Saya orang Jawa yang kini tinggal di Sulawesi. Awal berkunjung ke berbagai tempat wisata alam di Sulawesi, saya terheran-heran. Bagaimana mungkin berbagai tempat yang indah itu bisa dinikmati dengan tarif yang murah. Terlebih, jarang ada pungutan liar yang membuat kantong jebol saat plesir.
Sebagai orang Jawa, saya tidak bisa relate dengan objek-objek wisata alam yang bebas pungutan liar. Sebab, hal itu tidak saya temui di Bekasi Jawa Barat, tempat di mana saya berasal. Saya berani melabeli daerah sendiri sebagai kota sejuta pungli. Itu berdasar pengalaman saya sendiri dan berbagai kabar yang saya dengar ya.
Sebenarnya, nggak hanya Bekasi yang banyak pungli. Di beberapa daerah Jawa Barat (dan mungkin di daerah Jawa) yang lain, pungli sudah jadi hal yang biasa, apalagi di tempat wisata yang indah dan dikunjungi banyak wisatawan. Sialnya pemerintah maupun aparat berwajib seolah melakukan pembiaran hingga pungli tumbuh subur.
Terbiasa dengan pungli di curug-curug Jawa Barat
Salah satu tempat wisata alam favorit di Jawa Barat adalah curug. Konon katanya, ada ratusan curug yang tersebar di Jawa Barat. Beberapa di antaranya sangat indah sehingga menjadi primadona wisatawan.
Sayangnya keindahan curug-curug ini nggak bisa dilihat dengan terjangkau. Pasalnya, di luar biaya tiket masuk dan parkir (yang kadang digetok juga), ada “biaya-biaya” tambahan lain. Masalahnya kadang biaya tambahannya itu lebih besar dari tarif tiket masuk.
Bagaimana nggak lebih besar? Wong kalau masuk curug bukan hanya satu pos pungli saja. Minimal ada dua pos pungli di sana. Alasan memungut tarif tambahan juga beraneka ragam. Entah itu untuk uang keamanan, uang kebersihan, hingga uang perawatan tempat wisata.
Masuk wisata alam di Sulawesi nggak sampai Rp10 ribu
Trauma saya terhadap pungli di tempat wisata Jawa Barat terbawa sampai tanah rantau. Awal-awal merantau di Sulawesi, saya agak enggan wisata alam. Saya lebih memilih wisata kuliner yang lebih jelas biayanya.
Akan tetapi, berbagai wisata alam di Sulawesi sungguh indah sekali. Amat sayang bila saya lewatkan. Pokoknya biar hanya sekali saya mesti ke berbagai wisata alam indah di Sulawesi.
Wisata alam yang pertama saya datangi adalah pantai. Pada 2019, tiket masuk per orang hanya Rp2.000 (sekarang sudah naik jadi lima ribu rupiah). Sementara biaya parkirnya hanya Rp1.000 perak saja.
Tempat wisata alam Sulawesi jarang ada pungli
Awalnya saya kira di dalam atau di jalan menuju pantainya bakal ada punglinya. Ternyata oh ternyata, setelah saya masuk sampai pulang, nggak ada pungli sama sekali. Barang cuma satu perak.
Pada tempat wisata lain di Sulawesi ternyata juga sama saja. Pengunjung hanya dikenai tiket masuk dan biaya parkir doang. Di luar itu paling hanya sewa tempat duduk seperti gazebo. Biaya sewanya pun masih masuk di akal dan di kantong.
Saking murahnya tarif wisata di berbagai daerah di Sulawesi, saya sempat curiga, jangan-jangan pengelolanya nggak ambil untung ya. Bisnisnya bukan buat ambil untung melainkan menyenangkan orang lain.
Harga makanan nggak digetok
Terus terang, saya jarang jajan di tempat wisata. Terlebih jika tempat wisatanya terkenal dengan punglinya. Saya khawatir sekali harga makanannya juga bakal digetok. Lebih mending saya cari makan di Indomaret atau Alfamart terdekat dari luar objek wisata.
Syukurnya harga makanan di beberapa tempat wisata Sulawesi masih masuk akal. Kalau ada selisih harga dengan makanan di luar kawasan wisata, perbedaannya nggak begitu signifikan. Sehingga, pengunjung nggak merasa digetok harganya. Malah tak jarang saya temui yang harga makanan di tempat wisata sama saja dengan di luar.
Di akhir saya ingin menyampaikan bahwa tulisan ini berdasarkan pengalaman di tempat wisata Sulawesi yang kelasnya bukan popular-populer banget ya. Mungkin popularitasnya hanya tingkat kabupaten dan sekitarnya. Hingga yang mengelola destinasi wisatanya BUMDES atau pemerintah lokal.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Culture Shock Orang Jawa yang Merantau di Tanah Sunda, Banyak Orang Ngomong Pakai Dialog ala FTV
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
