NU Memang Ormas Penuh Humor, Beda dengan Muhammadiyah

MOJOK.CO – Konon Muhammadiyah itu nggak ada lucu-lucunya, beda dengan NU yang dari tokoh sampai akar rumput bisa selo dan lucu semua. Jadi kalau tulisan ini nggak lucu, dimaklumi ya?

Saya kader Muhammadiyah yang sebenarnya cukup pesimis tulisan ini akan lulus dimuat di Mojok dengan alasan tidak lucu. Sebab sebagai kader dari ormas yang lahir di desa Kauman ini, harus saya akui orangnya banyak yang serius-serius. Nggak bisa diajak guyon, sedikit-sedikit kembali ke Al-Quran dan As-Sunnah, wah pokoknya kaku.

Sedikit banyak, stereotip seperti itu memengaruhi saya yang tadinya—menurut kedua orang tua saya—saya ini anak yang lucu, eh lama-lama kok jadi anak yang serius juga waktu udah gede gini.

Beda dengan anak-anak muda NU yang lucu-lucu, humornya selalu tepat, punchline-nya sering kena, joke-jokenya sering tak terduga, pokoknya garing tidak memiliki tempat yang aman di ormas yang didirikan oleh KH. Hasyim Asyari ini.

Sampai-sampai ada yang bilang bahwa untuk memimpin ormas sebesar NU selain harus memiliki kematangan hati dan pikiran, juga harus punya sense of humor yang tinggi. Singkatnya, NU tanpa humor itu contradictio in terminis.

Misalnya, Gus Dur dikenal memiliki kekayaan humor yang tak pernah habis di samping dikaruniai kecerdasan yang jauh melampaui orang kebanyakan.

Saya juga sering menyimak kajian KH. Said Aqil Siradj berisi tentang pencerahan untuk umat dan kaya akan humor. Setiap mendengarkan celotehan beliau, saya pasti tertawa terpingkal-pingkal.

Salah satu contoh celotehan yang sempat viral adalah saat KH. Said bergurau kepada mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Prof. Din Syamsuddin di hadapan Presiden Jokowi pada Juli 2018 silam.

“Yang saya muliakan, Bapak Presiden RI, Insinyur Haji Joko Widodo. Para Menteri Kabinet Kerja, Menteri Agama Lukman Hakim. Bapak Gus Din Syamsyuddin, Mantan Ketua IPNU Cabang Bima,” seloroh KH. Said Aqil saat sambutan yang diikuti tawa hadirin.

Ya, asal diketahui saja Prof. Din Syamsyuddin ini memang pernah jadi Ketua IPNU, tentu banyak hadirin yang tertawa karena baru tahu, atau sudah tahu tapi merasa pernyataan itu jadi ejekan halus. Akan tetapi balasan mantan Ketum Muhammadiyah ke Ketum PBNU tersebut nggak kalah telak.

“Tadi Bapak Aqil Siradj menyebut saya mantan Ketua IPNU cabang Sumbawa. Saya sungguh tersanjung dan secara subjektif ini adalah pengakuan saya masih warga NU. Dan secara subjektif pula, saya merasa ini dukungan bagi saya mencalonkan jadi Ketua Umum PBNU yang akan datang.”

Jelas hadirin semakin ketawa lagi mendengarnya.

Tuh lihat, jangankan KH. Said Aqil, Prof. Din Syamsuddin yang cuma sempet jadi Ketua IPNU Cabang Bima saat muda saja sudah bisa melucu seperti itu. Apalagi yang dari kecil sampai sekarang tetap NU. Bisa dibayangkan bukan?

Tetapi, tentu ini bukan hanya gaya khas KH. Said saja, semua Kiai NU kalau menyampaikan ceramah, penuh humor, dan kelucuan. Ini sudah jadi pemahaman umum.

Bukan hanya kaum elite NU, anak-anak muda NU juga memang punya gaya humor yang khas dan berkelas. Saya sering nongkrong dengan anak-anak muda NU yang humornya tidak hanya menghadirkan tawa tapi juga mendatangkan inspirasi.

Contoh paling mudah adanya NU Garis Lucu. Walau pun kelahiran NU Garis Lucu sebagai respons terhadap sebagian golongan NU yang nggak asik lagi (NU Garis Lurus), tapi postingan-postingan mereka di twitter maupun di instagram selalu menghadirkan humor yang cerdas, mengajak kita berpikir, dan satu hal yang menjadi keunggulan mereka dibanding lembaga humor lainnya adalah jarang menyakiti siapa pun.

Misalnya humor ini: #FatwaTanggalTua “Bila bertemu kotak amal, berhentilah sejenak. Berikan senyuman terbaikmu. Sebab senyum itu sedekah.”

Sebaliknya, Muhammadiyah boleh berbangga dengan sederet aset amal usaha yang melimpah. Sekolah berdiri di pelosok-pelosok, rumah sakit, dan perguruan tinggi ada di mana-mana. Akan tetapi karena terlalu serius dengan pembangunan, harus saya akui kami belum dapat menyaingi kelucuan NU yang mahakaya.

Baru setelah Muhammadiyah mendapat kritikan tajam dari salah seorang social influencer kelas wahid sekelas Mas Iqbal Aji Daryono, lahirlah Muhammadiyah Garis Lucu sebagai jawaban. Nah, kehadiran akun tersebut diharapkan mampu mencairkan suasana internal Muhammadiyah yang kadang seriusnya kelewatan. Namun dari kelahirannya sampai sekarang, yaelah, sumpah demi apa pun, fanspage itu nggak ada lucu-lucunya!

Saya sendiri sebagai kader Muhammadiyah sejak dalam kandungan sampai sekarang belum mampu menciptakan gaya humor yang sedemikian khas dan berkelas, apalagi menginspirasi, selayaknya teman-teman NU.

Sejak kecil kita dicecoki Himpunan Putusan Muhammadiyah yang isinya doktrin untuk tidak melakukan qunut saat salat subuh karena itu perbuatan bidah! Merokok dan ziarah kubur hukumnya haram! Kebayang nggak gimana seriusnya kita ini? Huvt.

Di sisi lain, saya lihat kualitas humor NU semakin sempurna pasca pembakaran bendera HTI di Garut beberapa waktu silam. Karena NU bukan tipikal ormas yang suka dengan hal-hal yang serius, saya jadi tahu, pembelaan yang sempat keluar—meski akhirnya minta maaf—mereka sampaikan terkait masalah ini saya yakin hanya sebagai lucu-lucuan saja.

Coba sekarang Anda bayangkan betapa lucunya kalau dibilang pembakaran bendera HTI itu untuk memurnikan kalimat tauhid? Bandingkan dengan tokoh GP Anshor lain yang bilang kalau bendera HTI itu tercecer sehingga perlu diamankan.

Tentu kita bertanya, mengapa bendera itu tidak disimpan saja di tempat yang aman tanpa harus dibakar? Tapi karena aksi ini spontan saja, ya di situ barangkali letak kelucuannya. Namanya juga aksi spontan ya kan?

Belum lama ini juga PBNU meminta agar Muhammadiyah dan MUI tidak membuat suasana jadi semakin resah. Tentu kita jadi bertanya-tanya, memangnya yang belakangan membuat kita sedang resah begini itu siapa?

Kalau Anda mau bilang kalau pernyataan tokoh-tokoh NU itu serius, contradictio in terminis.

Tenang, ini cuma usaha saya untuk bikin lucu-lucan aja kok. Kalau ternyata nggak lucu ya maaf, kan tadi sudah saya bilang, saya ini kader ormas yang nggak ada lucu-lucunya.

Exit mobile version