MOJOK.CO – Kelak, kalau Arsenal dan Stadion Emiretas sudah tiada, Carl Jenkinson dan Shkodran Mustafi akan tetap ada. Mereka berlipat ganda dan beranak-pinak.
Kalau sudah kadung cinta, orang bisa bersabar menghadapi banyak hal. Misalnya ketika pacar mengecewakanmu, orang tua bikin jengkel, tempat kerja tidak lagi menyenangkan, hingga bersabar menghadapi kenyataan ketika kamu seorang fans Arsenal. Fans beli jersey, syal, atau jaket sebagai bentuk kecintaan. Fans Arsenal harus selalu sedia kesabaran di lokernya demi menekan tensi dan gula darah ketika melihat Shkodran Mustafi bermain.
Dan tidak ada yang lebih bisa sabar selain Carl Jenkinson. Beliau bukan hanya pemain profesional yang terikat kontrak dengan Arsenal. Jenkinson adalah Gooners dengan kecintaan tanpa batas. Ketika kedua pemain ini bermain bersama, Gooners nggak hanya butuh kopi dan camilan sebagai teman nonton. Masing-masing sudah siap merapal doa diberi kesabaran oleh Tuhan.
Dan hebatnya lagi, keduanya bisa bertahan dari kemungkinan “punah”. Seperti seekor kecoa, yang bakal bertahan hidup meski dunia dilanda perang nuklir, Jenkinson dan Mustafi seperti tak terpengaruh oleh berbagai perubahan di dalam skuat Arsenal. Ibarat seorang menteri di kabinet, keduanya sangat kebal dengan yang namanya reshuffle.
Memutar beberapa tahun ke belakang, Arsene Wenger sungguh bersuka hati ketika gerbong pemain muda dari Britania mau memperpanjang kontrak bersama-sama. Jenkinson, Kieran Gibbs, Theo Walcott, Jack Wilshere, Aaron Ramsey, dan Alex Oxlade-Chamberlain duduk berjejeran, tersenyum manja, dengan kontrak baru di depan mereka. Di belakang Wenger berdiri dan rona wajahnya tampak puas.
Gerbong pemain muda ia anggap sebagai anak sendiri. Mereka masih sangat belia, dan dipersiapkan menjadi tulang punggung The Gunners untuk masa depan. Wenger boleh berencana, Tuhan menentukan, dan Jenkinson berkata lain.
Satu per satu, diiringi penurunan performa secara signifikan, mereka hengkang. Ramsey yang lebih konsisten dibanding rekan-rekan mudanya, baru saja hengkang ke Juventus. Ketika diprediksi masa depan Jenkinson tinggal hitungan bulan saja, alam semesta seperti punya rencana yang berbeda.
Melihat Jenkinson dan Mustafi selamat dari reshuffle Arsenal
Dulu, ketika Mathieu Debuchy cedera, Wenger menemukan berlian dalam diri Hector Bellerin. Ketika Bellerin cedera, Wenger dan Unai Emery, penggantinya, banyak menggunakan Ainsley Maitland-Niles sebagai bek kanan. Berkali-kali, eksistensi Jenkinson terancam. Berkali-kali pula dirinya selamat dari pembuangan.
Pemain berusia 27 tahun itu tidak pernah menjadi pilihan utama. Namun, karena sebuah tim yang ideal setidaknya butuh dua pemain untuk satu posisi, keberadaan Jenko, nama panggilannya, selalu dibutuhkan. Selain tuntutan keadaan, memang tidak banyak klub di luar sana yang tertarik mendatangkan pemain yang kalau sekali bermain, lalu cedera untuk beberapa minggu.
Betul, ketika dirinya dikabarkan akan dijual, kok ya tiba-tiba cedera datang. Tentu saja, pemain tidak bisa ditransfer ketika cedera, padahal saat itu ada peminat. Ketika sudah sembuh, yang dulunya berminat, sudah kehilangan selera. Sekali lagi, seperti kecoa yang selamat dari perang nuklir, eksistensi Jenko aman-aman saja.
Kisah nyata yang sama sepertinya bakal ditapai oleh Mustafi di Arsenal. Menjelang musim 2019/2020, Mustafi disebut akan dijual. Gimana nggak dijual, nama tengah beliau saja “blunder”, Shkodran “Blunder” Mustafi. Meskipun seorang pesepak bola aktif, ternyata hobinya mengangkat tangan, menyalahkan teman dan situasi.
