Gara-Gara Amien Rais, 3 Lagu Ini Tidak Cocok Dinyanyikan Aktivis ’98

Gara-Gara Amien Rais, 3 Lagu Ini Tidak Cocok Dinyanyikan Aktivis ’98

MOJOK.CO Seandainya para Aktivis ’98 berkumpul di acara karaoke, 3 lagu ini sepertinya bukan pilihan yang cocok untuk dinyanyikan bersama Amien Rais.

Yang hidup di era awal reformasi, atau yang pernah mendengar dan mencermati berita seputar demonstrasi sepanjang Mei 1998, pasti tahu betul bahwa lagu yang membuat Robertus Robet ditetapkan sebagai tersangka pada bulan Maret 2019 silam adalah lagu yang sangat populer, membakar semangat perlawanan, serta menumbuhkan keberanian menghadapi moncong senjata.

Tahun 1998 kemudian disebut-sebut sebagai periode paling heroik di Indonesia, selain cerita-cerita dari era perang kemerdekaan.

Lagu yang liriknya bla-bla-bla-bla tidak berguna, bubarkan saja, diganti Menwa, kalau perlu diganti Pramuka tidak berani saya tulis lagi di artikel ini, menjadi penyemangat bagi ribuan mahasiswa yang turun ke jalan saat itu. Juga pemersatu gerakan. Para aktivis dari periode itu tahu betul mengapa mereka menyanyikan lagu itu sepenuh hati.

Pada masa itu, siapa saja yang memegang senjata adalah momok yang menakutkan. Peluru kerap dipakai rezim orde baru untuk membungkam suara-suara kritis. Berhubung ketika itu semua mahasiswa turun ke jalan, keberanian melawan menjadi berlipat ganda.

Karena itulah, mereka tak segan-segan mengubah lirik Mars ABRI menjadi sindirian yang menyakitkan. Risiko dihantam popor senapan seolah mereka abaikan.

Nah, Amien Rais ada di antara paduan suara aktivis mahasiswa kala itu. Ia dielu-elukan, bahkan dipeluk mesra para Aktivis ’98 saat Suharto, penguasa negara paling lama di Indonesia, benar-benar lengser.

Pada masa itu, Amien Rais adalah sahabat semua orang yang menginginkan berakhirnya kekuasaan super-otoriter.

Setelahnya, setelah dwifungsi ABRI dihilangkan, dan era reformasi dimulai, kebencian pada senjata memudar. Lagi itu tidak dinyanyikan lagi (sampai Robertus Robet melakukannya dan membuatnya ditangkap). (Barangkali) semua sudah move on, dan sebagian orang justru merasa lebih aman dan nyaman ketika pada suatu keramaian mereka melihat para tentara dan polisi menenteng senjata.

Namun, hal itu tidak berlaku bagi Amien Rais. Tokoh kita ini kalian itu seperti tinggal di masa lalu. Dia ternyata tetap membenci senjata dan karenanya menebar kebenciannya dalam bentuk fitnah.

Tidak tanggung-tanggung: dituduhnya polisi-polisi muda yang memegang senjata dalam rangka mengamankan aksi 22 Mei 2019 kemarin sebagai pihak berbau PKI, sebuah organisasi (yang oleh karena kuasa dan narasi Suharto) menjadi sangat menakutkan dan terus dibenci hingga kini.

“Saudaraku, saya menangis, saya betul-betul sedih, juga marah bahwa polisi-polisi yang berbau PKI telah menembak umat Islam secara ugal-ugalan. Saya, atas nama umat islam, minta pertanggungjawabanmu,” ungkap Amien Rais.

Padahal, dia tidak menangis ketika mengatakan itu melalui video amatir yang beredar luas di Twitter. Oh ya, di WhatsApp dan Facebook, video itu tidak muncul, kecuali kalau aksesnya pakai VPN.

Reaksi Indonesia atas pernyataan provokatif itu berdatangan. Seruan agar tokoh reformasi pensiunan ketua umum partai politik itu ditangkap, serentak masuk di sepuluh besar trending topic. Bukan baru kali ini Amien Rais berulah tidak menyenangkan.

