Tidak Perlu Mandi Junub

tidak perlu junub

Sudah beberapa tahun terakhir ini, ibu-ibu di perumahan Kemayu Rahayu, salah satu kompleks perumahan elit di bilangan Jalan Kaliurang atas, rutin setiap bulan mengadakan arisan ala-ala sosialita. Namanya juga arisan ibu-ibu makmur, kaya, dan sentosa, lokasi arisan yang dipilih biasanya di hotel mewah, atau kadang di café premium yang di-booking khusus; dikosongkan hanya untuk gelaran arisan tersebut.

Orang kaya mah bebas.

Namun, khusus untuk bulan Ramadan ini, agaknya menjadi lain. Ibu-ibu Kemayu Rahayu sengaja tidak menggelar arisan di hotel mewah atau di café premium, sebagai gantinya, mereka menggelar arisan di rumah salah satu anggota kelompok arisan tersebut dan mengisinya dengan pengajian. “Biar arisannya berkah,” kata Ibu Ratna, salah satu peserta arisan, ketika ditanya oleh ibu-ibu lain tentang konsep acara pengajian di arisan mereka, yang kemudian langsung disetujui oleh sebagian besar peserta.

Namanya juga arisan ibu-ibu makmur, kaya, dan sentosa, walaupun arisannya berkonsep pengajian, tapi nuansa hedon tetap saja terlihat. Ustadz yang diundang untuk mengisi tausiyah adalah ustadz Jarkoni al Ngududi. Ia adalah ustadz kenamaan ibukota, yang sudah sering muncul di teve. Masih muda, ganteng, cakap, dan gerak-geriknya serba menyenangkan bagi para jamaah yang mendengarkan tausiyahnya. Konon, honor untuk mengisi tausiyah di arisan ibu-ibu ini mencapai puluhan juta rupiah.

Orang kaya mah bebas.

Acara pengajian berbalut arisan digelar dengan sangat apik dan mewah. Bahkan sampai membayar EO khusus untuk mengurusi aneka dekorasi, konsumsi, dan perencanaan acara. Persiapannya bahkan tak kalah heboh dibandingkan dengan acara nikahan. Padahal, peserta arisan tersebut tak sampai lima puluh orang.

Orang kaya mah bebas.

Para ibu-ibu arisan datang dengan busana terbaiknya. Yang biasanya tampil seksi, kini tampil sangat “islami”. Dari mulai yang pakai kaftan over dengan kain warna-warni, sampai padu-padan busana jilbab cokelat putih dengan motif ulir yang membuatnya justru terlihat seperti astor ketimbang ibu-ibu.

Acara kocok arisan berlangsung dengan sangat singkat, sebab, ibu-ibu sudah tidak tahan ingin menyimak tausiyah dari Ustadz Jarkoni yang cakep itu. Sebagian besar ibu-ibu bahkan tidak peduli dengan hasil siapa yang dapat arisan, mereka sudah sangat ngebet pengin memandangi wajah Ustadz Jarkoni. Padahal, hadiah arisan yang diperebutkan adalah satu set perhiasan asli lungsuran dari artis Holywood kenamaan berharga lebih dari dua miliar.

Orang kaya mah bebas.

Begitu acara tausiyah dimulai, ibu-ibu langsung berkumpul menyimak. Mereka terus memandang kagum kepada Ustadz Jarkoni yang teduh.

“Ih, masih muda, putih, ganteng, senyumnya menawan, ustadz lagi,” ujar Ibu Sinta kepada Ibu Sisca di sebelahnya.

“Iya, ih. Nggak kebayang ya, Jeng, kalau punya suami kayak gitu, pasti bahagia dunia-akhirat,” balas Ibu Sisca.

“Kalau dia ngajak saya kawin, Jeng, bakal langsung saya iyain, saya rela deh ninggalin suami saya.”

“Lah, terus anak-anak gimana?”

“Alaaah, ya anak-anak ikut saya dong. Lagian, anak-anak juga bakal seneng kalau punya bapak baru cakep kayak gini, wong ibunya saja seneng kok.”

“Idiiih, ngarep…”

Keduanya kompak meringis kecil sambil menutup mulutnya.

Sebab ini pengajian ibu-ibu arisan, materi tausiyah yang disampaikan tak jauh-jauh dari perkara fikih rumah tangga. Ustadz Jarkoni memberikan tausiyah tentang kewajiban dan hak suami-istri dalam membina rumah tangga. Tema yang dianggap relevan dan kontekstual dengan para peserta yang hampir seluruhnya seorang istri.

Setelah sesi tausyiah lumayan lama, tibalah di sesi tanya-jawab. Ustadz Jarkoni memberi kesempatan kepada ibu-ibu yang ingin bertanya seputar rumah tangga.

Ibu-ibu pun berebutan mengangkat tangan. Ustadz memilih dua orang penanya, yang paling dahulu mengangkat tangan.

Penanya pertama, Ibu Dewi, istri seorang pengacara kondang di kota, umurnya sudah 45 tahun, tapi wajah dan fisiknya masih terlihat seperti umur 30-an. Maklum, rajin perawatan.

Orang kaya mah bebas.

“Anu, Tadz. Maaf, ini mungkin pertanyaanya agak intim,” kata Ibu Dewi

“Nggak apa-apa, Ibu. Tanyakan saja.”

“Tadi malam sebelum santap sahur, suami saya mengajak berhubungan. Karena saya lagi capek banget, jadi saya tolak, tapi karena kasihan akhirnya saya bantu juga pakai tangan sampai dia keluar. Yang saya mau tanyakan, apa saya perlu mandi junub?” Para peserta arisan tertawa, Ibu Dewi tersipu malu.

“Kalau untuk itu, suami Ibu yang harus mandi junub. Sedangkan Ibu, cukup cuci tangan saja,” jawab Ustadz Jarkoni.

“Oooh, begitu ya. Terima kasih atas jawabannya, Tadz.”

Ustaz mengangguk, kemudian beralih ke penanya lain. “Ya, Ibu, silakan.”

“Eh, nganu, Tadz, nggak jadi nanya!” kata si Ibu Vanda.

“Lho, kenapa nggak jadi? Malu?”

“Emm …nggak, Tadz. Saya sudah tahu jawabannya.”

“Jawaban yang bagaimana, Bu?”

“Iya, saya gak perlu mandi junub. Cukup kumur-kumur saja .…”

Seluruh peserta pengajian terdiam. Hingga sejurus kemudian, ruangan pecah oleh tawa.

Exit mobile version