobita dengan tuduhan menyimpan senjata pemusnah massal sih.
Terus, kenapa cerita Doraemon tidak tamat-tamat? Katanya, film Stand by Me menceritakan akhir persahabatan Nobita dan sang robot musang, eh, kucing. Setelah ditonton, ternyata itu hanyalah episode serial yang dipanjangkan. Film tersebut hanya menyajikan paradoks dan antiklimaks.
Yang resah dengan logika cerita kartun ini mungkin tak hanya saya. Banyak penggemar Doraemon yang bertanya-tanya hingga akhirnya gatal bikin teori sendiri secara liar. Misalnya tentang alasan Doraemon datang ke rumah Nobita melalui laci meja belajar, itu adalah karena Nobita memikirkannya.
Seorang pengguna Twitter melontarkan teori ini. Konon, karakter Nobita terinspirasi dari kisah nyata seorang anak penderita skizofrenia di Jepang. Seperti halnya Arthur Fleck di film Joker yang mengidap penyakit mental sejenis, Nobita tidak bisa membedakan kenyataan dan khayalan.
Nobita dan mental illness
Mengikut satu sumber, katanya cerita Doraemon ialah satu kisah adaptasi dari kisah benar. Iaitu seorang pesakit Schizophrenia di Jepun yang bernama Nobita. pic.twitter.com/yS6gsWkIzR
— MLHK (@luqmanhkm14) November 20, 2019
Nobita yang kesepian dalam kamarnya mulai menciptakan teman khayalan berupa robot masa depan yang dapat mengabulkan segala keinginannya dengan alat-alat ajaib, lengkap dengan cerita sehari-hari dan edisi petualangannya yang rilis setahun sekali.
Sampai akhirnya, seorang psikiater memberi tahu Nobita bahwa Doraemon itu tidak ada di kehidupan nyata. Ia hanya ada dalam kepala Nobita. Depresi dengan kejamnya realitas, Nobita pun memutuskan bunuh diri di usia 16 tahun. Itulah alasan mengapa pertumbuhan Nobita dan kawan-kawannya terhenti di bangku kelas 5 SD. Sebab, tak semua orang siap dengan akhir yang menyedihkan.
Teori di atas memang masuk akal (bisa menambal setiap lubang cerita), tapi tentunya tidak masuk ke perasaan. Siapa yang sampai hati membayangkan nasib teman masa kecil sedemikian tragis?
Kalau boleh memilih, saya tentunya lebih menyukai teori penggemar yang lebih optimistis. Misalnya, Doraemon akhirnya rusak dan tidak bisa memfasilitasi kemalasan Nobita lagi. Lalu Nobita jadi giat belajar dan mendalami ilmu robotika (dan sihir). Ketika dewasa, Nobita yang sudah pintar pun memperbaiki Doraemon (dibantu ilmu sihir). Untuk menjaga stabilitas alur waktu, Nobita mengirim Doraemon ke masa lalu untuk membantu Nobita di masa kecil. Konklusinya, Doraemon adalah robot ciptaan Nobita.
Namun, baik teori versi pesimistis maupun optimistis, semuanya dibantah oleh pihak Fujiko F. Fujio. Tidak ada ending resmi untuk Doraemon. Sebagai cerita fantasi untuk anak-anak, seyogianya kita tidak perlu memikirkan kejanggalan ceritanya.
Doraemon adalah cerita sepanjang masa. Tokoh-tokohnya akan tetap kekal dan tak lekang oleh waktu. Mereka menolak menjadi dewasa layaknya Peterpan. Doraemon, Nobita, dan kawan-kawannya akan menjadi teman kita, teman anak kita sampai cucu dan cicit kita nanti. Dan, di Indonesia, Hary Tanoesoedibjo yang diuntungkan oleh awetnya serial Doraemon.
BACA JUGA Teori Hilangnya Rong Rong dari Cerita Bona Gajah Kecil Berbelalai Panjang atau komentar lainnya di rubrik POJOKAN.