Cara Brazil Hadapi Trauma 1-7 Empat Tahun Silam saat Melawan Swiss

MOJOK.CO ­– Brazil jelas tidak bisa melupakan kenangan memalukan saat dicukur 1-7 melawan Jerman pada Piala Dunia empat tahun silam di rumah sendiri. Seperti apa persiapan skuad asuhan Tite ini pada pertandingan perdananya di Piala Dunia 2018 melawan Swiss?

Ada yang baru dari kebijakan Pelatih Brazil, Tite, untuk mempersiapkan skuad Brazil pada Piala Dunia 2018 di Rusia. Salah satu yang nyentrik adalah tidak ada kapten reguler sepanjang perjalanan Brazil menuju Rusia. Ibarat jatah jaga ronda di kampung, Tite mempromosikan cara pandang baru dalam pemilihan kapten. Siapa saja punya peluang untuk jadi kapten dalam setiap pertandingan.

Kapten di atas kertas adalah Dani Alves. Bek kanan enerjik itu gagal berlaga karena harus berurusan dengan cedera. Tanggung jawab ini beralih ke Marcelo, bek kiri yang punya catatan mentereng pernah menjuarai Liga Champions sebanyak 4 kali. Bukan pilihan yang mengejutkan tentu saja. Hanya, sebelas skuad utama tim ini pernah menjadi kapten sejak babak kualifikasi sampai pertandingan uji coba. Boro-boro Neymar, anak muda 21 tahun Gabriel Jesus saja pernah pula dapat tanggung jawab itu.

Cara yang dipakai Tite ini adalah upaya untuk menghapus trauma kekalahan 1-7 dari Jerman pada Piala Dunia 2014. Hasil pertandingan yang mengejutkan empat tahun silam, mengingat saat itu Brazil begitu difavoritkan sebagai juara. Jangankan “Tebak Skor Kepala Suku Mojok” sekelas situs judi pun pasti akan meleset memprediksi voor­-nya.

Dengan masing-masing pemain mendapat tanggung jawab sebagai kapten. Diharapkan pemain-pemain yang masih muda-muda ini bisa sedikit dewasa. Tidak perlu meledak-ledak dalam bermain, cukup rileks, ini cuma Piala Dunia, memang habitat Brazil ya di sini. Tak perlu grogi, ini seperti Persipura berlaga di Liga Indonesia. Semua normal.

Kekalahan empat tahun silam memang menambah daftar “horor” Brazil selain Tragedi Maracana. Sudah sepantasnya jika mantan pemain yang berlaga pada pertandingan tersebut tidak akan bisa lupa begitu saja. Meski sang kapten menyatakan hal berbeda. “Tidak ada trauma lagi,” kata Marcelo seperti yang dilansir dari The Guardian. Satu dari enam pemain yang “selamat” dari tekanan mental empat tahun silam.

“Ketika Anda masih kecil, bermain di pantai, mewakili tim nasional adalah mimpi dan sekarang saya memiliki kesempatan untuk jadi kapten di Piala Dunia. Uang tidak bisa membeli perasaan ini. Dalam tim ini, semua orang punya porsinya masing-masing, tapi saya sudah 30 tahun dan punya lebih banyak pengalaman,” kata Marcelo.

Lawan perdana mereka malam nanti adalah Swiss. Negara yang tahu-tahu sudah nangkring di posisi ke-6 peringkat FIFA. Siapa yang tahu Swiss dan sepak bolanya? Negara palang merah ini sempat asing di telinga penggemar bola tanah air. Baru beberapa tahun ke belakang ini saja sepak bola mereka moncer. Meski begitu, lawan perdana mereka adalah Brazil, “Hulk”-nya Piala Dunia 2018.

“Yang utama saya pelajari adalah bahwa dalam sepak bola semuanya mungkin,” kata Xhaka. “Melawan Brazil adalah salah satu impian standar anak kecil, karena Brazil selalu jadi tim yang ingin Anda kalahkan.”

Xhaka mengingat kembali laga tahun 2009, saat Piala Dunia U-17 menghadapi Neymar dkk yang masih remaja. “Saya ingat Neymar, Coutinho, dan Casemiro bermain saat itu. Casemeiro sudah berotot seperti banteng seperti sekarang. Lalu saya pikir, ini adalah kesempatan luar biasa bagi saya dan tim untuk menghadapi mereka lagi,” lanjut Xhaka.

“Reputasi Brazil tidak terlalu penting. Mereka adalah lawan dan kami ingin mengalahkan mereka. Saya berharap mereka meremehkan kami. Itu bakal jadi aset besar bagi kami,” harap Xhaka. Tujuh tahun silam, Xhaka dkk. berhasil mengalahkan mereka lewat gol semata wayang ketika masih sama-sama remaja, harapan yang sama juga muncul untuk laga nanti malam.

Akan tetapi bukan Xhaka yang nanti menghadapi Neymar, melainkan Lichsteiner. Bek kanan Swiss ini akan face to face menghadapi Pemain-Terbaik-Dunia-Pasca-Era-Ronaldo-Messi. Meski Tite mengonfirmasi Neymar belum fit 100%, tapi siapa yang menjamin jika saat kick off Neymar tiba-tiba melesat dan memporak-porandakan Swiss? Siapa tahu itu juga taktik “kebohongan” Tite saja agar Swiss sedikit lengah.

Untuk itu, Swiss sudah punya rencana. Daripada menunggu atau meredam Neymar—atau siapapun yang ada di posisinya nanti—lebih baik menyerang dari sisi terkuat lawan. “Ini soal diri kami sendiri, memaksa agar full-back kami menekan sayap mereka,” kata Lichtsteiner.

Percuma menahan kekuatan Neymar yang didukung Marcelo di belakangnya, lebih baik menyerang titik terkuat itu. Toh, pepatah bilang, titik terlemah lawan seringkali justru merupakan titik terkuatnya.

Jika Swiss berharap Brazil meremehkan mereka agar punya peluang, sepertinya Lichsteiner harus sadar diri, jangan-jangan dia yang meremehkan dan sedang gali kuburan sendiri. Hati-hati, Lich… takabur itu dosa lho.

Prediksi hasil pertandingan siapa yang menang? Anda bercanda ya? Ya Brazil-lah, Maliiiih….

Exit mobile version