MOJOK.CO – Siapa yang mengira kalau banyak kejadian di hari ini yang terjadi karena kemunculan lagu Kangen Band di masa lalu?
Kabar comeback-nya Kangen Band ke belantika musik tanah air membuat saya flashback tentang pengaruh band asal Lampung tersebut terhadap budaya pop bangsa ini.
Nyatanya, kepopuleran Kangen Band di masa lalu juga berefek pada pertikaian yang sedang terjadi di antara Nikita Mirzani vs jamaah Habib Rizieq.
Film The Butterfly Effect yang dibintangi Ashton Kutcher telah menanamkan teori kekacauan dalam benak penonton. Disebutkan bahwa kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brasil dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian.
Begitu pula dengan lagu Kangen Band yang diputar di radio-radio lokal pada awal tahun 2000-an, bermuara pada orasi Habib Rizieq yang menyasar Nikita Mirzani.
Bagaimana bisa tukang cendol dan kuli bangunan di selatan Pulau Sumatera yang memutuskan bermain musik pada 15 tahun lalu, bisa mempengaruhi reaksi warga Petamburan saat ini?
Mari, kita putar mundur waktu.
Pada sekitar tahun 2005, anak muda pada zaman itu menggemari band yang menyanyikan lagu “Tentang Aku, Kau, dan Dia”. Kemisteriusan band tersebut bikin penasaran para penikmat musik. Lantas mereka kompak request lagu Kangen Band di radio. Belum cukup sampai situ, CD album musik bajakan Kangen Band pun diputar di rumah, warnet, dan toko bangunan.
Gerakan kolektif itu membuat nama Kangen Band naik ke permukaan. Band tersebut dicap oleh masyarakat sebagai band hantu karena terkenal lewat album bajakan. Membuat produser musik tertarik dan mencari band tersebut untuk diorbitkan secara legal dan halal.
Setelah Kangen Band resmi merilis album asli, mulailah bermunculan band-band dengan genre musik serupa. Bisa dibilang Kangen Band telah menciptakan tren baru saat itu. Sebagai pendahulu, Dodhy dan kawan-kawan berjasa membuka jalan di jalur sutera bernama pop Melayu.
Produser musik saat itu menggenjot band-band untuk turun berduyun-duyun ke ranah industri untuk memeriahkan arus pop Melayu. Setiap daerah seolah mengirimkan bandnya ke ibu kota untuk mengadu nasib. Sebutlah ST 12, Armada (saat itu masih bernama Kertas), D’Bagindas, Vagetoz, Hijau Daun, Angkasa, Wali, Matta, dll.
Nah, di antara puluhan grup musik itu, ada satu band pop Melayu yang turut memanfaatkan ombak, yaitu The Potters.
Sampai saat ini, JK Rowling belum konfirmasi apakah band ini adalah benar bentukannya dan termasuk dalam waralaba The Magical Worlds of Harry Potter. The Potters bisa dibilang one-hit wonder dengan lagu berjudul “Keterlauan”.
Namun, drama percintaan vokalis The Potters bernama Kiki adalah titik balik dalam cerita ini. Di infotainment saat itu, muncul pemberitaan bahwa Kiki The Potters dituduh melakukan penganiayaan terhadap mantan pacarnya yang bernama Nikita Mirzani.
Yups, dari sinilah Nikita Mirzani mendapatkan momentum untuk melesat sebagai figur di dunia keartisan.
Dimulai dari acara Take Me Out Indonesia pada 2010, jadi bintang film khusus adegan hot, dan 10 tahun kemudian, blio menjadi salah satu artis terkaya di Indonesia. Membuatnya punya tenaga ketika mengeluarkan opini dan dapat atensi sehingga jadi kontroversi.
Kunci eksistensinya di dunia hiburan, Nikita Mirzani selalu menjaga relevansinya dengan mengikuti isu terkini. Dari mulai kritik Puan Maharani yang mematikan mic saat sidang di DPR, sampai menyenggol jamaah Habib Rizieq yang bikin bandara lumpuh.
Bayangkan, jika Andika dan kawan-kawan tidak menceburkan diri ke dunia musik saat itu, Kangen Band tidak akan ada. Lantas musim pop Melayu tidak pernah terjadi di Indonesia.
The Potters tetaplah menjadi nama keluarga penyihir di novel fantasi, tidak dijadikan nama band oleh si Kiki. Kiki pun mungkin tidak akan berkesempatan pacaran dengan Nikita Mirzani, apalagi sampai masuk infotainment ketika putus.
Nyatanya, preferensi musik masyarakat memang bisa menciptakan pasar. Pasar menciptakan budaya. Budaya berpengaruh terhadap nasib bangsa.
Namun, kita tetap harus haturkan terima kasih kepada Kangen Band. Berkat musiknya, kita jadi mengenal sosok Nikita Mirzani melalui kronologi di atas. Sebagai gantinya, Nikita Mirzani mengenalkan kita kepada sebuah sikap independen.
Saat ini, Habib Rizieq bisa dikatakan menjadi oposisi nomor wahid di negeri ini. Sementara pemerintahan dikangkangi oligarki duet maut kubu Jokowi dan Prabowo. Namun, Nyai bisa menunjukkan dirinya tetap bisa melawan tirani petahana.
Di sisi lain masih punya tenaga mengkritik golongan konservatif (oposisi) yang berseberangan ideologi dengannya. Tak perlu repot-repot merapat dengan kubu “lesser evil” seperti ketika pemilu.
Jadi kalau kamu nggak satu suara dengan Nyai, kamu pun nggak perlu gabung jadi Laskar-Nikita-Mirzani juga sih.
BACA JUGA Kamu Rindu Sukarno? Kangen Soeharto? Tenang, Ada Pak Jokowi dan tulisan Haris Firmansyah lainnya.