Review Deadpool 2: Masih Lucu, Ngaco, dan Tak Pantas Ditonton Anak-Anak

MOJOK – Setelah baca review Deadpool 2 ini, kamu bisa menjadikannya tontonan alternatif malam Jumat semisal film 212 The Power of Love atau film Assalamualaikum Calon Imam udah habis tiketnya.

Jadi begini. Film Deadpool 2 ini memang sejatinya adalah film keluarga, tetapi keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri saja. Cukup. Atau keluarga yang sudah tidak punya anak kecil.

Ya gimana ya. Menurut undang-undang, usia anak-anak adalah 0-17 tahun. Di atas itu statusnya masih anak, tetapi bukan anak-anak. Kalau tetep enggak ngerti dan tetap ngeyel ngajak anak-anak nonton film ini, wajar Anda masuk daftar “Lima Jenis Orang Goblok yang Bisa Ditemui di Bioskop” ala Mojok.

Baiklah, tulisan ini tidak hendak menambah daftar tersebut menjadi 10 orang goblok yang bisa ditemui di bioskop. Saya mau cerita soal jalan cerita Deadpool 2 aja.

Mari saya mulai dengan sedikit memberikan penjelasan singkat tentang latar belakang film ini.

Mendapat penolakan untuk bergabung dengan Avengers, Deadpool akhirnya memutuskan untuk membuat film lanjutan setelah film pertamanya sukses besar. Ternyata, menolak Deadpool masuk Avengers berakibat pahit. Thanos berhasil menang dan menghapus setengah populasi dunia.

Untunglah, Deadpool dan teman-temannya dari film pertama selamat dari jentikan maut Thanos. Malahan ada beberapa teman baru yang bergabung dalam tim Deadpool yang disebutnya X-Force.

Film ini berfokus pada usaha Deadpool untuk melindungi seorang anak (yang merupakan seorang [?] mutan) dari incaran penjahat bernama Cable. Si Cable ini sendiri juga seorang (?) mutan yang berasal dari masa depan.

Nah, di titik ini tukang casting Deadpool 2 tampak sangat bedebah. Sebab, pemeran si Cable ini adalah Josh Brolin, yang mana doi juga menjadi pemeran Thanos di film Avengers: Infinity War.

Kebetulan lagi, Thanos rupanya punya kemampuan mengendalikan waktu dengan Time Stonenya, dan Cable yang berada di masa depan butuh suatu alat untuk bisa datang ke masanya Deadpool berada. Masih bingung ke mana arah pembicaraan ini? Yak, sodara-sodara, sebenarnya Thanos muncul di Deadpool 2 dengan cara menyamar jadi Cable! Oalah, dasar Marvel Cinematic Universe nggak kreatip~

Nah, berhubung Thanos, eh, Cable ini bukan lawan sembarangan, Deadpool butuh bantuan. Selayaknya Avenger yang beraninya keroyokan bareng geng Guardians of The Galaxy, Deadpool bersama temannya yang bernama Weasel mengadakan audisi untuk mencari manusia super lain untuk membantunya menghadapi Cable.

Audisi ini dinamakan D’Academy alias Deadpool Academy. Setelah beberapa minggu mengikuti seleksi, dipandu oleh Ramzy dan Irfan Hakim selaku pembawa acara yang disensor sepanjang keduanya bawain acara, didapatkanlah beberapa manusia super terpilih, seperti Domino, Bedlam, dan Shatterstar yang kemudian tergabung dalam tim bernama X-Force.

Aksi X-Force ini sungguh memukau. Banyak adegan-adegan seru tak terduga yang bahkan nggak kalah sama koalisi superhero yang ada di Avengers: Infinity War. Apalagi, ditambah bantuan dari Colossus, Negasonic, dan karakter X-Men baru yang nongol di film ini: Yukio.

Sinopsisnya sih begitu, tetapi cerita yang ditampilkan di film tidak sesederhana itu. Memang Deadpool 2 tidak menyajikan plot twist yang bikin penonton melongo, tetapi paling tidak cerita yang disampaikan lumayan bagus. Meski di satu sisi, menurut saya sih, justru agak melemahkan karakter Deadpool yang sebenarnya anti-hero.

Kalau soal kengacoan dan kekocakan, saya pikir tidak perlu dipertanyakan lagi. Film ini mampu mengocok perut para penggemar Marvel semenjak awal hingga akhir. Bahkan bagi yang tidak mengikuti Marvel dan film Deadpool pertama sekalipun tetap bisa menikmati humor yang disajikan.

Apalagi ketika Deadpool mengejek tokoh komik, karakter film, atau aktor lain dan khususnya
“komik sebelah”. Film Marvel bawa-bawa DC Comic itu udah kayak seperti MNC TV bikin profil Surya Paloh, atau Dahlan Iskan mendadak muncul jadi tokoh di halaman depan Kompas. Ancur total pokoknya!

Saya sependapat dengan beberapa ulasan yang menyatakan bahwa kelucuan Deadpool 2 nggak sebanding dengan film pertamanya. Ya gimana ya, yang namanya pertama pasti lebih berkesan. Kecuali Cak Imin, pada dasarnya manusia memang lebih suka jadi yang pertama.

Meski kelucuannya sedikit di bawah film pendahulunya, aksi laga di Deadpool 2 seru abis. Baik yang adegan CGI maupun non-CGI. Sensor adegan yang sebelumnya ditakutkan, nyatanya tidak terjadi kok. Banyak adegan sadis yang berhasil memuaskan hasrat masokis saya. Eh.

Jika ada yang kurang memuaskan, saya pikir ini karena ada beberapa karakter yang porsi latar ceritanya terlalu sedikit diekspose. Ibaratnya, kalau di film pertama karakter tersebut bisa mendapatkan dua porsi Indomie plus telur, di film kedua karakter tersebut cuma mendapat setengah porsi Migelas. Rasanya mengecewakan melihat karakter seperti Weasel dan Negasonic nggak dapat banyak bagian. Honornya kurang kali ya?

Satu lagi, ada juga karakter yang mengalami pengembangan yang menarik dari film pertamanya dan jadi salah satu bagian paling keren di film ini. Siapa dia?

Halah. Malah nggak menjawab. Intinya sih, Deadpool 2 memang tidak se-fucking film pertamanya. Tidak cukup kuat pula untuk menandingi kegagahan Avengers: Infinity War meski teknik pemasaran Deadpool 2 harus diakui jauh lebih baik. Namun, Deadpool 2 masih bisa jadi tontonan alternatif malam Jumat semisal 212 The Power of Love atau Assalamualaikum Calon Imam udah habis tiketnya.

Oh iya, selayaknya film Marvel lainnya, jangan beranjak dulu dari studio ketika film berakhir. Selain ada adegan tambahan yang mengocok perut, jangan lupa cek sekitar kursi Anda. Pastikan dompet, hape, tas, ataupun benda berharga lain tidak tertinggal.

Exit mobile version