Wahai para Mahasiswa Problematik, Kalian Nggak Capek Jadi Beban? Nggak Bosan Merugikan Orang Lain?

Wahai para Mahasiswa Problematik, Kalian Nggak Capek Jadi Beban? Nggak Bosan Merugikan Orang Lain?

Wahai para Mahasiswa Problematik, Kalian Nggak Capek Jadi Beban? Nggak Bosan Merugikan Orang Lain? (Pixabay.com)

Mahasiswa problematik memang bikin hidup kita, para kawannya, jadi tidak menyenangkan. Beban!

Dunia perkuliahan memiliki segudang misteri yang dapat diulik ketika gabut. Bagi sebagian orang, perkuliahan merupakan masa-masa paling seru dalam hidup. Kita akan bertemu dengan beragam “spesies” manusia, belajar hal-hal baru, atau bahkan hanya sekadar menemukan titik koordinat ngopi yang baru.

Di balik itu semua, salah seorang dari kita pasti memiliki atau minimal mengenal teman sesama mahasiswa yang problematik dengan berbagai lika liku kehidupannya yang (katanya) penuh luka-luka. Ada yang nggak pernah masuk kelas, ada yang ngutang tapi nggak dibalikin, dan ada juga yang menjadi drama queen.

Tapi mau gimana lagi? Namanya juga kehidupan makhluk problematik.

Betapa berbahayanya spesies homo problematicus

Untuk menambah kesan ilmiah kepada teman sesama mahasiswa kalian yang problematik, saya menyarankan untuk memanggil mereka dengan istilah homo problematicus atau manusia yang problematik.

Apa kalian tidak bosan jika hanya memanggilnya dengan nama atau sebutan yang mungkin kurang nyentrik? Oleh karena itu, cobalah menggunakan homo problematicus.

Manipulatif merupakan sifat wajib yang dimiliki oleh para homo problematicus. Mahasiswa jenis tersebut memiliki hasrat yang sangat besar untuk merekonstruksi realitas agar dapat sesuai dengan kemauan mereka. Meskipun nantinya hal tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan bahkan orang lain di sekitarnya.

Seakan-akan fetish mereka bukan lagi objek yang dapat diseksualisasikan, melainkan individu dengan predikat teman yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya. Ketika kepentingan homo problematicus ini tidak tercapai karena tidak ada teman yang membantunya, maka mereka akan mengeluarkan senjata pamungkasnya, yaitu playing victim dan mengungkit kebaikan di masa lalu.

Tolonglah, kalian itu bukan pusat semesta. Berhentilah berlaku semena-mena!

Sefruit tutorial untuk menghindari mahasiswa problematik

Saya ingin membagikan sebuah tutorial berdasarkan pengalaman saya dalam menghadapi seekor mahasiswa problematik atau homo problematicus.

Ketika terdapat sebuah rumor dengan konteks yang sama, namun setiap orang memiliki versi cerita yang berbeda, utamakan tabayyun—mencari kebenaran secara objektif—terlebih dahulu mengenai rumor tersebut. Identifikasi fakta merupakan hal yang esensial dalam menghadapi situasi tersebut.

Pada fase demikian, kalian akan merasakan menjadi anggota Tim Gabungan Pencari Fakta.

Jika kalian tidak sanggup lagi untuk menghadapi ulah sang homo problematicus, kalian bisa melakukan pemutusan silaturahmi atau bahasa kerennya cut off relasi. Bukan berarti saya menganjurkan untuk memutus silaturahmi antarmahasiswa, tapi hal ini bertujuan untuk ketenangan hidup kalian.

Bisa dimulai dengan menghapus nomornya, unfollow media sosialnya. Atau dalam tahap yang ekstrem yaitu jangan berinteraksi dengannya. Hal ini dilakukan agar mental health kalian tidak tersiksa dengan keberadaan spesies aneh satu ini.

Eitss, jangan salah. Spesies homo problematicus ini juga dapat menggunakan mental health sebagai justifikasi atas perilakunya yang tidak masuk akal. Jadi, hati-hati aja saat menggunakan isu mental health kepada mereka—mahasiswa problematik.

Sangat menyusahkan, ‘kan?

Perihal kesadaran yang tidak pernah dituntaskan

Umur bukanlah indikator kedewasaan dan matangnya penalaran. Terdidik pun, dalam konteks ini mahasiswa problematik, tak menjamin bisa berpikir. Para homo problematicus ini tidak sadar bahwa mereka telah merugikan orang lain. Kesadaran mereka seperti harus dikonstruksi sedemikian rupa oleh orang-orang di sekitarnya.

Anehnya, pemikiran bebal dan denial dari seekor homo problematicus ini tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa dirinya problematik. Seberapa keras kalian dalam membantu atau membersamainya, pada akhirnya justru kalian yang kalah dengan isi pikirannya.

Menjadi manusia itu tidak ribet, kok. Selama kita masih ada tekad untuk tetap bermanfaat bagi sesama dan tidak merugikan orang lain, maka tidak ada yang salah dari diri kita.

Saya ingin berpesan kepada orang-orang yang termasuk spesies homo problematicus.

Kalian nggak sadar itu sebenarnya tidak apa-apa, kami tidak memaksa kalian untuk sadar. Neng yo pantese!

Penulis: Hillbra Naufal Demelzha Gunawan
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Mahasiswa kok Sambat Tugas Kuliah Melulu, Terus Ngapain Kuliah?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version