Gibran Rakabuming Sebaiknya Belajar dari Ibas Yudhoyono dan Tommy Soeharto

Gibran Rakabuming Raka sungguh sombong sekali. Gibran terkesan sangat kurang peduli dan sensitif kepada orang kecil, kaum mayoritas. Tindak-tanduknya juga terlihat arogan. Tidak tahu Gibran menganut paham apa, tapi yang jelas dia kok ndak pake aji mumpung. Itulah hal terburuk yang dilakukannya selama ini.

Sebagai pengusaha katering, Gibran telah membunuh peluang usaha masyarakat bawah dan janda-janda kreatif. Katering kan hal yang remeh, bisa dikerjakan banyak wong cilik. Lha ini kok malah diambil oleh anak seorang presiden yang sah. Bayangkan, seandainya bisnis ecek-ecek ini tidak dicaplok orang-orang seperti Gibran, tentu banyak rakyat yang bisa memperoleh hidup dari sini. Maka jika penduduk Solo masih banyak yang miskin, orang pertama yang akan saya salahkan adalah Gibran.

Seharusnya, Gibran mengerjakan proyek negara yang jumlahnya ratusan triliun dan tersebar dari Sabang sampe Merauke—di seluruh penjuru tanah air. Gibran tak perlu takut dan ragu, semuanya bisa diatur. Di negeri ini apa sih yang tidak bisa diatur? Hukum saja bisa diatur, apalagi sekarang dua taring KPK sudah semplak. Macan itu sudah jadi setengah ompong, mudah dijinakkan.

APBN Tahun 2015 nilainya sekitar Rp1.793,6 triliun, jika kamu bisa memanfaatkan sedikit saja, Gibran, yaitu 0,1% atau sekitar Rp.1,7936 triliun, maka kamu bisa mendapatkan keuntungan sekitar 15 persennya. Artinya, uang yang masuk ke kocekmu bisa mencapai Rp.269.040.000.000—dan itu wajar.

Tapi kamu tidak perlu muncul, tidak perlu turun tangan langsung menangani proyek-proyek tersebut. Kamu bisa menggunakan orang lain untuk turun ke lapangan, tapi harus yang benar-benar bisa kamu percaya. Hindari hal-hal yang berhubungan dengan tanda tangan. Jangan pakai hape kalau lagi ngontrol proyek. Pakai saja interkom yang jadul, atawa sejenisnya yang aman dari penyadapan. Dengan cara seperti ini, proyekmu dijamin akan aman. Tidak akan dicium  media. BPK maupun BPKP akan memberikan jempol ketika mereka mengadakan pemeriksaan.

Ngurus katering itu cukup rumit, Gibran. Bawang sampai sekarang masih terasa pedas di mata. Belum lagi kalau tukang masakmu melakukan kekeliruan fatal, bisa-bisa mencret semua konsumen dan tamu undanganmu. Ngurus proyek mah gampang banget. Mendapatkannya juga mudah sekali buat anak presiden kayak kamu, udah kayak membalikkan telapak tangan. Bikin saja isu reshuffle kabinet jilid 2, 3, 4, dst., dijamin cespleng. Mereka-mereka, para politisi yang mengerubungi bapakmu itu, akan dengan sukarela dan senang hati memilihkan proyek yang gampang maupun proyek yang gampangan.

Tinggal orang-orang terbaikmu yang urus. Kamu cukup duduk manis sambil mangku istrimu yang cantik itu—sosok istri sempurna, Puteri Solo khayalan kaum jomblo maupun laki-laki yang sudah kadaluarso.

Di atas semua itu, kamu harus ingat untuk selalu bertampang manis. Kalau belum bisa panggil ahli kepribadian, kursus privat sebentar. Atau yang paling mudah, cukup  dengan beli topeng.

Tidak apa, banyak manusia bertopeng di negeri pimpinan bapakmu ini. Siapa tahu suatu saat nanti topengmu jauh lebih populer daripada topeng Guy Fawkes yang asing dan aseng.

Gibran, apa bedanya antara kamu, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, dan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto? Kalian sama-sama ganteng, sama-sama laki-laki, dan sama-sama anak Presiden. Yang membedakan kalian hanyalah pilihan. Maka supaya kamu tidak terlalu berbeda dengan mereka, saya sarankan kamu untuk belajar dari dua seniormu Ibas dan Tommy itu.

Kamu harus belajar banyak dari mereka berdua, agar bisa menjadi anak presiden seutuhnya, supaya istrimu bisa mojok bersama kaum sosialita (bukan mojok.co, di sini mah kelas kaum kere), berbalut busana nan mewah buatan desainer kelas atas (bukan tukang jahit pinggir kali Bengawan Solo).

Dan siapa tahu kelak dirimu bisa menduduki kursi ketua umum partai jika ayahandamu jadi bikin partai baru. Kasihan, sekarang ini ayahmu cuma petugas partai.

Exit mobile version