Sudah denger, kan, berita bakal naiknya harga tempe tahu karena harga kedelai naik, Pemirsa? Iya, beneran ini harga tempe tahu, bukan harga emas. Bukan juga harga saham yang naik. Duh, duh, duh memang susah ya jadi warga Indonesia, lebih-lebih kalau miskin. Sudah jatuh, ditimpa tangga pula. Sudah pandemi, harga tahu tempe naik pula.
Halah, alay. Wong cuma harga tempe tahu yang naik, bukan harga properti, ngapain juga diributin.
Ampun, Bang Jago! Namun, ini persoalan genting. Nggak percaya? Oke akan saya bahas satu persatu apa implikasinya bagi kehidupan bernegara kita.
Pertama, sebagaimana kita ketahui bersama, Saudara-saudara seper-tempe tahu-an, tempe dan tahu adalah satu-satunya pilihan lauk bergizi untuk kaum kere. Tempe dan tahu adalah makanan yang kandungan protein dan seratnya bikin rakyat kere setidaknya masih bisa mengonsumsi salah satu dari empat sehat lima sempurna. Nah, sekarang bisa dibayangkan kalau nanti ketebalan irisan tempe dan tahu rakyat kere jauh berkurang. Itu artinya, akumulasi protein dan serat yang masuk ke tubuh kita juga akan sangat jauhhh berkurang.
Kedua, hal yang sama juga akan terjadi pada tingkat ketebalan jajanan kita sehari-hari. Ya, dari gorengan, tahu gejrot, tahu walek, tahu bulat, dan seterusnya. Bayangkan, kita bakal jajan apa kalau harga tempe tahu naik? Lantas, berapa uang yang terpaksa harus kita gelontorkan untuk membeli jajanan favorit kita itu? Sungguh, ini teramat sulit untuk dibayangkan, ketika harga tahu bulat udah nggak lagi 500-an dan teksturnya hanya angin aja alias posss gembos.
Bagaimana? Masih menganggap ini bukan masalah serius?
Mohon maaf, nih. Semua olahan tempe dan tahu itu adalah kebahagiaan rakyat yang selama ini sanggup dinikmati dengan tenang di tengah kesengsaraan hidup. Kalau harga tempe tahu naik, terus kenikmatan apalagi yang sanggup kita nikmati nanti?
Dengan gorengan tempe dan tahu, bapak-bapak berkumpul di pos kamling untuk update lawakan garing dan melupakan cicilan utang. Dengan gorengan tempe dan tahu, para driver ojol ngaso sambil menunggu orderan yang kian hari kian susah. Dengan gorengan tempe dan tahu, petani menghibur diri di pematang sawah untuk sekejap melupakan langkanya pupuk dan harga jual hasil panen yang tidak berpihak.
Artinya, olahan tempe dan tahu itu obat bius untuk melupakan sejenak segala permasalahan hidup. Kalau obat biusnya sudah hilang, bisa terbayang, kan, bagaimana rakyat kecil akan semakin jengkel pada kondisi negara? Kalau sudah begitu, bukan main taruhannya, Bos! Implikasinya besar! Bukan ancaman yang biasa saja bagi pemerintah.
Apalagi kalau hal ini sudah menyentil pergolakan batin para mahasiswa kere. Mereka yang selama ini hidup merantau dan terpaksa makan olahan tempe dan tahu setiap hari, demi uang saku aman hingga akhir bulan. Bukankan kenaikan harga tempe tahu bisa menyulut pergerakan yang tidak bisa disepelekan? Mohon maaf, nih, ini berhubungan langsung dengan urusan perut, dengan sumber energi kita untuk beraktivitas.
Pada akhirnya, persoalan naiknya harga tempe tahu sangatlah serius dan harus ditanggapi sesegera mungkin. Ini adalah masalah yang sangat genting karena menyangkut kebutuhan mendasar dan dekat dengan rakyat kecil. Jadi, bukan tidak mungkin akan terjadi demo di jalan-jalan.
Oleh karena itu, saya peringatkan sejak sekarang kepada rezim. Persoalan ini lebih genting dari FPI. Lebih penting dari mengurusi kehidupan pribadi para artis. Sekali lagi, turunkan harga tempe tahu atau rezim ini akan tumbang!
BACA JUGA Kasta Gorengan Diurutkan dari yang Tertinggi sampai Terendah dan tulisan Ahmad Maghroby Rahman lainnya.