Belajar dari Indonesia, Konflik di Serial Game of Thrones Bisa Diselesaikan dengan Pemilu

MOJOK.CO Seandainya tokoh-tokoh di serial Game of Thrones ikut pemilu seperti di Indonesia, mungkin beginilah cara mereka berpolitik.

Menonton serial Game of Thrones secara maraton seharusnya memunculkan rasa syukur di hati penonton. Pasalnya, biar dikata Indonesia zaman kiwari masih tergolong negara dunia ketiga, sistem pemerintahan di sini masih manusiawi, tidak seperti masa-masa kelam Westeros zaman baheula yang melegalkan perbudakan manusia. Apalagi, elite politiknya pun malah mengedepankan peperangan ketimbang musyawarah untuk memecahkan masalah.

Secara garis besar, konflik cerita Game of Thrones menggambarkan kejamnya dunia politik. Kawan bisa jadi lawan, saudara bisa saling bunuh, dan kepercayaan dibalas pengkhianatan. Wajar, saat itu belum ada pemilu. Tidak heran, cara yang digunakan untuk merebut kekuasaan masih barbar.

Orang-orangnya mesti belajar demokrasi supaya nantinya, kalau ada masalah, tidak diselesaikan dengan pertumpahan darah. Seandainya tokoh-tokoh di serial Game of Thrones ikut pemilu seperti di Indonesia, mungkin beginilah cara mereka berpolitik.

Daenerys Targaryen, yang dulunya anak penguasa, punya keinginan kembali merebut tahta. Maka, ia mendirikan partai bermodalkan tiga bayi naga. Berawal dari partai gurem, ia berkoalisi dengan bangsa Dothraki. Daenerys pun punya anggota partai dari kaum penunggang kuda.

Dengan memanfaatkan sumber daya naga dan kuda, Daenerys memperluas kekuasaannya. Menyeberang dari Essos ke Westeros, Daenerys terus-menerus melakukan kaderisasi dan merangkul partai-partai kecil untuk bergabung. Tak lupa, ia menebar janji bahwa, jika dirinya terpilih jadi penguasa, ia akan berlaku adil dan membuat rakyat makmur. Sampai akhirnya, Partai Tiga Naga yang didirikan Daenerys jadi partai besar dan siap ikut kontestasi pemilu di Westeros.

Di tengah perjalanan menuju ibu kota untuk mendaftarkan diri di KPU Westeros, Daenerys bertemu dengan sesama ketum partai, yaitu Jon Snow sang pemimpin partai berlogo direwolf: Partai Winterfall Perjuangan.

Daenerys dan Jon Snow sama-sama punya tujuan searah: menggulingkan rezim. Maka, mereka bekerja sama dengan alasan: “Musuh dari musuhku adalah teman”.

Jon Snow menganggap pemerintahan saat ini sebagai lawan politik karena sudah merampas keharmonisan keluarganya. Jon Snow siap mengganti ratu saat ini dengan pemimpin yang baru.

Setelah negosiasi yang alot antara dua petinggi partai, keluarlah hasil akhir: Jon Snow bersedia mengusung Daenerys sebagai calon ratu. Syaratnya, Jon minta jatah kursi di Utara.

Jon juga berpesan kepada Daenerys untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang dilakukan Keluarga Lannister terhadap Keluarga Stark dan rakyat di Utara pada umumnya. Jon berseru, “The North Remembers!” Lengkap dengan tagar: #MenolakLupa.

Sementara itu, Cersei Lannister ketar-ketir dengan ancaman oposisi. Cersei panik karena kekuasaannya bisa direbut pada masa mendatang, apalagi rakyat ibu kota yang dilanda krisis pangan mulai tidak percaya dan meninggalkannya.

Untuk bisa mewujudkan misi dua periode memimpin Westeros, Cersei membuka lebar-lebar kesempatan berkoalisi dengan partai lain. Cersei sempat mengajak gabung partai anak muda yang dipimpin oleh Lyanna Mormont, tapi the Lady of Bear Island yang masih berusia 12 tahun itu masih belum punya hak suara.

“Nunggu KTP aku jadi dulu ya, Tante,” begitu kata Lady Mormont. “Udah? Udah?”

Sebelumnya, Cersei pernah diterpa isu agama, tapi ia bisa menjawab dengan menggandeng tokoh religius The High Sparrow. Pemuka agama tersebut punya massa yang loyal. Perkataannya selalu didengarkan jemaahnya. Hal ini memudahkan Cersei untuk melanggengkan kekuasaan.

