Empat Catatan Betul-Betul Penting Pascafinal Liga Champions

Liga Champions Eropa edisi 2016/2017 resmi ditutup lewat laga final kemarin malam (4/5) antara Juventus dengan Real Madrid, yang berkesudahan 1-4 buat Madrid. Trofi dan medali sudah dibagikan. Masing-masing tim, baik yang girang maupun yang mewek, sudah pulang ke kampungnya masing-masing.

Yang tersisa tinggallah beberapa catatan penting dan catatan tidak penting tentang laga tersebut. Yang tidak penting antara lain: Statistik pertandingan, berapa kali tembakan ke gawang, berapa persen penguasaan bola, berapa kilometer jarak yang diempuh para pemain, berapa banyak umpan, tekel, intersep; Zinedine Zidane bergabung dengan Brian Clough, Sir Alex Ferguson, Pep Guardiola dan José Mourinho dalam daftar pelatih yang dua kali menggondol Si Cuping Besar; dan Sergio Ramos menjadi Sergio Ramos yang akting spektakular level Oscarnya membuat Juan Cuadrado mendapat kartu kuning kedua dan diusir dari lapangan pertandingan. Oleh siapa? Tentu saja oleh wasit, dengan izin Allah.

Sudah tahu tidak penting, dan informasi lengkapnya bergentayangan di media-media tidak penting lain, kenapa Anda masih mau baca? Berikut ini catatan yang betul-betul amat sangat penting-penting:

Kunci Kemenangan Madrid

Skor akhir 1-4 sebetulnya tidak menggambarkan kehebatan kedua tim selama semusim. Di atas kertas, kedua tim sebenarnya punya kualitas hampir seimbang. Juventus kokoh di lini belakang, sementara Real Madrid manjur di lini depan. Hal ini tergambar di babak pertama yang berjalan sengit.

“Di babak pertama kami bermain bagus. Di babak kedua, Real Madrid injak gas dan kami masih terlalu statis dan menunggu,” kata pelatih Juventus Massimiliano Allegri. “Setelah kebobolan gol kedua, seharusnya kami kuat mental, mencoba menemukan solusi, menyamakan kedudukan.”

Adapun kunci kemenangan Real Madrid adalah mereka mencetak gol lebih banyak dari Juventus. Tidak perlu kutipan siapa pun atau bahkan firman Tuhan untuk menegaskan prinsip ini.

Penyebab Utama Kebobolan Buffon

Sampai sebelum laga final, Juventus mencatat rekor angker di Liga Champions musim ini; hanya kebobolan tiga kali sepanjang musim. Gianluigi Buffon memang tua-tua keladi, makin tua makin jadi. Di usianya yang ke-40, ia masih tampil luar biasa prima.

Tapi sejak sebelum pertandingan, Buffon tahu dia bukanlah penentu utama kemenangan timnya. “Saya tidak akan pernah menempatkan diri pada posisi yang sama dengan Cristiano Ronaldo. Tugas saya adalah bertahan,” katanya, rendah hati. “Cristiano bisa menentukan hasil pertandingan lebih dari saya.”

Nah, yang membuat gawang Gianluigi Buffon kebobolan sampai empat gol adalah karena dia kiper. Andai dia ketua panitia Liga Champions, atau hakim garis, dijamin dia tak bakal kebobolan barang sebiji gol pun.

Rahasia Kehebatan Ronaldo

Cristiano Ronaldo mencatatkan namanya dua kali di papan skor laga final, dan mengakhiri kompetisi musim ini sebagai pencetak gol terbanyak dengan 12 gol. Dia telah lima kali menjambret predikat yang sama, dengan total 104 gol sampai hari ini, melompati torehan Lionel Messi.

“Orang-orang yang selalu mengkritik Cristiano pasti akan mengembalikan gitar mereka ke dalam tasnya,” kata Cristiano setelah pertandingan, tidak mau kalah rendah hati dari Buffon.

Kunci kesuksesan pemain Portugal ini sebetulnya sama dari musim ke musim. Gol-gol tersebut dia cetak ke gawang lawan.

Coba bayangkan, jika seperempatnya saja ia cetak ke gawang sendiri. Mustahil namanya bisa seharum sekarang, dan orang-orang yang suka mengkritiknya pasti masih genjrang-genjreng gitar.

Di Balik Gol Indah Mandzukic

Sebiji gol balasan Juventus yang dicetak melalui tendangan salto Mario Mandzukic mesti dimasukkan dalam jajaran gol terbaik yang diciptakan sepanjang sejarah final Liga Champions. Menerima bola dalam posisi kurang menguntungkan, penyerang asal Kroasia ini mengayun tubuhnya untuk menghajar bola yang mengambang di udara.

Adakah gol yang lebih baik dari ini di final Liga Champions? Mungkin ada, mungkin akan ada. Zidane sendiri masuk dalam daftar, dengan tendangan voli aduhainya ke gawang Bayer Leverkusen pada 2002. Namun, gol Mandzukic menjadi sangat spesial karena prosesnya yang melibatkan empat pemain dan bola mondar-mandir tanpa menyentuh rumput.

Leonardo Bonucci di tengah kanan mengirim umpan silang jauh ke Alex Sandro di kiri depan, tanpa mengontrol terlebih dahulu Sandro langsung menendang bola itu ke arah Higuain yang berdiri di dekat titik penalti, Higuain mengontrol dengan dada lalu mengirim umpan kepada Mandzukic seperti pemain takraw, Mandzukic juga menerima dan mengontrol bola dengan dada, lalu sedikit membalik badan, dan, gol!

Percayalah, gol salto seperti ini rahasianya hanya satu: menggunakan kaki. Sebab jika memakai kepala itu namanya gol sundulan. Kalau memakai tangan ya disemprit wasit.

 

Exit mobile version