Naif Arsenal di Tengah Festival Umpan Silang Liverpool

Arsenal dipecundani Liverpool MOJOK.CO

MOJOK.COArsenal menyajikan skema bermain yang cukup menarik. Mereka bisa sedikit mencegah transisi Liverpool, tetapi gagal mencegah festival umpan silang yang berbahaya itu.

Sebelum sepak mula, saya mewanti-wanti kalau pertandingan Liverpool vs Arsenal bakal ditentukan oleh tim mana yang bisa mempertahankan level konsentrasi tetap tinggi selama 90 menit. Bahkan saya beri penegasan: “Terutama untuk tim tamu.”

Kekhawatiran saya malah terjadi betulan. Arsenal masih membawa penyakit menahun mereka dari musim ke musim, yaitu tidak bisa mempertahankan level konsentrasi dan terjadinya blunder oleh pemain sendiri. Sementara itu, Liverpool, terlihat jauh lebih matang ketimbang musim lalu. Bahkan bisa bermain lebih “bijaksana” dibandingkan dua laga awal Liga Inggris 2019/2020.

Kekalahan Arsenal ditentukan oleh detail-detail kecil pertandingan, di mana konsentrasi dan blunder membangun penyebabnya. Fakta ini juga sedikit menggambarkan kalau ide yang coba diterapkan Unai Emery boleh dikata cukup tepat. Perubahan ke arah positif yang coba dia lakukan semakin terlihat.

Skema 4-3-1-2 Arsenal dan festival umpan silang Liverpool

Banyak yang memperkirakan kalau Arsenal akan tetap menggunakan skema 3 penyerang di depan. Namun, Emery punya ide yang berbeda ketika ia menggunakan skema 4-3-1-2 dengan Aubameyang dan Pepe bermain bersama di depan. Skema yang tidak terpikirkan sebelumnya, tetapi bisa dimaklumi.

Bermain dengan 4-3-1-2 dengan konsep deep block membuat Arsenal punya baris pertahanan yang lebih tebal di depan kotak penalti. Bermain narrow juga membuat Liverpool tidak bisa terlalu sering melalukan penetrasi dari lini kedua. The Gunners, selama beberapa saat bisa bermain rapat, meski tidak terlalu aman ketika memperhatikannya secara seksama.

Saya melihatnya sebagai sebuah perjudian. Dua gelandang di sisi kanan dan kiri yang disisi Guendouzi dan Willock mendapat tugas untuk menutup ruang di sisi luar bek sayap. Keduanya bertugas menekan Sadio Mane atau Mo Salah ketika keduanya ada di luar kotak penalti. Sementara itu, bek sayap Arsenal merapat ke bek tengah.

Oleh sebab itu, bek sayap kanan dan kiri Liverpool punya ruang yang begitu lega dan waktu yang juga lapang untuk membidik pemain Liverpool di dalam kotak penalti menggunakan umpan silang. Arsenal memang sengaja melakukannya. Mereka ingin dua bek sayap The Reds yang memang agresif untuk menghabiskan banyak waktu di wilayah lawan.

Tujuannya untuk sesegera mungkin melakukan serangan balik via Aubameyang dan Pepe yang melebar, mengisi ruang yang ditinggalkan dua bek sayap tuan rumah. Tujuannya memang baik dan berbuah peluang bersih yang didapatkan Pepe. Sayang, inilah detail pertama yang menjadi kepingan penyebab kekalahan The Gunners.

Jika Pepe bisa mengonversi peluang bersihnya menjadi gol, Liverpool akan dipaksa bermain lebih agresif. Tujuan lebih lanjut yang diincar Emery adalah serangan balik memanfaatkan ruang yang bakal lebih terbuka ketika tuan rumah lebih agresif. Celaka, Pepe gagal membuka tabungan golnya bersama The Gunners. Tidak efisien di depan gawang membuat tuan rumah tetap nyaman dengan pendekatan ini.