Ketika namanya masuk dalam daftar jual Arsenal, kok ya ndilalah Laurent Koscielny bikin ontran-ontran, minta dijual. Padahal, Koscielny diharapkan bertahan satu musim lagi. Sebuah keadaan yang sukses bikin Emery mempertimbangkan mencoret nama Mustafi dari daftar jual.
Dan Mustafi, sangat berterima kasih dengan keadaan ini. Ia langsung bikin blunder ketika Arsenal melawan Bayern Munchen. Tidak lupa, ia mengangkat tangan sebagai tanda protes kepada hakim garis. Ia menganggap pemain Bayern offside. Padahal, melihat tayangan ulang, bukan offside yang terjadi, tapi Mustafi saja yang isi kepalanya suram betul: menyalahkan keadaan ketika dirinya sendiri yang berbuat salah.
Arsenal bakal mendapatkan tanda tangan William Saliba, bek tengah dari Prancis. Namun, Saliba belum akan bergabung musim ini. Sebuah fakta, yang lagi-lagi membuat Mustafi seperti kecoa, selamat dari reshuffle. Daya hidup yang sangat hebat, apalagi ketika Emery tidak punya rencana memberi kesempatan kepada Krystian Bielik, bek muda yang musim lalu sangat cemerlang ketika dipinjamkan.
Berbagai situasi tidak menguntungkan hadir silih-berganti, tapi Jenkinson dan Mustafi bakal selalu ada. Kalau misalnya Stadion Emirates suatu saat digusur dan dijadikan rusunawa karena ledakan jumlah penduduk, Jenkinson bakal menjadi penyewa pertama. Sementara itu, Mustafi bakal jadi kapten. Kapten janitor, alias petugas kebersihan.
“Mas, kok lantai 25 nggak dibersihkan?” Tanya Jenkinson, penyewa di lantai 25.
Mustafi mengangkat tangan sambil berkata, “Oohh, bukan salah saya. Itu salah Sokratis dan hakim gar…ah maksud saya, ini pasti salah anak buah saya ini. Nggak mungkin blunder saya. Ini mereka aja yang offside.”
Saya sarankan, Arsenal sendiri sudah nggak usah pusing mencari cara menjual keduanya. Keberadaan seseorang selalu punya makna. Kecoa, bisa menjadi indikasi kekotoran sebuah tempat. Bikin kamu sadar kalau harus segera bersih-bersih rumah.
Jenkinson pun demikian. Siapa tahu, selama ini beliau cuma salah posisi saja. Coba Emery mau membuka diri dan memainkan Jenko sebagai striker. Teknik screen yang sukses menghalangi dua pemain sekaligus ketika melawan Fiorentina itu sangat alami. Sebuah teknik mematung yang hanya bisa dilakukan seorang pemain yang terlahir sebagai target man. Atau, jangan-jangan Jenko cuma salah bidang olahraga saja. Masukkan namanya ke tim basket Arsenal bisa jadi solusi.
Sementara itu, Mustafi adalah seorang “guru”. Beliau mengajarkan bahwa dunia ini adalah kombinasi Ying dan Yang. Ada kebaikan, ada kegoblokan. Ada Sokratis, ada Mustafi. Beliau membuat yang mudah menjadi sulit, yang sulit menjadi blunder, yang blunder menjadi tiada, karena dia melemparkan kesalahan ke orang lain.
Ini sebuah bentuk pengajaran secara langsung. Sebuah studi lapangan. Beliau menunjukkan cara menjadi “bek tengah yang gagal”. Ia mempersembahkan tubuhnya untuk Dewa Blunder demi mengajari bek-bek muda Arsenal. Ia rela dicemooh tiap minggu. Meskipun selalu terpuruk, ia selalu bisa back on top. Ini pelajaran mental yang paripurna. Sangat sufi sekali.
Kelak, ketika keduanya pensiun, Arsenal bakal membuat patung emas. Tidak diletakkan di depan Stadion Emirates, tapi ditenggelamkan di Sungai Thames. Sebuah simbol akan kehidupan: air dan logam! 20 tahun ke depan, London akan menjadi seperti Bunaken, yang terkenal dengan wisata bawah air. Mengunjungi patung-patung maskulin dari sosok Jenkinson dan Mustafi.