Tips Memilih Lokasi Mendirikan Tenda Saat Mendaki Gunung agar Bisa Tidur Nyenyak

Tips Memilih Lokasi Mendirikan Tenda Saat Mendaki Gunung agar Bisa Tidur Nyenyak Terminal Mojok

Setelah berjalan berjam-jam mendaki bukit lewati lembah, melihat burung terbang di angkasa, lalu sampai ke camping ground, pendaki gunung biasanya langsung mendirikan tenda sebagai tempat beristirahat. Nah, bisa bayangkan gimana capeknya perjalanan mencapai lokasi camping ground sebelum mantap untuk mendirikan tenda kan? Sudah jalannya makan waktu hitungan jam, bawa tas yang kadang isinya sampai hitungan puluhan kilogram, capeknya ya nggak karuan lah.

Selain dipengaruhi oleh kemalasan yang muncul akibat capek, ada banyak hal yang membuat para pendaki sering sekali nggak mendapatkan lokasi yang pas untuk mendirikan tenda. Salah satunya lantaran para pendaki awam dan pemula yang nggak paham harus mendirikan tenda di lokasi yang seperti apa.

Sebagai orang yang nggak terlalu berpengalaman mendaki tapi sudah lebih dari cukup untuk disebut pendaki, ada beberapa tips yang bisa dijadikan acuan sebagai tempat mendirikan tenda. Perhatikan beberapa hal berikut agar lokasi tempat mendirikan tenda aman.

#1 Hindari medan yang miring

Beberapa kali saya harus rela mendirikan tenda di lokasi yang miringnya kadang nggak masuk akal, bahkan bikin saya terjaga sepanjang malam dan bikin capek. Lha gimana nggak terjaga, wong kemiringannya ekstrem banget. Sedikit geser saja bisa menggelundung ke sisi yang lebih rendah. Nggak menutup kemungkinan, kesalahan ini membawa kita pada maut apa lagi jika seberang kita adalah jurang. Eman kan?

Saran saya, lokasi camping yang rata adalah hal mutlak. Tentu saja jika teman-teman pengin banget tidur nyenyak. Apa lagi kalau kalian orang-orang pelor alias sekali nempel tempat tidur langsung molor! Nggak lucu kan besok pas bangun tidur sudah berada di lokasi lain gara-gara menggelundung?

#2 Jangan mendirikan tenda di dekat jalur trekking

Ini adalah hal penting lainnya dalam menentukan lokasi mendirikan tenda karena masih berhubungan dengan lelap atau tidaknya saat tidur. Pertanyaannya, apakah saya pernah mengalaminya? Tentu saja sudah pernah dong.

Saat mendaki Gunung Merbabu, saya bersama teman yang kebetulan sama-sama baru pertama kali ke Merbabu, mendirikan tenda tepat di seberang jalan lantaran sudah lelah dan pertimbangan kami saat itu kurang matang. Sebenarnya cukup beralasan, saat itu sudah mau masuk isya dan kondisi badan sudah agak dingin. Jika melanjutkan perjalanan ke pos lain jaraknya kira-kira satu jam. Lagi pula, agak sulit mencari lokasi yang cukup rata menggunakan penerangan seadanya, senter handphone. Makanya dengan cukup tergesa, kami berhasil mendirikan tenda.

Namun, petaka terjadi setelahnya. Selesai melaksanakan kewajiban makan dan tetek bengeknya, saya nggak bisa tidur karena sesekali lewat rombongan pendaki. Belum lagi ketika teriakan dari rombongan itu menyapa para pendaki lainnya di camping ground tempat kami bermukim. “Permisi, Mbak! Permisi, Mas! Yok, Bang! Mari, Mas! Mari, Mbak” dan sapaan lainnya khas pendaki seakan nggak berhenti. Alhasil, saya baru bisa merasakan kedamaian tidur setelah lewat jam 12 malam. Dan itu berdampak pada kondisi setelah subuh yang harus langsung siap-siap untuk summit attack.

#3 Hindari lokasi camping yang berpotensi gaduh

Para pendaki pembuat gaduh bahkan ribut ini selalu ada hampir di setiap gunung dan di setiap pendakian. Saya pernah misuhi anak ABG di Telomoyo lantaran gaduh dan bikin konser sampai jam 2 pagi! Di waktu lain, saya dan beberapa teman pendaki lain urun misuh kepada pendaki yang (juga) ABG di Gunung Kembang karena sampai jam 1 pagi masih sibuk ngurusi konser yang mereka bikin di tenda. Nyanyi-nyanyi nggak jelas dan tentu saja bikin semua orang nggak bisa tidur. Semua yang mendengarkan pun jelas mangkel.

Nah, ada tips khusus untuk menghindari tempat camping yang berpotensi gaduh hingga akhirnya bikin tidur nggak nyenyak ini. Pertama, hindari lokasi camping yang ada ABG-nya. Bukan mau menjudge bahwa semua pendaki ABG adalah tukang bikin gaduh. Namanya juga berjaga-jaga. Siapa tahu ABG yang ada di dekat tenda kalian masuk kategori bikin gaduh ini. Kedua, hindari tenda yang berkumpul lebih dari empat atau jika mereka ini adalah rombongan besar. Berdasarkan pengamatan saya, rombongan-rombongan ini selalu saja ribut dan bikin gaduh. Bahkan saya pernah mendaki ke Gunung Lawu dan menemukan para pembuat ribut ini adalah beberapa orang dewasa, mungkin bapak-bapak, yang masih ceplas-ceplos sampai jam 3 dini hari! Masalahnya mereka ngobrol nggak berbisik, tapi setengah berteriak. Duh, sudah kayak lagi berantem saja!

Tiga tips yang saya sebutkan di atas hanya sedikit dari pertimbangan agar rasa lelah setelah trekking bisa terbayar dengan tidur nyenyak di malam harinya. Apa lagi jika keesokan hari harus summit attack untuk mencapai puncak. Namun, akan sangat tidak beruntung jika teman pendaki Anda justru orang yang terbiasa bikin ribut dan kalian sudah kadung bikin tenda di pinggir jalur trekking atau tenda kalian didirikan di tempat yang miring dan tidak rata. Ya silakan definisikan tingkat nyenyaknya tidur kalian. Mampos!

BACA JUGA Membandingkan Jalan di Jogja, Surabaya, dan Wakatobi. Mana yang Lebih Mulus? dan tulisan Taufik lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version