Baru-baru ini ada berita viral tentang seorang wanita yang memakai gaun pengantin mendampingi suaminya untuk menikah lagi. Lalu seperti biasa, pasukan komentator mulai mengeluarkan teori-teori di dalam benak mereka melalui komentar di postingan tersebut.
Ada kelompok wanita yang kagum akan keikhlasan dan kuatnya hati wanita tersebut yang tak lain adalah sang istri pertama tersebut. Ada kelompok yang membodoh-bodohkan kelakukan si istri pertama yang dianggap tidak rasional. Dan ada juga kelompok jomlo yang iri setengah mati sama si lelaki tersebut. Kata mereka, jangankan dua, satu aja nggak dapat-dapat. uwuwu~
Para netizen wanita kompak menganggap hal ini sebagi sebuah berita miris. Sebuah ketegaran yang menyayat hati. Dan para netizen ini seolah paham benar dengan isi hati para istrinya tersebut. Padahal nggak gitu juga. Kadang kita itu hanya membaca berita dari potongan cerita saja, tidak dalam versi penuh. Sehingga kita kerap kali menghakimi sesuatu tanpa pernah melihat cerita yang sesungguhnya.
Saya terkadang hanya merasa aneh, kenapa berita tentang dunia pernikahan itu cepat sekali viral. Entah itu pernikahan di bawah umur, pernikahan sesama jenis, pernikahan mantan pacar, pernikahan kakek-kakek dan gadis belia, atau pernikahan nenek-nenek dengan perjaka ting-ting. Seolah hal-hal yang berbau pernikahan ini adalah bahan baku ghibah paling asyik di kalangan masyarakat kita.
Kalau berita semacam ini sangat diminati, jadi maksud dan sisi inspiratifnya di mana coba? Ngajak para wanita untuk merelakan suaminya nikah lagi? Ngajak para wanita untuk menikah dengan suami orang? Atau ngajak lelaki untuk nikah lagi?
Saya bukan seseorang yang anti-poligami, tapi bukan berarti saya mau dipoligami. Maaf, hati saya nggak sekuat perempuan-perempuan tangguh itu. Jangankan melihat suami nikah lagi, melihat suami tersenyum saat menonton mbak Aura Kasih di TV saja rasanya kok sudah pengen mengeluarkan jurus kameha meha yhaaa~
Saya pikir masih banyak sunah-sunah lain, yang bisa membawa kita ke surga tanpa harus melakukan poligami. Toh, dalam kitab suci juga sudah dijelaskan, poligami itu hanya untuk orang yang mampu.
Kadang para netizen ini juga aneh sih. Mereka terlalu tertarik mengomentari kehidupan orang lain. Kalau menurut saya kehidupan pernikahan itu adalah hak setiap orang. Mau orang lain menikah sampai dua kali, lima kali, atau sepuluh kali sekalipun kalau saya pribadi mah bodo amat. Terserah, itu mah hak mereka.
Faedahnya dengan ikut campur urusan orang itu apa coba? Ikut-ikutan menghujat, ikut-ikutan sebal, ikut-ikutan memaki, padahal kita kenal orangnya saja nggak—buat apa coba. Sebagai perempuan yang antipoligami, kita sering kali menyayangkan dan menghakimi secara sepihak si istri pertama. Ya elah, kurang amat kerjaan banget, orang dianya aja yang jalani biasa aja.
Selama itu tak merugikan kita, ya udah biarin aja. Dianya aja ikhlas kok dimadu, dan dianya juga nggak keberatan mendampingi suaminya nikah lagi. Lalu masalahnya di kita itu apa? Kok kita ikut-ikutan sewot.
Anehnya lagi ini ya, berita pernikahan gini tuh seolah menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Nggak tahu bangganya itu dibagian mananya. Kok kayaknya hal semacam ini seperti sebuah prestasi yang patut untuk dipemerkan. Ini loh aku bisa nikah lagi dan istri-istriku akur! Hmm
Padahal dibanding berita kehidupan seperti ini, alangkah lebih bijaknya kalau yang menjadi viral itu adalah berita-berita tentang lingkungan hidup. Sudah saatnya kita sadar bahwa lingkuan kita sudah terancam dari kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia. Dibanding menghabiskan energi untuk jengkel dan marah dengan kehidupan orang lain, mending kita menggerakan hati para netizen untuk lebih peduli dengan lingkungan sekitarnya. Sudah saatnya berita tentang lingkungan hidup bisa menduduki tranding topic yang hangat setiap harinya.
Jadi, kepada akun berita online yang budiman, mohon share berita-berita yang lebih bermutu lagi. Agar bahan ghibahan kita bisa lebih berkualitas lagi ke depannya. Dan kepada para netizen, lebih bijaklah dalam menyaring berita. Jangan habiskan waktu kita untuk mengurusi kehidupan orang lain. Capek tahu!