Saya yakin betul, Surabaya itu sebenarnya kota paling nyaman di Jawa Timur, asal nih ya, tukang parkir liar Surabaya dibasmi total!
Surabaya, tak bisa dimungkiri lagi, adalah salah satu kota yang jadi favorit bagi banyak orang untuk dikunjungi. Kuliner? Kaya. Gaji? Tinggi. Fasilitas? Lengkap, jelas. Tak perlu banyak bertanya kenapa banyak manusia memilih menetap di Kota Pahlawan. Sebab ya, amat masuk akal untuk datang dan menghabiskan hidup di sana.
Tentu saja, tak ada gading yang tak retak. Tak ada kota yang benar-benar tanpa cela. Surabaya pun termasuk. Jika saja tak ada tukang parkir liar yang “meneror” Kota Pahlawan, saya rasa kota ini sudah sempurna betul. Bentar, kenapa saya pakai kata “meneror”?
Tentu, itu bukan makna sebenarnya. Tapi, monggo dicoba memarkir motor secara acak di salah satu tempat di Surabaya, akan muncul tukang parkir yang minta duit parkir. Tentu, hal ini menjadi momok bagi para pendatang bagi saya yang ingin menikmati kenyamanan di Kota Pahlawan ini.
Daftar Isi
Juru parkir liar menguras kantong pendatang
Berbicara tentang tukang parkir liar di Surabaya seakan membuka lembaran cerita baru bagi orang yang memutuskan untuk tinggal di sini. Pendatang memang pastinya pernah merasakan teror tukang parkir liar. Tapi mungkin mereka kaget jika tiap tempat bakal dimintai uang parkir.
Tidak hanya itu, kontribusi mereka yang amat minim bikin semuanya makin tak menyenangkan. Apakah kendaraan saya lebih aman? Tidak juga. Pasalnya, tukang parkir sama sekali tidak pernah memberikan saya karcis. Lha kalau motor saya hilang? Saya tidak punya bukti apa-apa, kan?
Lagian, kegiatan juru parkir liar di Surabaya ini sudah cukup menjamur. Seolah peraturan Pemerintah Kota Surabaya hanya angin lalu yang tidak pernah mereka taati. Atau memang tak mau peduli. Mana aja asumsi kalian, bisa jadi benar.
Sudah ditertibkan berulang kali, tapi masih tukang parkir liar Surabaya malah berlipat ganda
Berulang kali, saya mendengar berita bahwa Pemerintah Kota Surabaya telah menindak tegas para tukang parkir liar di area taman kota maupun minimarket-minimarket. Tapi faktanya, mereka masih saja menjamur di setiap sudut kota. Paling banter, mereka cuma libur seminggu, setelah itu akan beraksi lagi.
Saya kadang mbatin, apa penertiban yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya belum juga memberikan efek jera yang cukup, ya. Seakan-akan, setiap teguran dan sanksi yang diterapkan hanya menjadi semacam hujan sebentar yang tidak mengubah apa-apa.
Yah, sekadar masukan saja bagi Pemkot Surabaya, mungkin saatnya untuk mengevaluasi metode penertiban yang selama ini diterapkan. Mungkin, apakah sanksi yang dijatuhkan sudah cukup memberikan efek preventif? Ataukah kita perlu merancang strategi baru untuk mengatasi masalah yang sama berulang kali? Jujur, sebagai pendatang yang kini tinggal di Surabaya, jukir liar ini sangat menjengkelkan.
Konflik jukir dan Dishub Kota Surabaya adalah bukti kalau Surabaya belum aman bagi pendatang
Menurut saya, salah satu indikator bahwa Surabaya belum sepenuhnya dikatakan aman bagi pendatang adalah adanya tukang parkir liar yang meresahkan itu. Apalagi beberapa waktu lalu ada konflik antara juru parkir dengan Dishub Kota Surabaya. Perseteruan itu ternyata karena adanya penertiban pembayaran parkir yang harus menggunakan QRIS sebagai alat pembayaran. Kebijakan ini saya rasa sangat baik, karena menghindari jukir-jukir liar yang kadang mematok harga parkir tidak sesuai dengan aturan. Juga, agar setoran jukir ke Dishub sesuai, tidak dimanipulasi.
Adanya konflik ini memberikan gambaran bahwa masih terdapat ketidakseimbangan dalam penataan kota. Maksud saya, bagaimana Kota Surabaya mau maju dan nyaman bagi wisatawan pendatang, lha wong oknum-oknum tukang parkirnya saja angel diajak maju, kok. Seharusnya, bentuk kemajuan seperti ini malah menjadi branding bagi Kota Surabaya agar terkenal dan ditiru banyak daerah lain.
Lagian, kalau konflik ini berkelanjutan, mana ada pendatang yang mau berkunjung ke kota ini? Please, yang asli sini pun males mau keluar gara-gara hal tersebut.
Bukan nggak mau membayar parkir, tapi tarifnya nggak masuk akal
Beberapa bulan lalu, santer terdengar berita soal tukang parkir liar di kawasan Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang mematok harga parkir ugal-ugalan, bahkan hingga sampai Rp30 ribu per kendaraan. Padahal, pihak KBS sendiri sudah menyiapkan tempat parkir dengan tarif yang ramah. Batin saya, seolah-olah mereka ini memiliki daftar harga parkir sendiri.
Atau, kalau saya tafsir, tarif parkirnya tergantung mood atau seberapa banyak uang tunai yang mereka inginkan, deh.
Maka tak jarang, wisatawan pendatang yang terkecoh dan tidak tahu akhirnya membayar tanpa protes. Dan, branding kalau parkir di tempat wisata Surabaya sangat mahal akan tersebar ke mana-mana. Sekali lagi, ini bukan soal tidak mau membayar parkir. Tetapi, ini tentang transparansi dan hak yang saya dapat.
Surabaya itu indah, kok. Asli. Tapi akan jauh lebih indah kalau para tukang parkir liar ini segera diberantas sampai ke akar-akarnya. Akamsi senang, pendatang senang, semuanya senang…
Kecuali yang dapat untung dari tukang parkir liar, sih. Kira-kira siapa tuh?
Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Melacak Sejak Kapan Profesi Tukang Parkir yang Nyebelin itu Ada di Indonesia