Namun, sayang, di pertengahan jalan, keputusan Cersei merekrut High Sparrow jadi bumerang. Cersei diadli dengan pasal penodaan agama. Sehabis menyelesaikan masa hukumannya, Cersei melawan balik. Akhirnya, Cersei dan High Sparrow pecah kongsi. Cersei menyingkirkan High Sparrow secara kimiawi. Pemerintahan kembali menjadi sekuler.

Rakyat Westeros mulai meragukan kepemimpinan Cersei yang banyak berutang ke Iron Bank. Pinjaman ini dipakai Cersei untuk pembangunan infrastruktur yang sebelumnya ia ledakkan sendiri.

Masalah utang, Cersei menjawabnya dengan slogan keluarga: “Lannister selalu membayar utang-utangnya.”

Di ranah media, ada Bran Stark sebagai Three-Eyed Raven yang punya talkshow bernama “Mata Bran”. Mata Bran bisa melihat apa saja, siapa saja, dan di mana saja. Ia juga bisa tahu masa lalu, masa kini, dan masa depan. Setiap minggunya, Bran mengundang tokoh politik untuk diskusi dan berdebat.

Suatu hari, Bran mengundang praktisi politik bernama Petyr Baelish, mantan Menteri Keuangan. Bran terus-menerus mencecar Lord Baelish dengan pertanyaan-pertanyaan tajam.

“Chaos is a ladder, kekacauan adalah tangga. Maksud dari motto hidupmu itu apa sih, Lord? Tolong jelaskan,” pinta Bran dengan mata putih semua seperti orang kesurupan.

Lord Baelish gelagapan, “Nganu.”

Sampai akhirnya, Lord Baelish terpojok. Dari sini, KPK bisa mengendus penyimpangan dan dugaan korup yang dilakukan oleh Littlefinger.

Dengan kekuatan tanpa wajah, Arya Stark sebagai intel KPK menyamar ke ruangan kerja Lord Baelish. Ia berhasil melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) terhadap Lord Baelish yang berusaha menyuap Sansa Stark Lady of Winterfall pakai pisau valyrian steel.

Berkat interogasi Bran dan penyamaran Arya, Littlefinger ditangkap oleh KPK dan dihadiahi rompi oranye. Ketika diringkus, Littlefinger sempat pakai kacamata hitam dan tersenyum ramah ke awak media.

Bintang tamu yang paling ditunggu adalah Jaime Lannister, kepala pasukan pengamanan ratu. Ketika Jaime baru duduk, Bran sudah menembakkan pertanyaan, “Masnya yang dulu pernah dorong saya dari menara, kan? Sampai saya lumpuh begini.”

Jaime hanya bisa berlagak pilon dan berdalih, “Salah orang, kali, Dek.”

Ketika para elite partai bertarung rebutan suara untuk dapat kursi di King’s Landing, ancaman datang dari Utara. White Walker berencana menyelimuti dunia dengan es dan salju. “Winter is coming” sudah tidak musim. Faktanya, “Winter is here”.

White Walker adalah golongan putih. Sebagai pemimpin, Night King jadi pelopor selfie dengan kertas bertuliskan “Saya Golput”. Tren ini diikuti oleh pasukan White Walkers dan para wights.

Sebagai petahana di serial Game of Thrones, Cersei Lannister mengutuk perbuatan White Walker yang bangga dengan golput. Duduk di Iron Throne, ia gusar dan mengecam golongan putih, “Jangan golput. Golput itu pengecut, tidak punya pendirian, tidak punya harga diri, tidak usah jadi warga Westeros.”

Akhirnya, Jon Snow dan Daenerys sowan ke istana untuk menemui Cersei. Mereka membahas strategi untuk menghadapi White Walkers.

“Golput bukan hanya ancaman bagi petahana, tapi juga hambatan bagi penantang seperti kami. Sebaiknya kita turun ke jalan dan dengarkan apa aspirasi golongan putih,” ucap Tyrion Lannister sebagai jubir BPN Daenerys-Jon Snow.

“Yuk, kita sama-sama mengajak kaum golput datang ke TPS pemilu nanti.”

Wow, sungguh niat yang mulia. Apakah di bagian ini Indonesia yang harus belajar dari serial Game of Thrones? Entahlah.

Exit mobile version