Terapi Penginsafan Diri dengan Beberes Kamar

Terapi Penginsafan Diri dengan Beberes Kamar

Setiap orang punya standar dan takarannya masing-masing dalam mengelola diri supaya tetap insaf akan apa yang telah mereka lalui setiap hari. Ada yang menulis kegiatan hariannya di sebuah jurnal. Ada yang hobi mengabadikan kegiatan dalam bingkai foto. Ada yang melakukan afirmasi dan kontemplasi diri di setiap waktu menjelang tidur untuk sekadar me-review bagaimana harinya berjalan. Namun, ada pula yang bodo amat dan membiarkan hari-harinya berlalu tanpa disadari.

Bagi saya, menginsafi diri sendiri atas apa yang telah terjadi pada diri saya setiap hari adalah suatu hal yang cukup penting. Biasanya, saya melakukan hal tersebut melalui sarana yang tampaknya banyak dihindari dan cukup ogah dilakukan, terutama bagi kaum-kaum rebahan, yaitu beberes kamar. Ya, walaupun pada dasarnya saya juga bagian dari komunitas rebahan tersebut, tapi setelah sekali saja saya melakukannya, jujur saya ketagihan.

Beberes kamar memang cukup melelahkan, ditambah lagi dengan embel-embel evaluasi dan penginsafan diri. Untuk itu, kadang saya melakukan kegiatan tersebut di waktu yang benar-benar senggang dengan kondisi yang baik dan tidak ada kerjaan yang cukup mendesak. Menurut pengalaman sendiri, akan sangat optimal jika dilakukan minimal sekali di tiap akhir bulan dan terutama pada hari-hari weekend.

Pada dasarnya beberes kamar memang kegiatan yang positif. Banyak manfaat yang bakal didapat dari kegiatan tersebut dan salah satunya adalah untuk menyadarkan diri sendiri atas apa yang telah kita lalui selama ini. Untuk itu berikut adalah hal-hal apa saja yang bisa menginsafkan diri kita sembari beberes kamar.

Pengakuan Dosa-Dosa Konsumerisme

Mari kita mulai dengan membuka lemari baju dan aksesoris. Dengan beberes dan membuka satu per satu rak dan lemari, kita akan sadar betapa banyaknya pakaian dan aksesoris yang kita punya. Di titik awal ini kita akan mulai menyadari bahwa sambatan, “Aduh, aku nggak punya baju lagi, pada abis semua,” dengan telak ditumbangkan. Menyadari lemari kita dipenuhi barang akan mengingatkan kita sudah berapa banyak uang yang dikeluarkan buat belanja konsumtif. Untuk itu, langkah penginsafan pertama adalah pengakuan dosa akibat menzalimi dompet dan rekening tabungan kita. Sebagai salah satu bentuk financial therapy, saya rasa beberes lemari menjadi cara paling ampuh untuk lebih mengasihi dompet.

Tamparan Indeks Literasi

Station selanjutnya yang akan saya cek setelah saya membereskan lemari baju adalah rak buku. Bagi beberapa orang yang juga sama-sama hobi membaca buku, station ini wajib dikunjungi. Di bagian rak buku, saya mulai bertanya pada diri sendiri, sebenarnya hobi saya benar-benar membaca buku atau sekedar beli-beli terus tumpuk doang, sih? Di sini saya kembali ditampar, indeks konsumerisme semakin tinggi tapi indeks literasi tetep anjlok. Untuk itulah, salah satu tindakan yang pas untuk menerima kenyataan tersebut adalah berhenti beli buku baru sampai semua buku di rak sudah habis terbaca. Dengan begitu, indeks literasi aman, dompet pun nyaman.

Menghargai Pemberian dari Masa Lalu

Setelah membuka setiap aset dan barang-barang apa saja yang kita miliki, hal yang langsung terlintas ketika mengamatinya lebih dalam adalah dari mana kita memperolehnya. Ada beberapa yang beli sendiri, ada pula yang merupakan pemberian dari orang-orang terkasih. Setiap barang yang kita punya selalu memiliki kenangan yang tersimpan di dalamnya. Beberes memang membuka memori lama yang terpendam di setiap barang, entah itu patut dikenang atau pantas dilupakan. Semuanya membawa cerita sendiri dan menghargainya termasuk upaya menghormati masa lalu bersama mereka. Di sini, kita akan dipaksa untuk bersyukur atas setiap masa lalu yang entah baik atau buruk, adalah bagian dari cerita kita.

Belajar Merelakan

Beberes identik dengan memilah mana barang yang patut disimpan dan dibuang. Kebiasaan menumpuk barang yang pada dasarnya sudah tidak berguna adalah sia-sia. Malah akan memubazirkan nilai guna barang tersebut dan memakan daya tampung kamar kita yang terbatas. Percuma saja kita menyimpan baju yang sudah kekecilan dengan alasan itu adalah pemberian dari mantan pertama. Padahal jika boleh menginsafkan diri, hidup terus berjalan dan barang-barang itu terlalu menuh-menuhin kamar. Memilah barang yang sudah tidak layak guna adalah sarana belajar mengikhlaskan sebagian masa lalu dan mencoba jujur pada diri sendiri. Memori itu cukup disimpan di ingatan, jangan di pojokan kamar.

Menambah Nilai Guna Barang

Tahap terakhir dalam perjalanan menginsafkan diri adalah membuang barang-barang yang sudah dianggap tidak dapat digunakan lagi. Menimbunnya di kamar dan nggak pernah dipakai malah akan menurunkan nilai guna barang tersebut. Untuk itu, membuang barang-barang tersebut dengan cara dijual atau disumbangkan malah menambah manfaat bagi diri kita dan bagi orang lain. Dengan begitu, barang yang tadinya tidak berguna dapat menjadi pemasukan atau amal bagi kita.

Beberes kamar memang melelahkan dan pada kondisi tertentu cukup menjengkelkan. Namun dengan mencoba menikmati prosesnya, kita akan mampu meresapi setiap penginsafan diri yang terlintas bersama debu-debu yang beterbangan.

BACA JUGA Mari Memulai Budaya Beberes Setelah Makan! atau tulisan Dicky C. Anggoro lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version