Fatwa Nabi Khidir tentang Hukum Membohongi Raja

MOJOK.COSeorang raja ingin bertemu Nabi Khidir demi sebuah niat jahat. Ketika ia membuat sayembara untuk mendatangkan Nabi Khidir, seorang miskin berpura-pura menyanggupinya.

Raja Turkistan yang zalim sedang bergelora mendengarkan seorang darwis bercerita ihwal bagaimana Khidir datang dan menemui orang-orang khusus pada saat-saat khusus. “(Nabi) Khidir datang,” kata Sang Darwis, “karena alasan keperluan khusus.”

“Rebut jubahnya saat ia muncul dan Anda akan mendapat anugerah pengetahuan-pengetahuan,” tambahnya.

Raja yang tak terlalu percaya segera menyela, “Apakah ini mungkin terjadi pada seseorang? Apakah ada sesorang yang bisa mendatangkannya?”

“Semua orang sebenarnya bisa,” jawab Sang Darwis.

Raja menjadi benar-benar penasaran sehingga memerintahkan agar diadakan sebuah sayembara. Isinya sayembara itu adalah siapa saja yang bisa mendatangkan Nabi Khidir akan diberi hadiah emas berlian yang tak terkira banyaknya.

Di Satu sudut kota, seorang yang begitu miskin bernama Bakhtiar Baba tiba-tiba menangis keras setelah mendengar sayembara raja tersebut. Ia berkata pada istrinya, “Istriku, aku akan mengikuti sayembara ini. Dengan rencanaku, yakinlah kita akan menjadi berkecukupan meski aku harus mati karena tindakan ini. Tapi, tak mengapa, karena kalaupun aku mati, ini semua demi keluarga kita. Kamu dan anak-anak kita bisa hidup dengan kecukupan harta.”

Bakhtiar akhirnya mendatangi sang Raja dan mengatakan pada raja dia akan mendatangkan Khidir selama 40 hari, namun hanya jika Raja memberinya dulu seribu keping emas. Sang raja menyanggupi.

“Bahkan jika kamu meminta lebih, asal kamu bisa mendatangkan Khidir, sepuluh kali lipat pun akan kuberikan padamu,” ucap raja. “Namun, jika kamu berbohong dan tak bisa mendatangkannya, hukuman mati benar-benar telah menunggumu. Ini akan menjadi peringatan kepada rakyat apabila sampai berani mencurangi Raja Turkistan.”

Bahktiar mengangguk tanda menyetujui. Ia pun pulang ke rumahnya dan memberikan seluruh kantung emas kepada Istrinya. Ia berpesan agar istrinya tidak terlalu bersedih atas hukuman mati yang akan diterimanya dan agar ia menggunakan emas yang ia beri secara bijaksanan untuk mencukupi hidupnya. Bahktiar akhirnya menggunakan sisa waktu empat puluh hari dengan memperbanyak ibadah sebagai bekal perbuatan baik bagi kehidupan akhirat, menjemput kematiannya yang tak lama lagi.

Di hari keempat puluh seperti yang telah ditentukan, Bakhtiar mendatangi raja di aula kerajaannya.

“Paduka yang mulia, dengan kesombonganmu, Anda mengira uang dan emas dapat mendatangkan Khidir. Tidak. Tidak, Paduka. Khidir tidak mungkin muncul kepada seseorang yang masih memendam kuat kesombongannya.”

Raja marah besar. “Bangsat! Kamu benar-benar ingin mencari mati. Kamu hendak membangkang kehendak raja?”

Bahktiar segera menimpali, “Memang cerita yang beredar mengatakan, ada beberapa orang yang beruntung menemui Khidir. Namun, sungguh pertemuan itu tak ada gunanya jika dimulai dengan maksud yang salah. Kata cerita, Khidir hanya akan datang dan muncul jika orang tersebut pada saat yang tepat memang berharga untuk ia kunjungi. Dan itu sesuatu yang tak mungkin kita rekayasa.”

“Cukup! Cukup! Ocehanmu tak akan membantu memperpanjang hidupmu,” bentak Raja. Ia menyuruh para wazirnya (menteri) berkumpul. Tak berapa lama, para wazir telah siap sedia di hadapan raja.

“Wazir!” seru Raja, “Cara hukuman mati apa yang pantas untuk orang miskin pembangkang ini?”

Wazir pertama mengatakan, “Panggang saja tubuhnya, Paduka, sebagai peringatan.”

Wazir kedua mengusulkan hal aneh, “Cincang dan cacah-cacah tubuhnya menjadi bagian-bagian.”

Wazir ketiga berkata sebaliknya, “Cukupi kebutuhan hidupnya. Keadaanlah, karena ia miskin, yang memaksanya melakukan tindakan ini.”

Tiba-tiba datang seseorang darwis asing berjalan menuju aula kerajaan. Setelah mencuri perhatian yang hadir, ia pun berkata, “Setiap orang di ruangan ini berpendapat menuruti prasangka-prasangka yang terpendam dalam diri mereka masing-masing.”

“Apa maksudmu, Darwis” tanya Sang Raja.

“Wazir pertama dulu adalah seorang pemanggang roti, maka ia menyarankan hukuman panggang. Wazir kedua asalnya adalah seorang penjagal hewan, maka ia meminta cincang dan cacah-cacah. Sedangkan Wazir ketiga dulu adalah seorang pelajar ilmu pemerintahan sehingga ia berusaha mencari dan melihat akar sumber masalah dari semua ini.”

Tiba-tiba si Darwis melantangkan suaranya.

“Catat dua hal! Pertama, Khidir muncul dan menemui hanya pada seseorang yang bisa mengambil manfaat dari pertemuan tersebut. Kedua, orang ini, sebagai bukti pengorbanannya, karena keterpaksaan dan rasa putus asa, melakukan apa yang ia anggap harus dilakukan. Ia telah meningkatkan kegentingan dan hal ini membuat saya sudah sepantasnya muncul di hadapan kalian.”

Sekejap tubuh Sang Darwis meleleh dan ia menghilang dari pandangan mata.

Mencoba menerjemahkan apa yang dinyatakan oleh Khidir, Sang Raja memberi tunjangan hidup tetap pada Baba Bakhtiar dan keluarganya, sedangkan dua wazir pertama dipecat. Sekarung emas yang dulu diterima oleh Bakhtiar dan istri akhirnya dikembalikan ke bendahara istana. Cerita tentang kisah pertemuan dengan Khidir di atas konon terdapat dalam sebuah kisah yang diceritakan dari kisahnya kisah yang terdapat dalam kisah di dunia gaib.

Dinukil, disadur, serta dikembangkan dari Idries Shah Tale of Dervish, 1969, hlm. 195-197.

Baca edisi sebelumnya: Mencari Guru Tersembunyi dan artikel kolom Hikayat lainnya.

Exit mobile version