Kesamaan Nasib Tukang Spoiler Avengers: Endgame dan Pilpres 2019

MOJOK.CO – Tukang spoiler “Avengers: Endgame” sedang jadi sasaran tembak para penggemar Marvel. Hal yang udah dialami spoiler Pilpres 2019 lewat quick count-nya.

Bulan-bulan ini publik dunia sedang dilanda demam film Avengers: Endgame yang dirilis pada 24 April 2019 kemarin. Termasuk rakyat Indonesia yang harus “menggigil” dua kali karena berbarengan dengan demam copras-capres.

Para penggemar yang didominasi milenial menyerbu bioskop-bioskop kayak gerakan emak-emak yang menggeruduk kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU). Gerudukan yang disebabkan takut kehilangan tren percakapan di media sosial; “Udah nonton Avengers belom?”

Ramai-ramai setelah sampai di bioskop dan mendapat tanda masuk, segera mereka memotret tiket dan mengunggahnya di media sosial. Bagi penggemar Marvel dadakan nan karbitan, netizen lain dengan baik hati memberi urutan seri Avengers dari awal sebagai panduan.

Fenomena geger pahlawan ala Marvel ini bahkan mengukir sejarah baru bioskop tanah air. Demi meraup laba melayani penggemar yang dihantui penasaran akan situasi pertempuran akhir superhero Marvel, membuat petugas di beberapa bioskop sudah harus dandan cantik dan tampan sejak subuh buta.

Sebab bioskop harus mulai beroperasi pukul 04.00 sampai 24.35 WIB. Bahkan ada beberapa bioskop buka hingga 24 jam nonstop.

Bayangkan, betapa lelahnya mbak-mbak dan mas-mas petugas bioskop jika tidak pakai ganti shift?

Barangkali, nasibnya akan sama dengan ratusan petugas KPPS Pemilu 2019 yang menderita kecapekan luar biasa akibat nonstop merekapitulasi suara.

Sebagaimana seri Marvel Cinematic Universe (MCU) sebelumnya, Avengers: Infinity War, penanyangan Avengers: Endgame juga dihantui “serangan fajar” alias spoiler.

Prediksi masifnya spoiler, membuat sang sutradara film, Russo bersaudara mengeluarkan imbauan yang intinya: Jangan spoiler!—sepekan sebelum rilis perdana.

Dalam dunia perfilman, Spoiler-man alih-alih dicap pahlawan justru dilabeli penjahat kesiangan yang bisa merusak kebahagiaan. “Ealah, jangan spoiler, goblok!”

Menurut berita yang beredar sih, seorang warga di Hongkong babak belur dihakimi massa karena mengungkapkan jalan cerita film yang baru saja ditontonnya. Kamu mau dipukuli juga?

Mengamuknya orang berduit kadang lebih kejam dari mereka yang kelaparan. Alasan mereka sederhana saja, “Gue bayar tiket buat cerita film, bukan dengerin cerita, lu!” atau “Instastory elu nyampah!”

Sebagai orang yang dikaruniai waktu luang menonton film lebih awal, memang sebaiknya menjaga perasaan mereka yang disibukkan berbagai kegiatan. Simpan erat cerita itu sebagaimana kamu menyimpan erat film “iwik-iwik” di ponsel pribadimu.

Ketimbang koar-koar spoiler yang nggak jelas, mending bikin spoiler yang elegan dengan menulis review dan mengirimkannya ke situs-situs film. Selain bisa dapat duit, kamu bisa tenar. Daripada dapat sakit dan memar-memar dihajar netizen yang budiman yak an?

Mayoritas penggemar film sepakat tindakan spoiler memang menyebalkan. Tak kalah bikin gondok dengan spoiler hasil Pilpres 2019 oleh sejumlah lembaga survei di mata cebong dan kampret—simpatisan politik garis keras.

Belum lagi pengumuman resmi, mereka sudah bertengkar habis-habisan. Spoiler hitung cepat membuat pertikaian semakin hebat. Beberapa lembaga survei menunjukkan kemenangan suara ada di kubu 01, beberapa lainnya memenangkan 02.

“Halah, lembaga survei tukang bohong, dasar Cebong!”