Setahun silam, dia bilang bahwa partainya sedang berjuang melawan partai setan. “Sekarang ini kita harus menggerakkan seluruh kekuatan bangsa ini untuk bergabung dan kekuatan dengan sebuah partai. Bukan hanya PAN, PKS, Gerindra, tapi kelompok yang membela agama Allah, yaitu hizbullah. Untuk melawan siapa? Untuk melawan hizbusy syaithan,” katanya saat itu. Sontak, banyak orang marah-marah.

Amien juga pernah menuduh Jokowi sebagai sumber nestapa Indonesia. Pokoknya, sejak menua dan tak kunjung mendapat kekuasaan yang besar, Amien Rais seperti, duh maaf, kehilangan akal sehat.

Fakta ini tentu sangat menyedihkan teman-teman Aktivis ’98, kkecuali Fadli Zon dan beberapa orang lain yang mengalami metamorfosis nyaris serupa.

Oleh karenanya, bisa saja para Aktivis ’98 ini memutuskan berkumpul lagi: bernyanyi bersama, mengenang kejayaan ’98. Namun, jikapun itu terjadi, beberapa lagu berikut ini rasa-rasanya tidak cocok-cocok amat untuk dimasukkan ke dalam playlist mereka pada sebuah acara yang—katakanlah—mungkin bakal bertajuk “Karaoke Reuni Aktivis ‘98”.

1. Ingatlah Hari Ini – Project Pop

Jika tua nanti/kita tlah hidup masing-masing/ingatlah hari ini.

Lagu Ingatlah Hari Ini ini tentu saja tidak akan mereka nyanyikan. Karena, bagi Aktivis ’98 yang sebagian besar kini jadi politisi, peristiwa mereka bersama-sama mengakhiri rezim orde baru tidak perlu diingat-ingat lagi.

Jangankan memasukkan Amien Rais dalam ingatan itu, lah wong nama teman-teman sendiri saja, beberapa dari mereka sudah lupa. Yang kebanyakan mereka ingat sekarang mungkin adalah kursi empuk di Senayan. Bahwa untuk memperolehnya, mereka harus menjual teman sendiri, pun akan mereka lakukan.

2. Sebuah Lagu – Payung Teduh

Duduk bersama tak melakukan apa pun/Menuang secangkir cerita tangis dan tawa/Tak berjanji tapi selalu ada dalam masa kelam/Terima kasih, teman/Untukmu kunyanyikan sebuah lagu.

Ini lagu milik Payung Teduh. Terlalu teduh untuk Aktivis ’98. Nyatanya, mereka tak akan pernah ada untuk sesama mereka yang sedang dalam masa kelam, seperti masa yang sedang Amien Rais jalani saat ini.

Lagipula, Payung Teduh itu band masa kini. Sementara itu, “masa kini” bagi sebagian besar Aktivis ’98 yang kini jadi politisi adalah “kursi”. Bukan payung.

Payung hanya mengingatkan mereka pada Aksi Kamisan, sesuatu yang sesungguhnya sedang mereka abaikan.

3. Sahabat Sejati – Sheila on 7

Pegang pundakku/jangan pernah lepaskan/bila ku mulai lelah/lelah dan tak bersinar.

Lagu milik Sheila on 7 ini tidak akan mungkin mereka nyanyikan di acara “Karaoke Reuni Aktivis ’98”. Mana mau mereka? Kalau toh ada yang menyanyikan lagu itu, barangkali hanya Amien Rais. Dan ketika dia mulai bernyanyi, Aktivis ’98 peserta reuni lainnya akan perlahan pergi.

“Mau ke mana?” tanya Amien.

“Mau panggil Hanum, Pak,” jawab seseorang, sebelum menjemput Hanum agar srikandi muda anak perempuan itu menjemput ayahnya yang sudah mulai lelah dan tak bersinar itu.

Ya. Tiga lagu itu, dan lagu-lagu bertema persahabatan lainnya, tidak akan terdengar di acara “Karaoke Reuni Aktivis ’98”. Malah, acara itu mungkin tak bakal lama digelar, apalagi Amien Rais sudah dijemput.

Dijemput siapa?

Tentu saja: dijemput Hanum yang matanya sedang berkaca-kaca karena baru saja bertemu seseorang yang disebutnya Cut Nyak Dien masa kini.

Exit mobile version