Jangan asal ada bus Trans Banyumas tapi nggak diperhatiin jalur khusus dan haltenya, dong.
Saat awal masuk kuliah dulu, banyak teman saya yang mengeluhkan transportasi di Kabupaten Banyumas, khususnya Purwokerto, yang begitu buruk. Untuk sekadar berangkat ke kampus, teman saya harus ganti angkot hingga berkali-kali. Makanya perlu keluar ongkos yang banyak untuk berangkat kuliah dengan kendaraan umum.
Selain itu, teman saya mengeluh tiap kali dia naik kendaraan umum seperti angkot, moodnya cepat berubah. Gimana nggak berubah, bedak yang dia gunakan jadi luntur dan bau badannya jadi kecut serta berkeringat karena angkot yang dia naiki mangkal terlalu lama. Belum lagi tingkah penumpang lain yang bikin geleng-geleng kepala dan mengelus dada. Pokoknya nggak nyaman, deh.
Akan tetapi sejak muncul Trans Banyumas pada tahun 2021, masalah moda transportasi di Purwokerto mulai sedikit berkurang. Sedikit, lho, ya. Kenapa cuma sedikit? Ya karena pengadaan transportasi umum yang terintegrasi seharusnya juga didukung dengan fasilitas yang matang. Jangan sekadar beli bus yang digunakan untuk mengangkut warga dari satu tempat ke tempat lain, tapi nggak diimbangi dengan pembuatan sarana prasarana lainnya seperti halte dan jalan yang memadai.
Malah seharusnya Trans Banyumas punya jalur sendiri yang terpisah dari kendaraan lain. Kayak Transjakarta gitu, lho. Dengan jalur terpisah, Trans Banyumas nggak akan membuat pengendara lain jadi susah dan pastinya juga bakal lebih was wes wos lagi kan?
Daftar Isi
Trans Banyumas jadi sumber kemacetan
Perlu pembaca ketahui bahwa Trans Banyumas adalah kendaraan sejenis bus yang memiliki ukuran ¾. Memang, moda transportasi ini mampu mengangkut penumpang hingga sekitar 20 orang. Namun, ukuran bus yang besar ini bisa mengganggu pengendara roda dua dan roda empat yang melaju di jalanan Purwokerto. Apalagi ditambah dengan ukuran jalan yang bisa dibilang begitu sempit untuk dilalui oleh kendaraan sebesar Trans Banyumas.
Selama tinggal di Purwokerto, saya sering berhadapan dengan kemacetan yang disebabkan oleh Trans Banyumas. Sebut saja saat saya melintasi Jalan Sunan Ampel di daerah Pabuwaran. Pengendara roda dua dan roda empat harus rela menurunkan kecepatan hingga 20 kilometer per jam saat melaju di belakang Trans Banyumas. Bahkan, untuk kendaraan roda empat harus bersabar mengekor di belakang bus hingga tiba di Jalan Raya Baturraden.
Sialnya, aspal Jalan Sunan Ampel ini nggak mulus-mulus aja. Pengendara yang mengekor di belakang Trans Banyumas selalu dikasih kejutan dengan jalan yang berlubang. Makanya banyak pengendara motor yang memilih untuk menyalip dari jalur kiri daripada melaju di belakang bus kebanggaan masyarakat Banyumas ini.
Bus Trans Banyumas sudah bagus, tapi kondisi jalan nggak keurus
Saya rasa pengadaan bus Trans Banyumas menjadi ide cemerlang dari Pemda Banyumas. Namun, apa gunanya moda transportasi yang bisa dibilang mewah ini tanpa jalan yang mulus? Ya sami mawon ngapusi, Lur! Moda trasnportasi yang terintegrasi dan kondisi jalan yang memadai adalah paket komplet yang nggak bisa dipisahkan. Pemerintah Kabupaten Banyumas seharusnya sudah memikirkan perbaikan jalan jauh hari sebelum Trans Banyumas beroperasi. Ternyata hal itu bukan menjadi prioritas pemerintah.
Bahkan setelah beroperasi selama dua tahun, masih ada rute jalan Trans Banyumas yang rusak. Untuk sekadar membetulkan jalan yang berlubang dan bergelombang saja masih belum terealisasi, apalagi membuat jalur tersendiri untuk Trans Banyumas? Mungkin itu hanya impian yang bisa dibilang mimpi belaka.
Halte yang bergaris pilox putih bagaikan hiasan jalan kampung saat Agustusan
Kalian pernah melihat halte pemberhentian bus sekelas Transjakarta yang menggunakan pilox bergaris persegi panjang? Jika belum pernah, berkunjunglah ke Banyumas. Di sini kalian bisa melihat halte Trans Banyumas tanpa ruang tunggu. Penumpang menunggu kedatangan bus dengan berdiri di pinggir jalan tanpa tempat duduk dan tanpa atap. Kalau hujan ya kehujanan, kalau panas ya kepanasan.
Lalu, apa hubunganya halte dengan pembuatan jalur yang terpisah? Halte yang bergaris pilox putih ini membuat pengendara di belakang terkejut, sebab bus berhenti mendadak dan nggak ada plang atau tanda yang menunjukan bus akan berhenti kecuali lampu rem bus yang menyala. Bersyukurlah kalian warga Jakarta yang memiliki Transjakarta dengan fasilitas yang memadai dan jalur sendiri.
Jalur yang terpisah dari jalan utama bisa membuat Trans Banyumas melaju dengan leluasa tanpa mengganggu kendaraan lain. Saya harap pembuatan jalur khusus bagi Trans Banyumas menjadi agenda prioritas bupati selanjutnya. Apakah kalian sependapat dengan saya, Sedulur?
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Selamat Hari Jadi Kabupaten Banyumas: Jalan Rusak, Macet, dan Kemiskinan Masih Menghiasi Kota Satria.