Percayalah, Idolamu Tak Sesempurna yang Kamu Kira

Percayalah, Idolamu Tak Sesempurna yang Kamu Kira

Percayalah, Idolamu Tak Sesempurna yang Kamu Kira

Kamu punya idola? Pernah berkhayal jadi orang yang paling beruntung untuk mendampinginya seumur hidup (lalu patah hati ketika mereka melepas masa lajang)? Kasihan.

Chelsea Islan, Dian Sastro, atau Song Hye Kyo begitu cantik inosen, membuat para lelaki ingin jadi pahlawan penyelamat dan pemberi nafkah happy ever after. Oki Antara, Lee Min Ho, atau Robert Pattison membuat perempuan berkhayal jadi putri yang diculik monster jahat, lalu direbut kembali oleh pangeran tampan dari atas kuda putih.

Panah asmara juga sering menancap lewat getaran suara. Yang lelaki terbuai mendengarkan suara (dan menyaksikan kecantikan) Raisa, JKT48, atau SNSD. Yang perempuan serasa terbang ke awan putih sambil membayangkan hidup dalam video klip ketika mendengarkan gelombang cinta dari Afgan, Marcel, atau Rain Han Ye Seul.

Sebetulnya saya enggak tega membuyarkan khayalan kalian semua. Tapi, apa boleh buat, ini demi kelangsungan peradaban dan hidupmu juga. Saya pribadi sering bertemu artis sebelum manggung/syuting dan sering pula mendengar fans-fans saya (tsaahhh..) atau teman-teman pemusik lain berseloroh, “Enak ya jadi suamimu…”

Dalam hati, saya tertawa terbahak-bahak.

Saya akan jelaskan lima alasan mengapa idola kamu sebenarnya enggak pernah menjadi pasangan ideal di dunia nyata.

1. Tidak Secantik/Seganteng yang Kamu Kira

Semua performer, laki-laki-perempuan, tua-muda, pakai make up. Supaya kulitnya tidak mengkilap terkena lampu sorot, terlihat halus, rata warna, juga biar tidak pucat. Maka adalah tidak mungkin bila sepanjang tahun mulus seperti kulit bayi.

Kalau kamu jadi suami/istrinya, kamu akan melihat doi waktu bangun pagi, kucel dan belekan, dengan kulit polos berjerawat dan bekas jerawat, bercak-bercak kulit kering, alis gundul belum digambar. Rambut berminyak acak-acakan, serpihan ketombe dan rambut rontok di bantal. Nafas naga. Hih.

Para performer menghabiskan banyak waktu untuk mempermak diri. Olahraga mereka bisa 3 jam setiap hari, sebab tidak ada tubuh yang ujug-ujug six-pack atau langsing dengan lekukan indah hanya karena faktor genetik. Belum pula perawatan rutin ke spa/salon/klinik kulit.

Kalian juga bisa bete ngajak mereka makan, karena makanannya menu diet khusus–jangan berharap ada candle-light dinner tiap akhir pekan. Baju dan angle kamera pun khusus dipilih yang akan membuat ilusi lebih langsing/ berisi. Yang laki-laki tak jarang pakai lipstik supaya bibirnya terlihat segar. Jadi, kamu enggak perlu teriak-teriak histeris kalau misalnya kebetulan kerja di belakang panggung dan menyaksikan Reza Rahadian memoleskan lipstik sendiri habis makan.

Terakhir, biaya untuk memenuhi semua itu juga harus dipikirkan. Kamu bukan Indraguna Sutowo, tho?

2. Tidak Seelegan yang Kamu Kira

Di film/panggung, si doi mungkin selalu terlihat elegan sempurna. Tapi sehari-hari? Nanti dulu.

Di layar kaca bisa selalu macho berwibawa, ternyata aslinya berantakan, manja, suka ngupil sembarang tempat, suka ngomong jorok, atau mungkin kemayu. Di kamera selalu anggun feminim, tapi aslinya tomboy. Pakai kaos dan celana pendek, ketawa keras-keras, duduk dengan paha terbuka, bersendawa, kentut, ngorok, makan pakai tangan (tanpa sendok) dengan kaki naik ke kursi.

Para idola ini memang terlatih untuk berakting jaim. Tapi ya ada batas jam ‘dinas’nya. Capek loh, terus-terusan harus elegan. Kalau mereka sakit, kamu harus merawat mereka di rumah supaya enggak bocor ke infotainment.

