Pemerintah, secara mengejutkan di tahun depan, akan kembali meluncurkan tax amnesty. Ya, saya katakan cukup mengejutkan mengingat Presiden Jokowi berkata bahwa tidak akan ada lagi program serupa di masa yang akan datang. Sebagai profesional di bidang pajak, saya pikir program ini harus diikuti.
Di artikel ini, saya tidak akan membahas pro dan kontra program ini. Tapi, saya akan membahas dan me-review apa itu tax amnesty buat kalian yang belum tahu. Mengingat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengatur tentang tax amnesty jilid 2 masih dibahas dan belum rampung, review ini akan berdasar kepada peraturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Objek pengampunan
Inti dari tax amnesty adalah memberikan kesempatan kepada seluruh wajib pajak tanpa terkecuali untuk melaporkan kembali aset yang belum atau dengan sengaja tidak dilaporkan pada pelaporan SPT Tahunan PPh Badan atau PPh Orang Pribadi. Harapan utamanya, agar WP yang sengaja “merugikan negara” dengan menyembunyikan aset agar melaporkannya lagi tanpa takut terkena hukuman.
Klasifikasi objek atas pengampunan pada tax amnesty tidak dibatasi. Semua aset, tanpa terkecuali. Misal, ada WP bernama Samsul, rutin melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Namun, karena dia tidak mau pihak pajak mengetahui sumber penghasilan, dia dengan sengaja tidak melaporkan beberapa aset yang diperoleh dari sumber penghasilannya. Seperti mobil, rumah, tanah, saham, saham trading, dan aset-aset lainnya.
Secara regulasi, pelaporan keseluruhan harta yang dimiliki oleh WP, wajib untuk disampaikan pada pelaporan SPT Tahunan. Namun, mengingat sistem pelaporan dan pemungutan pajak di Indonesia menganut Self Assessment System, cukup sulit bagi pihak fiskus untuk menekan WP agar patuh terhadap ketentuan. Oleh sebab itu, fiskus memiliki fungsi sebagai supervisor atau pengawas, aitu pihak yang memiliki wewenang untuk mengawasi dan memberikan teguran kepada WP yang tidak taat terhadap ketentuan.
Adanya tax amnesty, bisa dibilang kesempatan kedua yang diberikan pemerintah kepada WP. Agar kembali melaporkan aset-aset dan utang yang dimiliki yang tidak dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun Badan.
Bila melihat kasus si Samsul, maka Samsul harus melaporkan kepemilikan aset di SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ke dalam program Tax Amnesty. Apabila si Samsul memutuskan untuk mengikuti, ada nilai yang harus dibayar melalui tarif tebusan yang ditetapkan dalam regulasi undang-undang tax amnesty.
Pada periode yang lalu, tepatnya di tahun 2016, TA terbagi menjadi tiga periode, dan masing-masing periode ditetapkan tarif yang berbeda-beda. Periode pertama ditetapkan sebesar dua persen, periode kedua ditetapkan sebesar tiga persen, dan periode ketiga ditetapkan sebesar lima persen bagi harta yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang diinvestasikan di wilayah NKRI selama tiga tahun.
Namun, apabila ada WP ikut tax amnesty, tetapi memilih untuk tidak menginvestasikan hartanya tersebut ke wilayah NKRI, akan ditetapkan tarif yang berbeda dengan opsi di atas. Periode pertama dikenakan sebesar empat persen, periode kedua dikenakan sebesar enam persen, periode ketiga dikenakan sebesar sepuluh persen. WP memiliki hak dan diperkenankan untuk memilih di antara kedua opsi tersebut di dalam program TA pada periode sebelumnya, yaitu pada 2016.
Keuntungan mengikuti program TA
Pada dasarnya, pemerintah sangat berbaik hati kepada WP, khususnya yang bersedia mengikuti program TA tersebut. Selain membantu negara untuk memperoleh penerimaan negara, pemerintah memberikan pula privilege kepada WP-nya bagi yang mengikuti program tersebut. Saya akan memaparkan beberapa keuntungan yang sangat diminati oleh WP pada program TA sebelumnya.
Pertama, TA ini dianggap sebagai pemutihan, atau dalam kata lain, pemerintah menghapuskan utang pajak yang dimiliki oleh WP. Apabila setelah pemeriksaan, selama pemeriksa pajak belum menerbitkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) atau SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan), Sanksi Administrasi, bahkan Sanksi Pidana, pemerintah membebaskan WP dari sanksi atau ketetapan pajak atas utang yang masih harus dibayar oleh WP.
Kedua, TA bahkan dianggap sebagai malaikat penolong bagi WP yang bermasalah. Apabila fiskus menemukan WP yang dianggap memiliki masalah dan layak untuk diperiksa, dan ndilalahnya si WP mengikuti program TA tersebut. Pemerintah menjamin agar WP tersebut bebas dari pemeriksaan pajak. Ya, bebas dan terhindar dari pemeriksaan pajak.
Dan keuntungan-keuntungan lainnya, masih dapat ditemukan di dalam peraturan perundang-undangan di dalamnya. Namun sayang sekali, peraturan tersebut sudah tidak berlaku sebab regulasi tersebut hanya berlaku selama program tersebut berlangsung.
Kesimpulan
Kebaikan hati pemerintah dalam program TA yang lalu, sangat menarik minat WP, khususnya bagi WP yang bermasalah. Sadar atau tidak, pasca-TA, lonjakan pendaftaran NPWP sangat meningkat tajam. Kepedulian WP terhadap kebutuhan dan pelaporan perpajakan jadi sangat meningkat. Bahkan banyak WP yang bertobat untuk tidak melakukan kesalahan yang sama pada masa sebelum program TA. Secara tidak langsung, kami sebagai konsultan pajak banyak kebanjiran job juga dari program tersebut. Hehehe.
Lahirnya UU HPP ini, tentu akan mereformasi sistem perpajakan di Indonesia agar lebih terpadu serta terintegrasi. Diharapkan pula, tidak ada lagi WP yang masih bandel dan kucing-kucingan dalam melaporkan perpajakannya. Kasihan WP kecil yang sudah dengan jujur melaporkan kewajiban perpajakannya secara tepat sesuai dengan ketentuan atau regulasi yang terpadu. Toh pemasukan dan penerimaan dari sektor perpajakan akan diterima dalam output yang bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri.
Jadi, saya tidak sabar menantikan bagaimana perkembangan TA Jilid 2 yang akan datang. Jangan lupa ikut ya, MyLov~