Saya di Dalam, Nyamuk di Luar

Bahasa Indonesianya Boco’

Kaco’ baru datang dari Mandar ke Yogya untuk kuliah. Tapi, sudah seminggu ia tidak nyenyak tidur. Gara-garanya adalah soal boco’.

Di kampung Kaco’ sudah biasa tidur pakai boco’. Di Asrama Todilaling yang didiami mahasiswa Polewali Mandar di Yogya memang tidak ada nyamuk, tapi namanya kebiasaan, kalau tak ada barang itu tetap susah tidur rasanya. Jadi kita tahu ya, besok-besok tak akan mungkin Kaco’ bergabung dengan kelompok mahasiswa pencinta alam ….

Karena sudah tak tahan kurang tidur, Kaco’ bertanyalah kepada Raopun, seniornya di asrama, di mana toko yang jual boco’ di Yogya. Setelah mendapat informasi dari Raopun, siang itu berangkatlah Kaco’ ke satu toko kain di Malioboro.

Di muka kasir dia berkata, “Mas, saya mau beli.”

“Beli apa?”

Nah, di sini Kaco’ baru sadar: dia tidak tahu bahasa Indonesianya boco’. Mampus ….

Dia terdiam lama sampai mas kasir heran, orang ini mau beli barang betulan atau cuma mau kasih kabar dia mau beli barang. Setelah pikir-pikir lama, akhirnya keluar juga jawaban Kaco’.

“Itu, Mas … barang yang gantung sana gantung sini, saya di dalam, nyamuk di luar ….”

Sekarang gantian si kasir yang berpikir keras. Pembaca ada yang bisa tebak, barang apa yang dimaksud Kaco’?

 

Tengkyu Kalian Semua!

Ini masih soal Kaco’ pergi berbelanja di Yogya. Mengingat acara beli boco’ sendiri itu gagal sampai dia harus menelepon Raopun untuk datang, kali ini ia belanja bersama Raopun membeli perlengkapan ospek.

Sampai barang dibayar, semua berjalan lancar. Pemilik toko dan pegawainya ramah. Mereka dilayani dengan baik. Ketika barang sudah dilunasi semua, kasir dan pegawai lain serentak berujar kencang kepada mereka berdua, “Tengkyu, Maaas. Besok datang lagi!”

Kaco’ membalas ujaran itu dengan senyum. Semuanya masih baik-baik saja hingga kemudian keduanya tiba di parkiran. Tahu-tahu muncul pertanyaan dari Kaco’.

“Kak, tengkyu itu apa?”

Sialannya, si Raopun terbit isengnya.

“Itu mereka ngata-ngatain kau anjing, Co’.”

Demi mendengar itu geram sekali hati Kaco’. Orang sudah membeli baik-baik, malah dikatai anjing. Barang belanjaan langsung ia jatuhkan ke tanah dan Kaco’ berlari ke dalam toko untuk berteriak kencang sekali.

“Tengkyuuu kalian semuaaa!!!”

Kali ini Raopun yang ketawa kencang sekali.

 

Mencuri Kambing

Sial bagi Jamil, pada percobaan pertama Jamil mencuri kambing tetangganya di Wonomulyo, Jamil langsung tepergok pemiliknya. Tanpa babibu, langsunglah Jamil digelandang ke kantor polisi beserta barang curian gagalnya: tiga ekor kambing.

Sampai di kantor polisi, dimulailah proses interogasi.

Polisi: Bapak Jamil, tahu kan mencuri itu tidak baik?

Jamil: (Sambil menunduk menjawab lirih) Tahu, Bapak ….

Polisi: Kalau sudah tahu, kenapa Bapak curi kambing tiga ekor?

Jamil: Aku nggak curi tiga, Pak.

Polisi: Aduh, Bapak jangan banyak alasan lagi. Ini buktinya kambing tiga ekor ada di sini.

Jamil: Benar, Pak, aku nggak curi tiga. Aku cuma curi satu, induknya, tapi anaknya dua ikut semua.

Pak Polisi tak tahu harus sedih atau tertawa.

 

Kena Sihir

Setelah lepas dari kantor polisi, Jamil kembali ke kampungnya. Hari-harinya tampak sendu karena ia masih menyesali perbuatannya.

Meski memang sudah berbuat salah, bagaimanapun mamak Jamil kasihan juga melihat anaknya demikian. Maka ia teleponlah paman Jamil di Makassar untuk mengundang Jamil jalan-jalan di kota itu.

Alkisah, dua hari kemudian Jamil sudah di Makassar. Kali ini dia berjalan-jalan sendiri di kota untuk menghibur diri. Tujuannya adalah Mal Ratu Indah kepunyaannya keluarga Jusuf Kalla. Ini akan pengalaman pertama Jamil masuk mal.

Setelah turun dari angkutan, Jamil berjalan ke pintu masuk mal. Di situ ia lihat pintu mal membuka dan menutup sendiri. Pertama kita harus ingat, ini pengalaman pertama Jamil dengan pintu seperti itu. kedua, di kampung Jamil ilmu sihir masih dipercaya. Jadi, tidak usahlah kita heran jika Jamil mengira pintu itu sudah disihir.

Wuih, hebat ini ilmunya! batin Jamil.

Karena Jamil percaya dia ada punya ilmu sihir sedikit-sedikit, nekatlah dia masuk pintu itu. Belum lama Jamil berjalan di dalam mal ketika ia merasa mal itu dingin sekali.

“Aih! Kena saya ini! Kena saya ini!”

Jamil langsung bergegas pergi dari sana untuk menghindar dari sihir mal.

 

Tersesat

Kali ini kisah tentang Fira, kawan sekampung Kaco’ yang juga baru mulai kuliah di Yogya. Baru tiga hari Fira tinggal di asrama, kawan-kawannya langsung mafhum dia punya penyakit panik berlebihan.

Misalnya pada hari itu ketika Fira hendak ke kampus sendiri. Hari-hari sebelumnya memang ia diantar oleh kawan asrama. Sebelum berangkat Raopun sebagai senior yang mengayomi memang ada pesan, “Kalau kau sudah sampai, kasih tahu aku ya, Dek.”

“Iya, Kak.”

Tapi sudah sejam Raopun menunggu, belum juga ada kabar dari Fira. Hatinya mulai tidak tenang. Maka ia teleponlah si Fira. Baru berdering sekali, telepon langsung diangkat.

“Dek, sudah sampai kampuskah?”

“Belum, Kak! Tersesat aku!” jawab Fira panik.

“Eh! Terus di mana kau sekarang?!” Raopun ikut panik.

“Kakak jangan tanya aku! Aku nih lagi bingung!”

Exit mobile version