Buat para pencinta olahraga, di bulan Juni dan Juli ini perhatian mereka pasti tersita oleh sepak bola. Gegap gempita Piala Eropa, panggung pertunjukkan skill individu di Copa America, sampai ajang unjuk gigi para pemain muda di Olimpiade Tokyo. Tapi di tengah itu semua, sedang digelar sebuah turnamen olahraga yang cukup melegenda.
Wimbledon Championship, satu dari empat turnamen tenis Grand Slam ini digelar lagi setelah tahun lalu absen karena imbas dari pandemi Covid-19. Cukup banyak hal menarik dari gelaran Wimbledon. Mulai dari penggunaan kata gentlemen’s dan ladies’ ke para pemain hingga Royal Box yang disediakan untuk para bangsawan.
Belum lagi fakta bahwa Wimbledon adalah satu-satunya turnamen besar di dunia tenis yang menggunakan lapangan berjenis rumput. Kemudian di Center Court, lapangan utama di Wimbledon Championship, hingga saat ini tak pernah menyediakan tempat untuk memajang sebuah iklan.
Akan tetapi, dari sekian banyak hal menarik dari Wimbledon Championship, ada satu yang paling unik. Semua pemain yang tampil di Wimbledon, tak diperkenankan untuk menggunakan warna lain selain putih saat bertanding. Dari kepala hingga kaki, harus berwarna putih! Ternyata, ketentuan warna tersebut adalah sebuah aturan yang tak bisa diganggu-gugat.
Tentu ada alasan di balik aturan unik tersebut yang ternyata sudah ada sejak medio 1880-an. Mengutip britannica.com, dibuatnya dress code serba putih di ajang Wimbledon ternyata karena alasan keindahan.
Ketika seseorang berolahraga, termasuk tenis, sudah pasti akan berkeringat dan menempel di pakaian. Dan hal tersebut ternyata dianggap suatu hal yang kurang sopan dan tak sedap dipandang. Maka itulah dibuat aturan untuk menggunakan warna putih agar noda dari keringat di pakaian tak terlalu terlihat, ketimbang di pakaian yang berwarna.
Oleh karena itulah sampai sekarang, semua petenis yang berlaha di Wimbledon tak boleh menggunakan warna lain selain putih. Tapi, aturan yang terbilang unik ini ternyata tak melulu mendapat respons positif dari para petenis dunia.
Salah satu legenda tenis asal Amerika Serikat, Andre Agassi jadi salah satu yang kurang setuju dengan aturan dress code tersebut. Agassi bahkan melakukan hal yang terbilang ekstrem: boikot! Agassi menolak untuk tampil di Wimbledon pada 1988 hingga 1990. Alasannya, dia tak bisa menggunakan pakaian berwarna mencolok yang menjadi ciri khasnya pada waktu itu. Meskipun, pada akhirnya Agassi sukses meraih gelar Wimbledon di tahun 1992.
Kemudian ada Martina Navratilova yang tak ragu memberikan kritik atas aturan serba putih di Wimbledon. Menurutnya, aturan tersebut terlalu berlebihan. Navratilova yang pada akhirnya mengoleksi sembilan gelar Wimbledon itu sempat disebut tak mengikuti aturan dress code yang ada karena corak berwarna biru yang dipakainya saat bertanding.
Jika Agassi dan Navratilova mengambil sikap soal aturan serba putih di Wimbledon, lain halnya dengan Roger Federer. Salah satu petenis tersukses sepanjang sejarah itu punya pengalaman yang sedikit tidak mengenakkan di turnamen Grand Slam tertua di dunia tersebut.
Pada gelaran 2013, Federer diminta untuk mengganti sol bagian bawah sepatunya karena bukan berwarna putih, melainkan oranye. Ya, hanya bagian sol bawah sepatu yang bukan berwarna putih, tapi hal itu tetap menjadi sorotan di ajang Wimbledon.
Meski kritik dari para petenis dunia kerap berdatangan, Wimbledon tak sedikitpun mengubah aturan perihal warna pakaian. Namun hal itu semakin membuat Wimbledon memiliki ciri khas. Tak hanya lapangan berjenis rumput, tapi juga pakaian serba putih yang digunakan para pemain.
BACA JUGA Hobi Bapak-bapak Bisa Berganti, tapi Hanya Tenis Meja yang Abadi