Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Hewani

Waktu Kanak-kanak Saya Punya Pengalaman Zalim Kerap Mengeksploitasi Binatang

Alfiandana oleh Alfiandana
19 Agustus 2021
A A
Waktu Kanak-kanak Saya Punya Pengalaman Zalim Kerap Mengeksploitasi Binatang terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Anak kota zaman sekarang sepertinya jarang yang bertemu binatang seperti jangkrik atau tokek, ya?

Kemarin pagi, saya bekerja dari kosan seperti hari-hari biasanya semenjak PPKM berseri diterapkan. Saya seduh teh dan membeli sedikit jajanan pasar untuk menjinakkan perut yang suka rewel pagi-pagi. Balkon kosan menjadi tempat pilihan saya untuk menemani bekerja

Saat sedang asyik mengetik, tiba-tiba seekor serangga samber lilin terbang di atas laptop saya. Saya yang mulanya khidmat bekerja, tiba-tiba merasa terganggu. Pandangan saya beralih dari layar monitor ke serangga berwarna hijau metalik itu. Saya mengangguminya sebentar. Tapi juga bingung, dari mana ia datang di tengah kota yang disesaki oleh berjubel kos-kosan, mal, dan stand franchise ini?

Ketika si ijo melintas, pikiran saya langsung terlontar mundur ke masa kanak-kanak. Ingatan saya menguap. Ternyata waktu bocil saya punya pengalaman zalim kerap mengeksploitasi binatang.

Berburu samber lilin

Dulu, sepulang sekolah, biasanya saya dan kawan seperingusan langsung gasss ke pohon waru—itu, lho, pohon yang daunnya berbentuk lope—yang menjadi habitat samber lilin.

Kami berlomba memburu samber lilin sebanyak-banyaknya. Kami membawa dua buah senjata berupa galah dan stoples astor. Saat si ijo berhasil kami tackle, kami langsung menerkam dan mengamankannya ke dalam stoples.

Serangga yang terkumpul di tangan mungil kami saat itu kemudian kami jual. Saya lupa berapa harganya, tapi lumayan buat modifikasi Tamiya dan jajan Chiki.

Kami menjual samber lilin ke pedagang aksesori. Serangga yang tak bersalah itu biasanya diawetkan untuk dijadikan gantungan kunci, kalung, dan hiasan lain karena punya warna yang eksotik. Begitulah hukum alam, yang goodlooking memang selalu lebih laku.

Baca Juga:

Susu Tunggal, Susu yang Bikin Nostalgia Masa Kecil Warga Blitar

Indomie Kuah Comfort Food Saat Musim Hujan, No Debat!

Menangkap tokek

Selain serangga samber lilin, tangan besi saya juga saya gerakkan untuk memburu tokek. Reptil nocturnal yang satu ini lagi-lagi saya tangkap untuk urusan cuan. Berbekal senter dan tongkat jaring, kami mengendap-endap di tembok rumah tetangga setiap tengah malam. Kalau beruntung, sering kali kami mendapat bonus suara ranjang berdecit dan orang kepedasan. Huh, hah, huh, hah, huh, hah.

Ada misi tersendiri saat kami berburu tokek. Jika berhasil menangkap tokek berbobot 5 kg, kami bisa mendapat uang satu juta. Namun, sampai binatang itu beranjak dewasa dan malah jadi buaya, kami tak kunjung madhang geden. Yhaaa… Mungkin si tokek jumbo tersebut insekyur dengan tubuhnya dan belum berani mengampanyekan body positivity.

Kami menjual tokek kepada pedagang jamu atau obat-obatan hewani khusus segala olahan hewan reptil. Pedagang itu biasanya mangkal di pasar kecamatan yang hanya buka setiap (pasaran Jawa) Wage. Tentu saja kami harus menunggu hari itu tiba dan otomatis kami harus mengeluarkan biaya perawatan. Cari nyamuk dan serangga di sawah. Njirrr, malah repot

Harga tokek cukup membuat kantong kami menjadi tebal seperti menggembol buah salak. Binatang itu dibanderol dengan harga tinggi karena berdasarkan penelitian Lembaga Jarene, tokek punya khasiat bagus untuk kesehatan. Bisa jadi obat penyakit kulit hingga penyakit dalam macam asma. Plisss… Stop sampai di sini! Jangan direply ke grup WhatsApp keluarga.

Menjual jangkrik

Tak hanya itu, saya dan kawan sepermicinan juga pernah jualan jangkrik. Rencana awal, kami ingin beternak jangkrik. Tapi, setelah saya gangbang-kan mereka, kok nggak manak manak. Saya pikir, jangkrik-jangkrik ini sudah menerapkan etos hidup seperti orang Jepang. Nggak peduli berkembang biak, yang penting ngerik…ngerik…krik…krik…krik.

