Mengurai Kusut Kabel Pak Ahok yang Sebenarnya Tak Kusut-Kusut Amat

Mengurai Kusut Kabel Pak Ahok yang Sebenarnya Tak Kusut-Kusut Amat

Mengurai Kusut Kabel Pak Ahok yang Sebenarnya Tak Kusut-Kusut Amat

Dunia twitland yang makin ditinggal penggunanya, tiba-tiba heboh lagi. Kali ini bukan karena Gibran jualan martabak, tapi, soal pro kontra penemuan sisa kulit kabel yang dipotret dengan hp pak Ahok, gubernur Jakarta yang ceplas-ceplos itu.

Tidak tanggung-tanggung, media mainstream nasional memberitakan, total ada 12 truk sisa gulungan kabel di gorong-gorong Jakarta. Saya membayangkan, jika murid-murid guru master Splintrer: Donatelo, Michaelangelo dan kawan-kawan kura-kura ninja lainnya pindah markas ke got ibukota, mereka pasti sudah megap-megap nggak bisa ambegan. Hambok tenin.

Namanya juga netizen twitland, soal kabel bisa jadi perdebatan super serius. Petanya sekarang ada dua kubu besar di jagad twitland. Pertama, yang loyalis pak Ahok. Kelompok ini meyakini ucapan (yang mungkin spontan) pak Ahok bahwa buangan kabel itu adalah sabotase. Sebuah niat jahat terencana yang bertujuan agar jalanan ibukota banjir. Dengan begitu, pak Ahok bisa disalahkan dan jadi bahan-bahan negative campaign pilkada Jakarta tahun depan.

Kubu yang kedua meyakini sebaliknya. Ini adalah akal-akalan tim Ahok agar mendapat simpati publik, playing victim. Kubu kedua ini optimistis itu sebuah rekayasa berita yang masif dan sistematis, sehingga masyarakat jadi maklum kenapa masih banyak genangan (Ingat, genangan lho ya pak redaktur Agus Mulyadi, bukan kenangan. Eh, percumah ding saya goda, memangnya tahu apa redaktur satu ini tentang kenangan?). Pasalnya, ada berita yang sama di tahun 2014 yang dengan mudah ditemukan dengan bertanya pada mbah google.

Masing-masing kubu berdebat dengan argumen yang dibuat semeyakinkan mungkin. Kubu pertama membantah bahwa penemuan kabel itu terjadi 2014. Memang, dua tahun lalu ada penemuan sisa bungkus kabel, tapi lokasinya berbeda. Tahun 2014 di Jl Merdeka Timur, kali ini di JL Merdeka Selatan.

#TimAhok ini juga mengupload video penarikan sisa kabel dari got. Memang sih tidak sedramatis rekaman Leonardo diCaprio mimbik mimbik dapat Oscar, namun viralitas rekaman durasi 30 detik ini cukup dahsyat. Pendukung kubu pertama membumbuinya dengan komentar-komentar begini : “Lihat ini buktinya ada gulungan kabel dibuang , bukan rekayasa !”, atau “Cek video ini , ada bus tingkat, itu baru ada jamannya Ahok”, hingga “Perhatikan baik baik foto pengambilan sisa kabel ini, ada tukang Gojek kepotret , bukan 2014 !”

Seolah tak mau kalah, para pentolan kubu kedua (yang meyakini bukan sabotase) tak kalah akal. Uni Lubis misalnya, sampai rela berpanas-panas mengunjungi pos polisi sub sektor di jalan Merdeka Selatan. Ini jurnalis senior lho (untuk tidak menyebutnya berumur, tidak sopan pada wanita menyebutkan usianya). Lalu, cekrek, Uni berpose selfi dengan pak Sadiyono, polisi penjaga pos lalu lintas di ujung barat daya Monas, sekitar 15 meter dari lokasi penemuan gulungan sisa kabel pertama. Foto itu diunggah di facebooknya dengan keterangan bahwa menurut polisi, mereka berpatroli 24 jam, jadi tidak mungkin ada sabotase pembuangan kabel di dalam got.

Lha, ini kalau masing-masing kubu cuma adu foto di sosial media, sampai mas Puthut EA pakai celana panjang semata kaki (itu artinya 20 an tahun lagi) pun juga nggak bakal kelar.

Kalau sudah begini, tampaknya, mas Kombes unyu-fangkeh idola mahmud abas (mamah muda anak baru satu) harus turun tangan deh. Iya, siapa lagi kalau bukan om Krishna Murti yang kondang kaloka dengan kaos Turn Back Crime nya itu.

Kabel ruwet pak Ahok ini bisa diurai dengan gampang, jika dua kubu (pro-kontra isu sabotase) mau berfikir lebih jernih. Setidaknya ada tiga cara yang kalau om Krishna baca Mojok, bisa dicoba :

Pertama, identifikasi usia bekas kabel itu. Ini mudah karena pasti ada serial number atau setidaknya barcode yang tertinggal di masing-masing kabel. Jenis kabelnya juga bisa terdeteksi. Tentu, tidak harus 12 truk itu diteliti ndremimil satu-satu. Bisa modyar. Cukup ambil sampel dari masing-masing lokasi penemuan. Dari situ, akan ketahuan kapan kabel itu keluar dari pabrik. Bahkan, bisa dilacak, kabel apa dan siapa penggunanya.

Kedua, polisi bisa meminta informasi dari kontraktor-kontraktor pengerjaan galian kabel secara random alias acak. Perlu diketahui pembaca Mojok yang berdomisili di luar ibukota, bahwasanya lazim sekali jalanan Jakarta pating brocel tiap minggu karena digali-gali. Minggu ini galian kabel PLN, minggu depannya galian kabel Telkom, minggu berikutnya galian kabel fiber optik, dan seterusnya. Tak pernah putus, seperti harapan Agus menemukan cinta sejati yang tak pernah pudar (sekaligus juga tak pernah dapat).

Nah, masing-masing lokasi penemuan kabel itu kan ada datanya. Siapa saja yang baru saja memasang. Lalu diajak berbincang, ditanya tanya, apakah ada anak buahnya yang lupa atau iseng meninggalkan sisa gulungan kabel di dalam got. Kalau iya, apa motifnya? ekonomi, lupa, atau apa.

Ketiga, andalkan kamera CCTV. Hari gini berooo, tidak ada yang tidak terekam kamera. Apalagi di sekitar wilayah Monas. CCTV di dekat trafic light, CCTV di pagar kementerian, CCTV di sekitar Bank Indonesia, banyak sekali. Masing-masing punya sudut perekaman atau angle yang berbeda. Tinggal diramu, disesuaikan urutan tanggalnya, kelihatan deh.

Jika tiga cara klasik tadi tidak berhasil, cara keempat boleh dipakai. Buatlah sayembara. Umumkan di twitter besar-besar. Barangsiapa berhasil memecahkan misteri kabel 12 truk, dapat hadiah gede.

Misalnya, kalau wanita dijadikan istri, kalau lelaki dicarikan istri. Saya kok yakin, mayoritas pembaca Mojok yang masih jomblo ini akan bergegas mencari ide untuk mengurai kusut kabel pak Ahok.

Siapa tahu to, siapa tahu dapat istri secantik Dian Sastro itu. Wong Pak Ahok itu koneksinya banyak je.

Exit mobile version