Seorang Dian Sastro pun pasti pernah mengalami pilek, cacar, atau malah muntaber, misalnya. Ini manusiawi banget. Mana ada coba, orang Indonesia di atas usia 30 tahun yang belum pernah kena 3M: meler, muntah, dan mencret?

Kalau kamu jadi suami/istrinya, tentu kamu akan lebih sering kebagian jam-jam ‘libur elegan’ mereka. Kamu pun akan sering cemburu sambil membandingkan dengan penampilan mereka di depan kamera.

Disclaimer: Dian Sastro dijadikan contoh, bukan karena saya bermaksud bikin antithesis dari bertubi-tubitulisan sekte pemuja Mbak Dian di Mojok. Hanya kebetulan belaka. Contoh random. Serius.

3. Tidak Sebaikhati yang Kamu Kira

Mungkin doi selalu menjadi protagonis yang dizolimi di tiap filmnya. Selalu sabar, pemaaf, dan baik luar biasa. Di naskahnya begitu, tapi untuk sehari-hari sih ya bisa pelit, egois, menyusahkan, sombong, judes, resek, atau ngebetein.

Jangan harap mereka tetap menjadi tokoh protagonis yang baik sempurna seperti di sinetron. Justru kamulah yang harus memanjakan mereka, karena kamu akan sering kebagian saat-saat mereka dalam keadaan capek.

4. Tidak Seperiang yang Kamu Kira

Semakin dalam penghayatannya, para seniman itu biasanya semakin temperamental. Ini efek sebab-akibat yang sangat natural. Orang yang lebih sensitif, akan lebih mudah bekerja merespon situasi (lawan main, di akting maupun di musik). Nah, respon ini paket lengkap: respon emosi positif, juga emosi negatif. Mudah berubah-ubah dari senang, sedih, marah, kecewa, khawatir, takut, murka, dan seterusnya, dengan pemicu yang kecil.

Untuk penghayatan peran, mereka seringkali harus mendalami rasa paling dalam dan kelam, dengan batas yang tipis menjadi depresi/gila seperti tokoh yang diperankannya. Banyak contoh bintang komedi yang sehari-harinya justru judes, galak, dan rentan depresi.

Kalau kamu jadi suami/istrinya, kamu serius harus menjaga jangan sampai doi jadi gila/depresi betulan. Kamu harus siap mental juga untuk sakit hati, dimaki-maki, serasa jadi orang asing atau bahkan musuh, ketika tokoh itu sudah merasuk dalam diri doi.

5. Tidak Seromantis yang Kamu Kira

Secara umum, orang yang sensitif akan lebih perhatian. Tapi… emosi dan konsentrasi yang intens itu makan energi yang sangat besar.

Kalau diibaratkan, seperti kembang api, sinar dan formasinya sangat menakjubkan, meledak-ledak, tapi hanya beberapa detik. Lain dengan lilin, sinarnya monoton tapi tahan berjam-jam. Seorang pelukis/pematung/penari/pemusik/aktor akan bekerja dengan pikiran dan emosi yang super intens selama beberapa waktu, lalu setelahnya mereka bisa berhari-hari terlihat lebih kuyu daripada tukang becak.

Skill seni juga sesuatu yang harus terus-terusan diasah, apalagi seni musik dan tari. Tidak main satu bulan saja, begitu main lagi terasa kaku, blank, dan banyak selip. Konsekuensinya, mereka akan menghabiskan sangat banyak waktu untuk latihan – termasuk di dalamnya latihan main plus nonton/mendengarkan para legenda dan mencari inspirasi.

Kalau sudah begitu, mereka akan pasang tampang DO NOT DISTURB. Belum lagi kalau mereka sedang top-topnya, harus memanfaatkan situasi semaksimal mungkin, sebelum ada idola baru. Jadi enggak akan ada banyak waktu liburan dan bermesraan dengan kamu.

Dan yang paling harus kamu waspadai, orang-orang kreatif dengan ritme emosi yang cepat berubah itu mudah bosan!

Nah, meskipun para idolamu itu pasti juga tak akan bersedia menikah denganmu, lima pesan ini tetaplah penting. Siapa tahu nanti ada tren pesohor menikahi orang enggak jelas kan? Kamu jadi sudah punya amunisinya.

Terakhir, dari hati yang paling dalam saya mengucapkan: Selamat menikmati AADC 2. Untuk memelihara kenangan masa muda, ingatlah Dian Sastro yang selalu cantik dan elegan. Jangan membayangkan dia lagi muntaber. Lupakan saja saya pernah menulis itu.

Exit mobile version