“Hasil hitung cepat versi elu nggak akurat, Kampret!”

Miris memang budaya politik negara +62 yang mengusung jargon “rebut dulu baru ribut” dan “yakinkan dulu baru permainkan”.

Gara-gara tabulasi suara hasil hitung cepat, salah satu calon presiden, Prabowo Subianto menyerukan agar lembaga survei pindah ke Antartika. “Mungkin kalian tukang bohong lembaga survei, bisa bohongi penguin-penguin di Antartika. Indonesia sudah tidak mau dengar kamu lagi,” kata Prabowo.

Plis deh, Pak. Lembaga survei tidak punya kemampuan berbicara dengan hewan seperti kelebihan yang Bapak punya. Bincang-bincang santai sama kucing, kuda, sampai semut. Toh lembaga survei belum tentu juga paham bahasa penguin.

Dilematis. Iya. Satu sisi keberadaan lembaga survei sangat dibutuhkan. Lembaga survei dalam melakukan hitung cepat salah satunya memiliki fungsi sebagai korektor penghitungan oleh penyelenggara pemilu jika hasil tabulasi jauh berbeda.

Bisa KPU yang salah atau lembaga survei yang gegabah. Tapi, lembaga survei punya metode ilmiah dalam melakukan kerja-kerja penghitungannya. Ada besaran margin of error di setiap publikasinya. Karenanya hitungan lembaga survei bisa meleset di beberapa daerah yang sampelnya kecil.

Korektor semacam ini justru dapat menyehatkan iklim demokrasi agar penyelenggara tidak seenak jidat berjalan sendiri. Lembaga survei bisa mewakili partisipasi masyarakat sebagai batu uji jalannya pemilu.

Bagaimana jika mereka berbohong, berkonspirasi atas hasil surveinya? Ya bisa saja. Tapi bagaimana pula kita percaya lembaga survei internal salah satu tim pemenangan yang tak mau transparan membuka metodenya?

Padahal, kita hanya mendengar potongan-potongan cerita dari survei internal masing-masing tim kampanye yang mengklaim mereka menang tanpa benar-benar tahu hitungan sebenarnya. Atas provokasi data inilah pengetahuan publik dibuat goyah.

Apa yang jadi kemarahan Prabowo dkk bisa dipahami juga sih. Sebab, seorang spoiler menceritakan—misalnya—Iron Man menikah dengan Wonder Women atau Spiderman tiba-tiba muncul dengan kuda terbang Indosiyar tetap saja rasanya menyebalkan.

Mungkin ceritanya ngawur, tapi kita tetap saja akan menempeleng orang yang bercerita sepatah kata pun mengenai sesuatu yang kita nantikan. Baik itu film Avengers: Endgame maupun hasil Pilpres 2019. Apalagi kalau info spoiler-nya nggak sesuai dengan ekspetasi.

Kayak misalnya, tahu-tahu ada yang spoiler kalau Iron Man dan Thanos bekerja sama karena ingin menghancurkan Captain America. Meski nggak masuk akal, tapi kalau benar gitu ceritanya kan ya penggemar Marvel bakal emosi betulan.

Kondisi serupa terjadi saat publik pendukung 02. Mereka merasa cerita spoiler dari lembaga survei nggak masuk akal. Sebab doktrin di akal mereka cuma satu: Prabowo tidak mungkin kalah. Titik!

Untuk itulah mereka beramai-ramai “menempeleng” lembaga survei yang tidak mereka percayai lagi. Bukan karena salah hitung, tapi karena akhir cerita yang dikatakan oleh tukang spoiler quick count itu dirasa menyakiti hati.

Tak tahan dihujat habis-habisan, para lembaga survei menggelar jumpa pers membuka data dan metodenya. Publik, terutama pendukung 02 tetap tidak puas. Percakapan diperluas kepada tema kecurangan. KPU pun ikut keseret kena sasaran tembak isu kecurangan.

Dari hal semacam itu, kita bisa melihat bahwa spoiler memang merupakan spesies yang dibenci di mana-mana. Mau dia tukang spoiler untuk film Avengers: Endgame maupun tukang spoiler hasil Pilpres 2019. Keduanya sama aja nasibnya.

Exit mobile version