Harus diakui juga kalau “kajian agama” dari Hanan Attaki tersebut cukup laris dan punya banyak peminat. Tapi, maaf, ini kajian agama model apa ya?
Sejujurnya, saya cukup asing dengan kajian agama yang berbayar. Iya, sebagai anak desa, saya biasanya ikut pengajian yang digelar oleh masyarakat secara gratis, bahkan malah dapat konsumsi dari panitia. Meski konsumsi ala kadarnya.
Selain itu, saya juga baru tahu kalau ada kajian keislaman tapi yang dibahas adalah seputar jodoh, hubungan asmara, atau motivasi hidup. Saya langsung mbatin, ini pengajian agama atau seminar motivasi, sih?
Sedikit cerita, pacar saya pernah mengajak saya untuk ikut kajian keislaman yang dipandu oleh ustaz populer, Ustaz Hanan Attaki. Sejujurnya, saya tidak terlalu mengikuti blio, tapi awalnya saya tertarik untuk ikut.
Kemudian setelah dijelaskan kalau ternyata acara tersebut berbayar dan topik kajiannya seputar persoalan anak muda, yakni: jodoh, permasalahan hubungan, hingga persoalan mental health. Dari sana, saya langsung bilang, kayaknya mending ngopi di Trawas aja deh. Hehehe.
Kajian agama model apa ya?
Disclaimer. Ini bukan berarti saya meremehkan Hanan Attaki. Bukan. Saya sangat menghormati blio. Pun saya juga nggak bermaksud menganggap topik tersebut nggak penting atau sepele. Tentu saja bukan demikian. Sebab, hal-hal seperti ini memang perlu dibahas, dan ada manfaatnya. Tapi, bagi saya, format acara tersebut lebih cocok disebut sebagai talk show, atau seminar motivasi ketimbang pengajian agama, atau kajian keislaman.
Sebab, jujur saja, saya masih kebingungan mencerna informasi ini, menghubungkan antara sebuah acara yang disebut kajian agama, yang isinya tentang pacaran, dan masuknya berbayar. Maaf, ini konsep kajian agama model apa, ya?
Betul, dalam praktiknya, memang “kajian agama” tersebut terasa ringan dan menyenangkan, karena menyentuh masalah-masalah harian yang relatable. Misalnya, bagaimana menghadapi kesedihan pasca putus cinta, mencari makna hidup di tengah kekosongan jiwa, atau tips-tips untuk menjemput jodoh yang katanya sudah ditakdirkan.
Pun harus diakui juga kalau kajian agama dari Hanan Attaki tersebut cukup laris dan punya banyak peminat, terutama dari kalangan muda. Karena memang tema-temanya relevan dengan keresahan sehari-hari mereka. Generasi muda sekarang cenderung tertarik dengan pendekatan yang praktis dan simpel, yang langsung “kena” ke masalah hidup mereka.
Lagi pula, siapa sih yang nggak senang mendengar tips menemukan jodoh ala Islam? Selain itu, formatnya pun nggak terlalu “berat,” sehingga banyak yang merasa ini pas untuk didengar sambil ngopi atau bahkan ngemil.
Tapi tetap saja, di kepala saya, itu bukan kajian agama. Tidak salah memang, tapi kemasannya lebih mengarah pada hiburan atau seminar ketimbang penyampaian ilmu agama yang substansial.
Karena itu kalau harapannya adalah memperdalam keimanan atau mendalami ajaran Islam dengan serius, rasanya kok agak nanggung. Selain itu pembahasan seputar percintaan dan kehidupan remaja bukankah seharusnya masuk di wilayah psikologi?
Hanan Attaki bisa melihat Cak Nun
FYI, saya tidak melarang acara kajian dari Hanan Attaki tersebut. Tentu boleh saja dilakukan. Setidaknya, bagi banyak orang yang mungkin baru mulai belajar atau mencari sentuhan agama dalam hidupnya, konten yang ringan dan mudah dicerna bisa menjadi pintu masuk yang bagus untuk mengenal perspektif keislaman.
Hanya saja bagi saya, hal demikian tidak pas dikategorikan sebagai pengajian agama. Pun saya di sini hanya heran saja dengan konsep “pengajian agama” model terbaru ini, yang tema pembahasannya malah ke arah percintaan anak muda, yang bagi saya, kalau konsultasi seputar itu, ya lebih pas ke psikolog saja.
Terlepas dari itu, saya kira konsep “Sinau Bareng Cak Nun” bisa menjadi inspirasi. Iya, jika ingin membuat acara yang agak beda dari pakem, bisa membuat istilahnya sendiri. Jadi, saya kira Hanan Attaki dan ustaz lain yang membuat acara dengan membahas seputar hubungan percintaan akan lebih pas jika acaranya dinamai sesi dengar, atau talk show bersama ustaz, atau apa pun itu.
Yang jelas, kalau dinamai pengajian agama, kok rasanya kurang pas saja. Meski tentu saja, ini pendapat saya pribadi. Kalau pun tidak setuju, ya gapapa, boleh saja, bebas. Pokoknya nggak perlu sampai ngamuk-ngamuk, atau bikin video di TikTok kemudian mengatakan kalau saya sedeng. Itu respons yang lebay.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kata Ustaz Hanan Attaki, Wanita Salihah Itu yang Beratnya 55 Kg