Perjudian Emery gagal dijawab oleh para penyerang. Di sisi lain, dua bek sayap Liverpool “berpesta ruang”. Maka, festival umpan silang yang terjadi. Pada separuh babak pertama, perjudian Emery seperti berjalan dengan aman. Terutama ketika dua sayap The Reds sudah melepas 20 lebih umpan silang di mana hanya 5 yang mencapai sasaran. Kenapa Emery membiarkan tuan rumah berpesta ruang di sisi lapangan?

Bagi bek tengah, umpan silang melambung yang dilepaskan dari sisi lapangan (early cross maupun by line), lebih mudah diantisipasi. Ketika bola berada di udara, bek tengah Arsenal sudah dalam posisi siap melakukan clearance. Baik David Luiz maupun Sokratis lebih unggul menyambut bola lambung ketimbang Roberto Firmino maupun Sadio Mane.

Namun, The Gunners memang naif. Seperti yang diutarakan Joel Matip selepas laga, yang dibutuhkan tuan rumah cuma waktu saja. Liverpool menguasai bola dan punya banyak ruang, maka artinya penciptaan peluang lebih sering terjadi. Barisan pertahanan mana saja, bahkan yang diisi oleh bek-bek level elite, tak mungkin bisa solid selama 90 menit.

Bertahan itu sangat melelahkan dan The Gunners punya dua kelemahan yang saya sebutkan di awal: tak bisa berkonsentrasi penuh selama 90 menit dan melakukan blunder. Blunder pertama David Luiz gagal menekan Virgil van Dijk ketika sepak pojok. Van Dijk jadi punya waktu untuk melakukan screening kepada Sokratis dan Guendouzi. Hasilnya, Joel Matip bisa melompat menyambut sepak pojok dengan nyaman. Inilah detail kekalahan kedua Arsenal: gagal berkonsentrasi.

Inilah detail kekalahan ketiga adalah, yaitu blunder. Selepas pertandingan, David Luiz mengaku kalau “pelukan” kepada Mo Salah itu cuma reflek saja. Luiz menambahkan kalau Mo Salah itu tidak merasakan tarikan yang ia lakukan. Kartu kuning yang ia dapat membuat Luiz tidak bisa melakukan tactical foul dan mencegah Salah mencetak gol kedua.

Saya rasa ini pendapat yang kurang pas. Inilah blunder kedua. Ketika bermain di level tertinggi dan melawan sebuah tim dengan determinasi yang juga tinggi, seorang pemain harus bisa berkonsentrasi penuh selama 90 menit. Itu sudah tugas profesionalnya sebagai bek tengah. Apalagi, Luiz dan Sokratis terlihat alpa ketika Salah bisa berdiri di antara keduanya dan siap menyambut wall pass dari Firmino.

Jika bisa berpikir tenang, Luiz sudah bisa bereaksi sebelum Firmino mengirim umpan terobosan ringan ke arah lari Salah. Dengan begitu, bek asal Brasil ini bisa segera menyapu bola menjauhi gawang. Blunder, dia malah menarik baju Salah dan penalti tidak bisa ditawar.

Detail-detail pertandingan bukan hanya ditentukan oleh taktik pelatih, melainkan juga level profesionalisme dari pemain. Yang coba dilakukan Emery masih logis. Ia ingin mencegah Liverpool bermain dengan tempo tinggi dan mengeksploitasi serangan balik, yang mana cukup sukses sebelum gol pertama tim tuan rumah.

Artinya, ini bukan kekalahan yang patut disesali lama-lama. Liverpool dan Manchester City berada di level yang berbeda, setidaknya 0,5 lebih tinggi ketimbang Arsenal. Memang, sebagai fans Arsenal, rasanya bajingan betul ketika kalah. Namun, ini jenis kekalahan yang patut disyukuri karena perkembangan itu sudah semakin terlihat.

BACA JUGA Liverpool Menjadi Manusia Unggul Bersama Jurgen Klopp

Exit mobile version