Tragedi Tumbal dan Bus Kesasar di Sungai Pemali Brebes

Tragedi Tumbal dan Bus Kesasar di Sungai Pemali Brebes

Tragedi Tumbal dan Bus Kesasar di Sungai (Unsplash.com)

Di negeri kita, cerita mengenai hal-hal mistis seolah nggak ada habisnya. Mulai dari tempat sepi hingga ramai, semua menyimpan cerita mistis masing-masing. Kali ini saya akan membahas mengenai tragedi yang sering terjadi di salah satu sungai yang ada di Kabupaten Brebes, namanya Sungai Pemali.

Konon, kata “pemali” berasal dari bahasa Sunda “pamali” yang memiliki makna pantangan. Bahasa mayoritas warga Brebes memang bahasa Jawa. Selain itu, mayoritas warga Kabupaten Brebes memang berasal dari suku Jawa. Akan tetapi, ada sekitar 3 kecamatan yang warganya berbahasa Sunda di Brebes, yakni Kecamatan Salem, Kecamatan Bantarkawung, dan Kecamatan Banjarharjo. Hal ini disebabkan letak Kabupaten Brebes yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Sungai Pemali yang terletak di Kabupaten Brebes ini, berhulu di Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan. Sungai ini menjadi sungai terbesar di Kabupaten Brebes dengan panjang sekitar 125 kilometer dan lebar sekitar 2 hingga 4 meter. Sungai ini mengalir dari selatan hingga utara dan bermuara di pantai utara Jawa. Sungai Pemali juga memiliki tujuh belas anak sungai, di antaranya Sungai Rambatan, Sungai Bersole, dan Sungai Lawak.

Air Sungai Pemali mengalir dari sebuah mata air yang dikeramatkan, yaitu Tuk Sirah. Tuk Sirah sendiri memiliki makna pangkal mata air. Fyi, selain dijadikan tempat wisata oleh warga sekitar, Tuk Sirah juga dianggap sebagai tempat keramat. Tak sedikit warga yang pergi ke sana dengan membawa maksud tertentu.

Selain Tuk Sirah yang dikeramatkan, Sungai Pemali juga tekenal sebagai sungai yang angker. Konon, sungai ini sering memakan korban jiwa. Para korban yang meninggal pun dalam keadaan yang nggak masuk akal. Bahkan, kejadian tersebut sering dikaitkan dengan mitos yang ada di Sungai Pemali.

Baca halaman selanjutnya

Sungai Pemali konon dihuni oleh Lembudana-Lembudini…
Salah satu mitos yang berkembang di sungai tersebut adalah penghuni sungai yang konon disebut warga sekitar sebagai Lembudana-Lembudini. Wujud makhluk satu ini berupa siluman ular berwajah kerbau. Mereka dipercaya mendiami aliran Sungai Pemali di Desa Dumeleng hingga Desa Kertabasuki. Bukan hanya Lembudana-Lembudini yang menjaga Sungai Pemali, warga sekitar juga percaya sungai ini dijaga oleh siluman buaya putih!

Warga sekitar mengatakan, tiap ada korban meninggal di Sungai Pemali, selalu muncul tanda-tanda dari sosok penunggu. Pernah katanya sungai ini mengeluarkan riak yang tak wajar. Kejadian ini diiringi dengan kemunculan sosok buaya putih. Tak lama berselang, ada seorang warga yang dikabarkan meninggal di Sungai Pemali.

Konon, sungai terpanjang di Kabupaten Brebes ini dikabarkan selalu meminta tumbal setiap tahunnya. Yang mengherankan, korban yang meninggal di sana bukanlah warga asli Brebes. Banyak warga yang mengaitkan ini dengan kisah peperangan antara Arya Bengah dan Ciung Wanara yang disebutkan dalam Serat Kandha. Katanya, para prajurit memiliki pantangan untuk nggak menyeberangi sungai. Jika ada prajurit yang menyeberangi sungai dari timur ke barat akan mundur lagi ke arah timur, begitu pula sebaliknya. Sehingga para orang tua melarang anak cucu mereka untuk mendatangi, bahkan bermain di Sungai Pemali. Pantangan ini bahkan masih berlaku hingga sekarang.

Selain mitos mengenai tumbal tiap tahun, ada juga cerita mengenai beberapa bus yang “disesatkan” ke tepian Sungai Pemali. Para sopir bus mengaku bahwa mereka melalui jalan yang lurus dan rata. Namun ketika sadar, bus yang mereka bawa sudah berada di pinggir Sungai Pemali. Anehnya, bus ini berukuran cukup besar dan jalan menuju ke pinggiran sungai terlalu kecil untuk dilalui sebuah bus. Seharusnya sopir menyadari hal itu.

Dari dua kejadian tersebut, kita seolah diingatkan untuk senantiasa eling saat melewati Sungai Pemali. Eling yang dalam bahasa Jawa berarti ingat, maksudnya ingat pada Tuhan Sang Pencipta. Kita nggak boleh lengah dalam setiap kegiatan yang kita lalui. Ojo kelalen, Lur, sing eling!

Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Mitos Tumbal Proyek: Berawal dari Salah Tafsir, Berakhir Jadi Urban Legend.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version