Saya tidak sedang bercanda ketika menulis ini, tidak sedang sarkastik, apalagi satir berlebihan. Saya hanya sedang menuliskan keresahan. Keresahan kecil yang bisa jadi dianggap remeh oleh birokrasi universitas, tapi terasa besar dan menyesakkan bagi mereka yang menanti. Yakni para lulusan UNY angkatan wisuda Februari 2025 yang hingga akhir Mei ini belum menerima ijazah.
Kabar ini saya dapatkan dari seorang kawan yang lulus Februari lalu. Dia sudah mengenakan toga, sudah berfoto dengan senyum mengembang, sudah memeluk orang tuanya dengan haru di depan GOR UNY, sudah mengucapkan syukur karena perjuangannya selesai. Tapi ternyata belum. Karena yang belum selesai adalah urusan selembar ijazah.
“Ijazah masih diproses,” begitu kira-kira jawaban yang ia terima ketika bertanya ke pihak kampus. Jawaban klise, klasik, dan seperti biasa, tidak menyelesaikan apa-apa.
Kawan saya lulus, tapi tak diakui sistem
Di negeri yang segalanya butuh surat, status “sudah lulus” tak punya banyak arti kalau belum dibarengi dengan dokumen fisik. Ijazah bukan sekadar simbol. Ia adalah password untuk masuk ke ruang-ruang dunia kerja, syarat administratif untuk mendaftar CPNS, seleksi beasiswa, bahkan sekadar untuk mengurus SKCK.
Tanpa ijazah, para lulusan ini seperti sedang main gim di mode “already win” tapi masih dianggap “game over” oleh sistem. Dan itu menyakitkan.
Saya tidak sedang menyindir UNY secara kelembagaan. Saya yakin, banyak civitas akademika di dalamnya juga bingung dan muak dengan situasi ini. Tapi saya merasa perlu menyuarakan keresahan ini karena terlalu banyak yang bungkam. Karena siapa juga yang mau bersuara keras di hadapan almamater yang membesarkan namanya?
Keterlambatan yang tak pernah dijelaskan
Saya tak paham kenapa bisa selama ini. Biasanya, beberapa minggu atau maksimal satu bulan setelah wisuda, ijazah sudah diterima. Tapi ini? Hampir empat bulan. Bahkan informasi mengenai penyebab keterlambatan pun nyaris nihil. Apakah karena cetakannya? Apakah ada kendala teknis dalam sistem akademik? Atau, jangan-jangan, karena hal remeh seperti belum tersedia map ijazah dengan lambang UNY yang mengilat?
Ketidakjelasan ini yang bikin gerah. Bahkan kawan saya yang biasa santai dan jarang emosional mulai mengeluh di status WhatsApp. “Saya lulus. Tapi enggak bisa kerja. Ijazah belum turun,” tulisnya. Simpel. Tapi rasanya seperti tamparan.
Kita bukan sedang bicara soal mahasiswa yang malas mengurus dokumen. Ini soal mahasiswa yang sudah sah diwisuda, yang sudah menyelesaikan skripsi, sudah yudisium, sudah segalanya—tapi belum bisa memulai langkah pasca-kampus karena administrasi kampus tak kunjung tuntas.
UNY tak boleh lupa kalau kita ini bukan cuma mahasiswa, kita juga rakyat
Kita terlalu sering menempatkan kampus di atas segalanya. Kita puja sebagai menara gading ilmu pengetahuan. Tapi kadang, dari puncak menara itu, suara rakyat kecil tak terdengar. Mahasiswa yang baru lulus itu bukan hanya alumni, bukan hanya angka dalam sistem akademik. Mereka adalah rakyat yang sedang berjuang mencari kerja, memulai hidup baru, membangun masa depan.
Ijazah yang terlambat, bisa berarti kesempatan kerja yang melayang. Bisa berarti gagal ikut CPNS. Bisa berarti harus menunggu satu tahun lagi hanya karena dokumen yang tidak kunjung keluar. Dan ini bukan hal sepele.
Saya tahu birokrasi itu pelik. Tapi kalau urusan ijazah saja bisa molor berbulan-bulan, lalu bagian mana dari “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang sedang dikerjakan?
UNY harus buka suara
Saya tidak menuntut drama, tidak pula ingin menjatuhkan nama baik kampus. Saya justru ingin menyelamatkan marwah UNY sebagai kampus saya juga, supaya tidak tercoreng hanya karena masalah teknis yang seharusnya bisa ditangani dengan baik.
Yang dibutuhkan sekarang adalah klarifikasi terbuka. UNY bisa membuat pernyataan resmi tentang kendala yang terjadi, menjelaskan timeline yang jelas, memberi kepastian kapan ijazah akan keluar. Bahkan, kalau perlu, meminta maaf secara resmi kepada para lulusan.
Sebab, keterlambatan ini bukan hanya perkara teknis. Ini menyangkut kepercayaan publik. Ini menyangkut masa depan para alumninya.
Bukan sekadar ijazah
Masalah ini membuka tabir bahwa kampus belum sepenuhnya paham: bahwa lulusan itu bukan hanya produk, tapi juga pemilik masa depan. Selembar ijazah bukan cuma formalitas, tapi jembatan menuju dunia nyata.
Saya ingat, dulu ada dosen yang berkata, “Kalau kamu sudah lulus, berarti kampus selesai urusannya sama kamu.” Tapi saya tak sepenuhnya setuju. Justru ketika kita sudah lulus, kampus seharusnya memulai tanggung jawab berikutnya: menjamin bahwa lulusannya bisa mengakses masa depan dengan baik. Salah satunya dengan administrasi yang lancar.
Harapan kecil dari seorang biasa
Saya menulis ini bukan sebagai pengamat pendidikan, bukan juga sebagai alumni UNY yang hebat. Saya hanya orang biasa, yang kebetulan punya kawan yang kesulitan memulai hidup baru karena ijazahnya masih di dalam map, atau malah belum dicetak sama sekali.
Harapan saya sederhana: semoga UNY segera menyelesaikan perkara ini. Segera beri kejelasan kepada para lulusan. Jangan biarkan mereka tergantung dalam ketidakpastian. Dan untuk kampus-kampus lain di seluruh negeri, belajarlah dari ini: jangan biarkan ijazah jadi beban, padahal seharusnya jadi hadiah.
Sebab masa depan bukan hanya soal mimpi. Ia juga soal dokumen yang dicap dan ditandatangani. Dan itu, seharusnya bisa diurus lebih cepat dari kegalauan skripsi.
Kawan saya, dan ratusan lulusan UNY Februari 2025 lainnya, saat ini mungkin sedang bertanya-tanya: “Apakah perjuangan saya kuliah bertahun-tahun harus berhenti hanya karena selembar ijazah yang tak kunjung jadi?”
Saya tak tahu harus jawab apa. Tapi saya percaya, tulisan ini bisa jadi suara kecil yang menggugah hati mereka yang duduk di Rektorat. Bahwa keterlambatan kecil bisa jadi luka besar. Bahwa kami tak butuh banyak janji. Cukup satu saja: ijazahnya keluar.
Cepat. Sebelum masa depan mereka keburu lewat.
Penulis: Janu Wisnanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Enaknya Jadi Alumni UNY: Nggak Ada yang Bisa Dibanggakan, Nggak Ada Beban
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
