Wahai Orangtua, Pendidikan Seksual Bukan Tutorial Senggama

pendidikan seksual

pendidikan seksual

Pernah nggak sih kalian waktu kecil dulu punya pertanyaan aneh. Misalnya begini, kenapa tempat pipis perempuan dan lelaki berbeda? Atau memang cuman aku yang punya pikiran jorok sejak kecil? Bhahaha~

Eh, tapi pertanyaan itu beneran pernah aku tanyain ke Mama loh. Yah, walaupun jawabannya cuman klise.

“Kamu belum saatnya tahu hal itu.”

“Nanti kamu juga akan tahu kalau sudah dewasa.”

Dan bla bla bla.

Setelah tumbuh dewasa, saya baru sadar bahwa membicarakan tentang hal-hal berbau seksual ternyata masih dianggap tabu di negeri ini. Masyarakat kita masih menganggap memberikan pendidikan seksual kepada anak berarti melegalkan hubungan seks pranikah. Duh, kog jalan pikirannya begitu yak.

Padahal pendidikan seksual sama sekali tidak berisi hal ihwal tutorial hubungan seks—bukan melulu masalah senggama. Toh, kegiatan itu sebetulnya memang belum waktunya mereka lakukan. Pendidikan seksual justru untuk membekali anak dan remaja agar tidak melakukan sesuatu yang “sudah bisa tapi tidak boleh”. Nah, pada titik inilah pendidikan seksual dibutuhkan.

Mengenalkan perkara seks sebenarnya mengajarkan kepada anak bahwa manusia dan makhluk lain memiliki jenis kelamin yang berbeda-beda. Sesederhana itu.

Anak perlu diarahkan untuk belajar mengenal darimana bayi berasal, bagaimana cara bersikap dengan lawan jenis, serta beragam aspek kesehatan reproduksi lain yang nantinya akan memudahkan perjalanan dunia remaja mereka. Pendampingan dari orang tua sejak dini akan meminimalisir terjadinya tindakan kekerasan seksual yang akhir-akhir ini marak terjadi di dunia anak.

Ajaklah mereka mengenali tubuhnya. Ketika sejak kecil hingga beranjak dewasa seorang anak sudah dibiasakan untuk mengenal tubuhnya maka mereka cenderung lebih dekat dengan keluarga dan terhindar dari perilaku seks berisiko.

Sebab tak dapat dipungkiri, remaja yang tidak memiliki hubungan dekat dan komunikasi yang baik dengan orang tuanya cenderung lebih rentan untuk “liar” dan melanggar. Orang tua sebaiknya sadar sejak awal bahwa akan tiba saatnya anak mereka akan menanyai hal-hal terkait perilaku seksual, hingga tak perlu lagi adanya blindness atau ketidaktahuan anak mengenai wawasan seksual.

Tapi kalau ditanya jangan memberikan jawaban yang mengada-ada juga. Itu akan memperbesar kemungkinan anak mencari jawaban lain dari sumber yang kurang bisa dipercaya. Era teknologi yang membawa kemudahan berselancar di dunia internet membuat siapa saja dapat mengakses informasi apapun. Apabila hal ini terjadi pada anak tanpa pendampingan orang tua, maka besar risiko yang dapat terjadi.

Tentu kita tidak berharap anak-anak mencari sendiri jawaban atas pertanyaan mereka melalui internet, bukan?

Makanya pendidikan seksual seharusnya menjadi bagian pendidikan anak di sekolah. Konsepnya lebih berorientasi pada unsur anatomi, fungsi, tata nilai, dan sikap kepribadian sehubungan dengan kepemilikan organ reproduksi masing-masing. Juga, untuk mempersiapkan remaja agar mampu membawakan peran gender organ reproduksinya secara matang dan dewasa.

Jadi, pendidikan seksual sebetulnya lebih pada pendidikan pembentukan kepribadian sehubungan dengan kepemilikan organ reproduksi. Untuk itu, pendidikan seksual ditunjang oleh unsur-unsur pendidikan etika, psikologi, sosiologi, agama, dan tata krama yang membekali setiap orang untuk berperan membawakan diri sesuai dengan jenis organ reproduksinya.

Penyimpangan perilaku seksual memang dilarang oleh agama. Tapi bukan berarti pendidikan seksual tidak bisa diajarkan melalui ajaran agama. Tentu bisa. Misalnya ajaran terkait bersuci sebelum melakukan ibadah, misal wudhu. Ibadah dikatakan tidak sah bila wudhu batal, salah satunya dengan menyentuh alat kelamin tanpa pelapis. Dubur dan kemaluan juga diajarkan untuk selalu bersih demi kesehatan tubuh.

Nah, pemenuhan informasi semacam ini bisa menjadi jalan keluar beberapa masalah terkait seksual dan reproduksi. Informasi tentunya harus disampaikan dengan gaya khas remaja, bukan menimbulkan rasa takut atau bertentangan dengan logika.

Analoginya begini, ada makanan yang boleh dimakan, begitu pula sebaliknya. Demikian pula soal hubungan seks. Ringkasnya, tidak ada hal khusus yang membuat pendidikan seks jadi sulit diajarkan. Kecuali cara berpikirmu yang tak mau diubah. Kolot.

Kecukupan informasi diharapkan bisa membantu remaja mengenal diri, serta mempertimbangkan keputusan terkait seksual dan reproduksi. Hasilnya remaja tak perlu lagi mempercayai iklan obat penggugur kandungan atau praktik aborsi ilegal. Percayalah itu semua info sesat.

Exit mobile version