Sopir Angkot yang Kejar Salat Sunah tapi Wajibnya Malah Ketinggalan

MOJOK.CO – Fanshuri kepalang basah menunggu angkot yang ditinggal sopir angkotnya. Izinnya sih cuma salat zuhur. Eh, jebul ngejar salat sunah juga.

Angkot yang dinaiki Fanshuri mangkal di dekat pasar. Tak berselang lama ketika penumpang sudah hampir memenuhi angkot, tiba-tiba si sopir mencari-cari pecinya di atas dasbor angkot, karena di kejauhan samar-samar terdengar azan zuhur.

“Mas, aku tinggal bentar ya? Mau salat zuhur dulu,” kata si sopir angkot.

Fanshuri tentu saja mempersilakan si sopir angkot melaksanakan salat dulu. Mana berani Fanshuri protes. Meski Fanshuri sudah hampir 20-an menit di dalam angkot menunggu penumpang penuh—namun justru ketika penumpang hampir penuh si sopir malah pergi.

“Saya titip angkot saya ya, Mas, bentar,” kata si sopir sambil berlalu.

Fanshuri menganggu saja. Manut.

“Wah modyar ini. Bisa makin lama ini ngetemnya,” kata Fanshuri bisik-bisik.

Duduk di jok samping sopir angkot, Fanshuri mendengar keluh kesah penumpang yang menunggu lama di belakangnya.

“Mas, ini sopirnya mana sih kok malah ngilang?” tanya ibu-ibu dengan membawa belanjaan sayur.

“Lagi salat zuhur, Bu. Sabar aja,” kata Fanshuri.

Mendengar itu, si ibu-ibu ini nyeletuk, “Wah, tumben ada sopir angkot yang saleh,” katanya.

“Ya emang kenapa, Bu, kalau ada sopir angkot saleh? Nggak boleh?” balas Fanshuri.

Si ibu langsung salah tingkah begitu dibalas Fanshuri.

Sekitar 15 menit berlalu, si sopir angkot tak juga datang. Penumpang di belakang Fanshuri mulai resah.

“Wah, lama banget ini ngetemnya, pindah angkot aja deh,” kata seseorang di belakang.

Kepergian satu penumpang itu memancing penumpang-penumpang lainnya. Bisa ditebak, angkot yang tadinya penuh itu kembali kosong. Fanshuri lama-lama tak sabar juga.

“Ini niat narik angkot nggak sih sopir angkotnya. Lama amat,” kata Fanshuri kesal.

Fanshuri bisa saja keluar dari angkot untuk cari kendaraan lain, tapi masalahnya si sopir sudah memasrahkan angkot ke dia. Nggak berani Fanshuri tiba-tiba menghilang begitu saja. Meski itu artinya, Fanshuri harus rela menunggu lebih lama karena angkot yang akan dinaiki ini bakal menunggu penuh lagi.

Di tengah kebimbangan mau pergi atau tidak dari angkot tersebut, si sopir datang.

“Wah, maaf, Mas, lama,” kata si sopir angkot.

Fanshuri sudah mbesengut.

“Ke mana aja sih, Pak? Lama banget salatnya. Penumpang yang lain udah pada turun itu. Kan jadi kosong lagi ini angkot,” kata Fanshuri.

“Hehe, maaf, Mas. Tadi salat rawatib dulu. Namanya juga salat zuhur kan, jadi agak lama soalnya ada qobliyah dan bakdiyah,” kata si sopir.

Fanshuri langsung menapuk jidatnya. “Oalah pantes, Pak, Pak. Kirain salat zuhur doang,” kata Fanshuri tidak banyak komentar.

Sembari menunggu penumpang penuh kembali, si sopir angkot malah cerita macam-macam.

“Soalnya salat sunah rawatib itu salat sunah yang paling bagus, Mas. Sayang banget kalau ditinggal,” kata si sopir.

Fanshuri cuma ngangguk-ngagguk aja.

Masalahnya, ketika Fanshuri memilih tidak menanggapi, si sopir angkot malah kasih ceramah lebih lama lagi soal keutamaan salat sunah rawatib. Agak tidak sabar mendengar ceramah itu, Fanshuri membalas.

“Ya tapi kan itu sunah, Pak. Kalau Bapak ngejar sunah kayak gitu wajibnya ketinggalan kan ya masalah juga,” kata Fanshuri.

Si sopir angkot agak terkejut dengan pernyataan Fanshuri.

“Wajib yang mana, Mas? Kan ya nggak mungkin dong saya salat rawatib nggak salat zuhur. Masnya ini gimana?” kata si sopir angkot.

Fanshuri bergemin sejenak.

“Maksud saya bukan salat zuhurnya yang ketinggalan, tapi kewajiban yang lainnya, Pak,” kata Fanshuri.

“Kewajiban apa sih yang sampeyan maskud itu, Mas?”

Si sopir angkot tidak paham dengan maksud Fanshuri.

“Maksud saya begini, Pak. Ketika Bapak salat zuhur tadi beberapa penumpang yang udah penuh di dalam angkot ini masih bisa maklum. Tapi ketika Bapak kok dirasa-rasa lebih lama dari biasanya orang salat zuhur, ya mereka pergi lah. Emangnya mereka nggak punya keperluan juga?”

“Ya nggak apa-apa to, Mas. Kan rezeki itu ada yang ngatur,” kata si sopir angkot.

“Betul, sih, Pak. Rezeki ada yang ngatur. Tapi kan rezeki itu juga diatur lebih banyak untuk mereka yang ikhtiarnya lebih. Maksudnya itu ya yang pas-pas aja. Nggak usah terlalu banyak doanya, ikhtiarnya dikit. Sebaliknya gitu, nggak usah terlalu banyak ikhtiarnya, doanya dikit. Seimbang aja lah. Kalau gini kan saya juga yang rugi harus nunggu penumpang penuh lagi,” kata Fanshuri.

“Ya tapi saya nggak maksa sampeyan, Mas. Kalau sampeyan mau cari angkot yang lain ya nggak apa-apa,” kata si sopir angkot.

“Begini lho, Pak. Maksud saya itu, Bapak narik angkot itu termasuk bagian dari cara Bapak ikhtiar cari nafkah buat keluarga bukan?” tanya Fanshuri.

“Ya iya. Ini memang mata pencaharian saya,” kata si sopir angkot.

“Lah cari nafkah itu buat itu termasuk kewajiban nggak kalau buat kepala rumah tangga?” tanya Fanshuri lagi.

Si sopir angkot terdiam.

“Ya iya sih,” kata si sopir angkot.

“Nah, itu yang saya maksud, sunahnya Bapak itu jangan sampai menghalangi wajibnya. Yang wajib-wajib itu kan nggak melulu bentuknya salat, zakat, atau puasa, Pak. Bentuknya bisa macam-macam. Termasuk kewajiban mencari nafkah.”

Si sopir angkot lalu tersenyum kecil, cuma kali ini sambil manggut-manggut.


*) Disarikan dan diolah dari salah satu pengajian Gus Baha’

Exit mobile version