Semenjak virus Covid-19 datang tidak dijemput, pulang tidak diantar, ada banyak hal yang membuat saya ngeri. Selain memakan banyak korban, virus ini juga membuat kegiatan ekonomi serta sosial jadi semrawut. Yang tidak kalah ngeri adalah kuliah saya jadi harus online tanpa subsidi kuota, tanpa cashback UKT (Uang Kuliah Tunggal), dan hidup di rumah tanpa uang jajan sampai waktu yang tidak ditentukan.
Ternyata segala kengerian ini tidak berhenti di sini, Sobat. Ada sebuah benda ajaib bernama hand sanitizer yang mendadak jadi primadona, bersaingan dengan masker dan aneka pernak-pernik APD (Alat Perlindungan Diri) lainnya. Lantaran harga hand sanitizer ini sudah menembus batas wajar dan melampauinya, muncul orang-orang kreatif dan inovatif.
Saya tidak tahu asal muasalnya siapa yang memulai, tapi mendadak banyak sekali konten tutorial pembuatan hand sanitizer DIY, yang aman murah terjangkau, dan beraneka judul yang terlihat ‘menarik’ sekali untuk ditonton. Padahal konten-konten ini menurut saya lebih cocok diberi judul, Tutorial Membuat Slime Cair, dibandingkan Tutorial Membuat Hand Sanitizer. “Sanitize” saja dalam bahasa Inggris artinya ‘membersihkan’. Jadi tidak masuk akal kalau alat dan cara membuatnya sangat tidak bersih dan steril.
Saya bukan anak Pendidikan Medis, saya hanyalah anak Komunikasi yang dididik untuk julid dan banyak bacot. Akan tetapi, saya ngganjel liat tutorial yang tidak mencantumkan takaran yang pas bahan-bahannya. Jadi si aloevera, alkohol, essential oil, kuah bakso, semuanya dicampur jadi satu di dalam baskom bekas nasi berkatan, diaduk rata pakai sendok makan, dan dimasukkan ke botol bekas lotion yang nggak tau dalamnya udah lumutan apa nggak.
Lewat beberapa teman jurusan Farmasi dan Kedokteran, saya mendapat keterangan kalau membuat hand sanitizer ini tidak bisa ngawur asal di-ublek semua jadi satu. Bikin bolu aja kalau salah takaran bisa bantet. Apalagi ini produk yang menjadi senjata pembunuh kuman??!!! Ada rumus V1.M1 = V2.M2 yang perlu diperhitungkan. Ada konsentrasi alkohol yang perlu diperhatikan, perlu dicairkan dengan zat lain, perlu dihitung lagi efektif tidak membunuh kuman.
Menurut teman-teman medis yang saya ajak ngopi via daring, kalau mau belajar membuat hand sanitizer DIY tolong cari bahan dengan takaran yang valid sumbernya, bikinnya juga pakai alat yang beneran steril dan sesuai standar. Pasalnya, kalau kadar alkohol dibawah 60% justru tidak efektif membunuh kuman, kalau kadar alkohol terlalu tinggi juga bikin tangan kering kerontang dan iritasi.
Jadi lebih disarankan tidak usahlah sok ide, mending cuci tangan pake sabun lebih harum mempesona. Tangan bisa kinclong seperti tanpa kaca.
Ada yang membela diri, WHO mengeluarkan panduan resmi tentang pembuatan hand sanitizer. Eits, tunggu dulu, Ferguso. Panduan itu sebenarnya ditujukan untuk masyarakat yang tidak memiliki air bersih. Jadi selama kita memiliki air yang mengalir sampai jauh, lebih dianjurkan cuci tangan pakai sabun saja. Kalau aktivitas kita tidak memungkinkan cuci tangan terus-terusan, bolehlah pake hand sanitizer, tapi lebih baik beli saja. Beli merek yang sudah disetujui BPOM.
Apalagi kalau pembuat tutorialnya adalah influencer yang followers dan subscribers-nya ribuan bahkan jutaan. Bikin tutorial katanya serba higienis. Pakai sarung tangan latex biar steril, tapi selama video tutorial berlangsung bolak-balik pegang muka, bolak-balik pegang rambut, bolak balik pegang benda yang tidak jelas steril tidaknya. Takarannya pun bukan main, tidak pakai dihitung, tidak pakai ditimbang. Semua ilmu kira-kira dan laduni.
Saya yakin anak Farmasi dan sekolah Medis lainnya yang mati-matian belajar tentang beginian, menangis menonton video-video tutorial yang semakin ‘kreatif’ ini.
Sialnya, tidak semua orang teredukasi bahwa hal-hal demikian ini tidak benar. Kalau umpamanya ada yang ngikutin bikin tutorial juga, di-share ke grup keluarga, dari grup keluarga ada yang otak bisnisnya aktif bukan main. Dibelilah alkohol satu tangki, aloevera satu gentong. Berbisnislah ia dengan tameng, “Saya hanya bantu yang butuh, ini harganya normal ya, Kak, soalnya saya bikin sendiri, insya Allah aman.”
Tolong dong, pandemi ini tidak bisa kita hadapi sendirian. Butuh kerjasama antara badan dan otak warga se-Indonesia. Alangkah baiknya orang-orang yang sadar kalau dia itu influencer, punya pengaruh terhadap pemikiran orang lain, memberi informasinya itu yang benar-benar disaring. Bikin saja tutorial lainnya, tutorial mengisi kegiatan #DiRumahAja atau tutorial masak seblak ala warung seblak dekat kampus. Itu lebih yoi daripada memberi informasi kesehatan yang ngawur.
Satu saja informasi salah disebarkan oleh influencer, maka dampaknya adalah kebodohan jariyah. Turun temurun, sambung menyambung.
BACA JUGA Bertemu Penjual Masker yang Agak Ceroboh di Apotek atau tulisan Arta Laras Angelina lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.