Sudah menjadi rahasia umum apabila tayangan berbau mistis hampir selalu sukses menggaet pasar Indonesia lantaran sebagian besar masyarakat kita masih percaya terhadap klenik dan makhluk halus. Menyadari peluang tersebut, rumah produksi Rapi Film bersama sutradara kenamaan Kimo Stamboel membuat gebrakan dalam tontonan bertema horor khas Nusantara. Apabila selama ini Kimo Stamboel lebih dikenal dengan karyanya yang berhasil membuat penonton bergidik jijik, kali ini dia ditantang untuk membesut serial horor berjudul Teluh Darah.
Tayang di Disney+ Hotstar dengan rating penonton 17+ tahun ke atas, Teluh Darah berhasil mencuri perhatian publik dan menjadi perbincangan. Pencapaian tersebut pantas diapresiasi. Pasalnya, serial memiliki jam tayang yang jauh lebih panjang ketimbang film. Akibatnya, dalam banyak kasus, susunan cerita menjadi tidak fokus. Kecenderungan tersebut kerap kali membuat penonton enggan menuntaskan hingga episode penutup.
Akan tetapi lain halnya dengan Teluh Darah. Serial horor viral tersebut lulus membuat penggemarnya terpikat mengikuti setiap episode. Tak muluk-muluk jika kemudian Teluh Darah disebut-sebut sebagai serial horor Indonesia terbaik sepanjang sejarah.
Kekuatan cerita Teluh Darah
Tampaknya Kimo Stamboel paham betul bahwa penonton Indonesia sudah mulai jengah dengan tayangan horor yang mengangkat tema makhluk tak kasat mata. Oleh sebab itu, ilmu hitam dipilih menjadi inti dari serial Teluh Darah.
Premis serial ini cukup sederhana, tapi mengena. Dari tajuknya saja, penonton sudah dapat menerka bahwa Teluh Darah akan mempertontonkan aksi balas dendam seseorang yang sakit hati lantas memilih jalan sesat guna membalaskan dendamnya melalui santet.
Namun jangan salah. Justru dengan kesederhanaan topik tersebut, alur cerita menjadi konsisten tiap minggunya sehingga konflik utama tidak akan melebar ke mana-mana layaknya sinetron. Terlebih, Teluh Darah berangkat dari peristiwa nyata yang pernah terjadi di Indonesia sekitar 1998 silam tentang teror dukun santet di Banyuwangi. Tak pelak, penonton menjadi merasa relate dengan kisah yang dengan apik meluncur sepanjang 10 episode dari tangan dingin Sang Sutradara.
Transisi dan scoring yang pas
Tidak hanya premis cerita, faktor lain yang menjadikan Teluh Darah layak menyandang predikat serial horor Indonesia terbaik sepanjang sejarah adalah transisi dan scoring yang diterapkan. Transisi antar adegan dalam Teluh Darah dibuat sangat halus. Kengerian dibangun secara bertahap dan perlahan sehingga terkesan alami.
Mungkin sebagian orang yang suka dengan horor bertabur jumpscare yang menggebu-gebu akan merasa bosan pada dua episode pertama karena seolah hanya menyoroti kehangatan keluarga pemeran utama. Namun, tentu saja hal ini direka bukan tanpa alasan.
Alur lambat tersebut dimaksudkan untuk pendalaman karakter masing-masing tokoh yang menjadikan penonton akan semakin terlibat ke dalam cerita. Selain itu, dalam Teluh Darah juga disisipkan sejumlah adegan kilas balik yang berjalan dinamis. Seluruh adegan saling berkaitan dan tidak ada yang dipaksakan. Bahkan semua pemain, dari aktor utama hingga figuran, memiliki benang merah. Teror teluh pun dilempar tanpa membabi buta yang malah membuat intensitas ketegangan meningkat dari waktu ke waktu.
Baca halaman selanjutnya
Scoring yang jauh dari kata lebay…