Ada dua jenis jangkrik menurut pustaka kami, yaitu jliteng dan jrabang. Jliteng ialah jangkrik yang tubuhnya berwarna hitam, sedangkan jrabang berwarna merah gelap. Lebih bagus mana? Tergantung selera.

Jangkrik jliteng mengeluarkan suara yang lebih nyaring ketimbang jrabang. Nada suara ngeriknya memiliki tempo atau berjeda (Krik… Krik… Krik… Krik). Sementara nada suara jrabang lebih rapat atau tanpa jeda (Krik krik krik krik krik… Krik krik krik krik).

Dalam dunia per-jangkrik-an, hanya pejantan yang bisa ngerik. Cara membedakannya cukup mudah. Apabila sayapnya memiliki relief atau garis ukiran, itu berarti si laki. Sementara jangkrik perempuan berbadan lebih tambun dan tidak ada relief di sayapnya.

Ada beberapa target market dalam bisnis jangkrik. Serangga ini dibeli untuk dijadikan pakan burung, ayam aduan, ikan. Ada juga yang membeli jangkrik untuk dijadikan pengusir tikus baik di rumah atau di sawah.

Mentransmigrasikan laba-laba

Binatang terakhir yang saya eksploitasi adalah laba-laba. Dulu, saya pernah mengajak teman-teman untuk budi daya laba-laba di pagar rumah. Binatang berkaki enam ini saya pindahkan dari kebun dan pawon ke barisan pagar besi.

Kami sudah seperti kolonial Belanda yang mengangkut masyarakat Jawa ke Sumatera, Kalimantan, hingga Suriname untuk kerja rodi. Atau, kami seperti pemerintahan Orde Baru yang mentransmigrasikan penduduk Jawa karena tanahnya akan digunakan untuk pembangunan waduk.

Tetapi, kami tidak menelantarkan mereka begitu saja seperti negara berkembang di tenggara sana yang membiarkan rakyat pontang-panting menghadapi pandemi. Secara rutin mereka kami kasih makan serangga.

Selain itu, kami juga rajin menghitung jumlah hingga selalu memantau perkembangan telur-telur mereka. Awalnya hanya ada puluhan laba-laba, lama-lama berkembang biak menjadi ratusan.

Itulah pengalaman saya semasa kanak-kanak ketika berbuat zalim dengan mengekspolitasi binatang. Kalau dipikir-pikir lagi, kasihan juga, ya, binatang-binatang tersebut saya manfaatkan demi mendapatkan cuan. Tapi, saya rasa beberapa dari kita pasti pernah melakukannya. Sekarang, mau berburu binatang seperti yang saya sebutkan agaknya sulit sekali, apalagi di tengah kota. Semoga binatang-binatang itu bisa tetap hidup berdampingan dengan modernisasi yang tengah berjalan…

BACA JUGA Mengenang Kebun Binatang dan tulisan Alfiandana lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 29 Agustus 2021 oleh

Tags: jangkriklaba-labanostalgiasamber lilinseranggatokek
Alfiandana

Alfiandana

ArtikelTerkait

nostalgia

Nostalgia: Sajian Wajib Acara Keluarga, Kongkow Teman Lama Hingga Kenangan Bersamanya

19 Juni 2019
copet

Copet Dapat Beraksi Di Mana Saja, Waspada Terhadap Segala Modusnya

8 Agustus 2019
Menu Nikmat Warisan Zaman Pra-Rice Cooker: Kerak Nasi, Ikan Asin, Sambal Terasi mojok.co

Menu Nikmat Warisan Zaman Pra-Rice Cooker: Kerak Nasi, Ikan Asin, Sambal Terasi

23 Februari 2021
Bersepeda dengan Gelas Plastik yang Diselipkan Pada Ban Adalah Suatu Kemewahan Bagi Generasi 90-an terminal mojok

Bersepeda dengan Gelas Plastik yang Diselipkan pada Ban Adalah Suatu Kemewahan Bagi Generasi 90-an

28 Juni 2021
5 Tempat di Malang yang Bikin Mahasiswa Alumni Bernostalgia Terminal Mojok

5 Tempat di Malang yang Bikin Mahasiswa Alumni Bernostalgia

7 Agustus 2022
merawat kenangan

Merawat Kenangan Melalui Helm Ala Generasi 90-an

3 September 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

18 Desember 2025
Garut Bukan Cuma Dodol, tapi Juga Tempat Pelarian Hati dan Ruang Terbaik untuk Menyendiri

Garut Itu Luas, Malu Sama Julukan Swiss Van Java kalau Hotel Cuma Numpuk di Cipanas

23 Desember 2025
Bali, Surga Liburan yang Nggak Ideal bagi Sebagian Orang

Pengalaman Motoran Banyuwangi-Bali: Melatih Kesabaran dan Mental Melintasi Jalur yang Tiada Ujung  

19 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal (Wikimedia)

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

21 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.